36

16.4K 1.2K 7
                                    

Jovan, seseorang itu adalah Jovan. Matanya menatap penuh amarah pada Jean. Dia tak habis pikir dengan tindakan Jean.

Kakinya melangkah lebar menuju tempat keramaian itu. Bak seperti artis berjalan di atas red carpet, Jovan langsung diberi akses jalan oleh beberapa siswa disana.

Tangannya mencengkram erat lengan Jean membuat sang empu meringis dibuatnya.

"Apa yang tangan lo lakuin?!" bentaknya.

Laras tersenyum kemenangan saat Jovan membelanya, sedangkan Ana menatap heran. Setahunya, kemarin cowok itu membela Jean. Dan sekarang? Kenapa menjadi terbalik? Ada apa sebenarnya?

Jean diam tak menjawab. Kepalanya menunduk takut karena bentakan Jovan.

"JAWAB JEANA!" bentaknya sekali lagi.

Jean semakin menundukkan kepalanya takut. Kedua pipinya sudah banjir akan air mata.

Jovan mengangkat tangan kananya, hendak melayangkan tamparan ke arah pipi Jean.

Bugh

Belum sempat tamparannya mendarat, tiba-tiba pipinya dipukul.

Jovan berbalik dan menatap tajam si pelaku. Sedangkan sang pelaku kembali melayangkan pukulannya.

Jovan diam tak berkutik di bawah tubuh pelaku itu. Dirinya benar-benar tidak memiliki kesempatan untuk melawan.

Seisi kantin pun ricuh dan memekik ketakutan atas perkelahian antar kedua manusia itu.

Jean tersadar lalu mencoba menghentikan perkelahian itu. "Stop!"

"Stop Romeo!" pekiknya sekali lagi.

Romeo berdiri dan membersihkan seragam putihnya yang lusuh, lalu matanya menatap mata Jean yang menyiratkan keteduhan. Romeo menggeleng mencoba tersadar.

"Jangan pernah lo kasarin perempuan!" peringatnya sambil menunjuk wajah Jovan yang masih meringkuk di bawah. Tanpa mengucap sepatah kata pun, Romeo pergi dari sana.

Laras menghampiri Jovan dan membatu cowok itu untuk berdiri. Matanya menatap tajam ke arah Jean.

"Astaga!" kaget Elvan setibanya mereka berdua di kantin.

Joy melihat kondisi sepupunya yang kacau pun langsung menghampirinya. Tanpa aba-aba, tangannya menarik Jean kedalam dekapannya.

Elvan masih memandang Jovan yang sedang dirangkul gadis yang tak ia ketahui namanya. Wajah sepupunya itu babak belur, entah karena apa. Lalu matanya menoleh saat mendengar isak tangis seseorang. Elvan mendekat dan ikut memeluk Jean dari sisi belakangnya.

Laras membantu Jovan berjalan menuju ruang UKS. Sedangkan tatapan Jovan terus mengarah pada ketiga remaja yang sedang berpelukan itu.

***

Di rumah besar itu terdengar teriakan-teriakan dari kedua wanita paruh baya. Siapa lagi jika bukan Sandra dan Noula.

Mereka jelas memekik kaget saat Jovan baru datang dengan wajah yang babak belur. Lalu diikuti Jean yang terlihat kacau. Jelas mereka semua bertanya-tanya ada apa dengan sepasang saudara kembar itu?

"Kamu tidur ya," suruh Joy sambil menaikkan selimut abu-abu itu sampai bahu Jean. Jean mengangguk dan mulai memejamkan matanya.

Tibanya di ruang keluarga, mereka semua menatap Joy dan Elvan menuntut penjelasan. Mereka berdua pun menjelaskan seperti apa kejadian tadi siang yang membuat sepasang saudara kembar itu seperti itu. Tentunya dengan tambahan cerita dari keempat sahabat Jean, karena mereka berdua datang terlambat.

Gama mengepalkan tangannya menahan amarahnya. Matanya menatap tajam pada sosok yang berdiri di depan pintu bercat putih lantai dua tersebut. Langkah kakinya bergerak menuju ke sana.

Bugh

Bugh

"Gama!" Dibantu Gunawan, Gama dipisahkan dari Jovan. Jika diteruskan pasti lelaki itu akan terluka parah akibat emosi Gama yang meluap.

"Tenangkan dirimu, ini hanya kesalahpahaman," tegur Smith.

"Apanya yang salah paham?! Dia sudah kelewatan!"

Tomi mengangguk setuju, "Dia hampir menampar Jean kalau tidak ada yang menghentikannya."

Smith juga mencoba sabar dengan berita ini. Dirinya juga tak kalah emosi. Akan tetapi, saat mendengar cerita dari kedua ponakannya, membuatnya menghela nafas sabar akan hal itu.

"Sudah, jangan berkelahi." Mereka berdua menyeret Gama agar ikut pergi menjauh dari Jovan. Sempat memberontak, namun tenaganya kalah jika melawan ketiga Anak Kakeknya.

Ia tak peduli itu orang lain ataupun keluarganya sendiri, siapapun yang menyakiti Adik kesayangannya akan ia balas dengan hal yang lebih dari apa yang dilakukannya.

Dilain tempat, tetapi tetap di satu rumah. Gadis itu menintikkan air matanya sekali lagi di kegelapan kamarnya.

"Bunda ...," lirihnya pelan tanpa membuka matanya.

***
TBC!

bwjwnauia ga tau mau ngomong apa😶

JEANWhere stories live. Discover now