23

20.8K 1.4K 6
                                    

Selesai menyuapi Kira, Jean membereskan peralatan makan itu.

"Sayang, biarin suster aja ya yang beresin. Kamu pasti capek." Jean menggeleng dan tersenyum tipis sebagai jawaban.

Kira menghembuskan nafasnya sabar, "Makasih ya, Sayang."

Jujur, ia ingin sekali menghabiskan satu hari bersama Jean untuk jalan-jalan keluar layaknya Ibu dan Anak. Namun dirinya bisa apa, kondisinya masih belum membaik dan yang pasti tidak diperbolehkan Suaminya itu.

"Bunda jangan banyak pikiran." Akhir-akhir ini  Kira sering melamun, entah memikirkan apa Jean pun tak tahu.

Kira menggeleng sebagai jawaban seraya tersenyum hangat.

"SAYANGGGGG," panggil Tomi dengan suara nyaringnya.

"Kamu itu cowok, jangan teriak-teriak gitu ah," tegur Kira.

Ya, beberapa hari ini Tomi sangat exited ketika waktunya menemani Kira dan Jean di rumah sakit tiba. Ia bisa bermanja-manja dengan Adik perempuannya itu tanpa adanya gangguan dari Gama.

Seperti saat ini, Tomi sedang memeluk erat Jean dan menghiraukan teguran dari Kira. Kira menatap Tomi dengan sabar, sedangkan Jean juga berusaha sabar karena pelukan dari Abangnya itu terlalu erat.

"Kamu mau Bunda lempar sama bantal lagi, hm?" Mendengar itu Tomi langsung melepaskan pelukannya.

Ia tak ingin kena lempar dengan bantal itu lagi. Bukan apa-apa, hanya saja itu adalah bantal kapuk yang sangat keras. Ketika waktu itu ia memeluk Jean dengan tiba-tiba sampai membuat Jean sesak nafas, Kira melempar bantal kapuk itu sampai mengenai kepalanya dan menyebabkan pusing seharian.

Tomi menggeleng takut, "Bunda gitu amat sama Tomi."

"Ya kamu lihat dong, Jean jadi sesak lagi, 'kan," ketusnya.

"Maafin Abang, yah," pintanya sambil mengacak pelan puncak kepala Jean.

Jean mengangguk. "Kamu lagi ngapain?" tanya Tomi yang melihat buku-buku Adiknya itu berceceran diatas meja.

"Lagi ngerjain tugas dari Bu Ika."

"Mau Abang bantu?" Jean menganggukkan kepalanya semangat.

***

Ini sudah sebulan lamanya Jean mengikuti home schooling di rumah sakit. Bahkan, ia pun menghabiskan semua waktunya berada di rumah sakit menemani Kira.

"Ayo Sayang, kita berangkat." Jean mengangguk dan mulai berjalan beriringan bersama Gama.

Hari ini, Jean dipaksa untuk membeli perlengkapan sekolah. Karena mulai besok ia bersekolah di sekolah yang sama dengan Jovan. Jean pun tak bisa membantah, ia hanya menurut.

Sedangkan Kira, ia senang sekali akhirnya bisa keluar dari rumah sakit. Meski syaratnya duduk di atas kursi roda, Kira tak mempersalahkan. Sebab dirinya terlalu bersemangat untuk menemani Jean.

Keluarga itu nampak bahagia sekarang. Mereka sudah lengkap semuanya. Wajah-wajah mereka penuh dengan binar kebahagiaan, kecuali Gama dan Jovan. Kedua lelaki itu sedikit berwajah datar. Biar keliatan cool, katanya.

Jean menitikkan air matanya, lalu mengusapnya agar tak ada yang tahu.

"Kenapa?" Suara berat dan serak itu membuyarkan lamunannya.

Jean terperanjat melihat Jovan yang duduk di sampingnya. Ia kira tadi yang duduk di sampingnya adalah Kira.

"H-hah?" tanya Jean gugup. Ini pertama kalinya Jovan mengajaknya bicara.

"Kenapa nangis?" tanya Jovan sekali lagi.

Jean sedikit gelagapan karena ketahuan, lalu menggeleng kikuk. "Nggak, kok." Lelaki itu hanya mengangguk sebagai jawaban dan membuang pandangannya keluar jendela.

Setibanya di Galaxy F'Mall, Jakarta. Mall milik keluarga Frankiston, Mall cabang dari negara Menara Eiffel tersebut sangat lah mewah, tak kalah juga dengan Mall pusatnya.

Mereka semua turun dari mobil yang sama, sedangkan Bian dan kedua penjaga turun di mobil berbeda.

Smith sengaja meminta agar dia saja yang menyetir di dalam mobil berisi anggota keluarganya.

Jean menatap takjub saat tiba di dalam Mall tersebut. Maklum, ia tak pernah menginjakkan kakinya ke dalam pasar modern seperti ini.

"Kamu jangan terlalu takjub, ini juga milikmu." Mendengar suara Gama, Jean menganga tak percaya. Apa katanya? Miliknya?

Tomi terkekeh melihat keterkejutan Adiknya itu. Tangannya terulur mendorong dagu Jean agar mulutnya tertutup.

Jean terkesiap dan menatap Tomi kikuk. Norak kamu Jean! batinnya.

"Kakak bisa aja," ucapnya sambil menggaruk rambutnya yang tak gatal.

"Sudah, sekarang kita langsung ke toko aja. Masa iya kita diem disini terus, malu tuh sama yang ngelihatin."

Jean menatap keseliling, benar kata Smith! Banyak pasang mata yang tertuju ke arah mereka. Akan tetapi, jika tidak ge-er, jujur Jean merasa jika tatapan mereka tertuju padanya.

"Mereka minta dicolok, udah kamu nggak usah ladenin," tegas Gama yang tiba-tiba merangkul pundaknya.

"Hehehe kakak bisa aja kalo ngomong," canda Jean yang membuat mereka semua terkekeh, padahal tidak ada yang lucu.

***

Jean menarik nafasnya sabar. Sedari tadi, ia harus keluar-masuk fitting room.

"Gimana?" tanya Jean dengan nada malasnya.

Tomi terkekeh. "Nggak, ganti," suruh Gama sambil menatap tajam salah satu pegawai toko seragam di Mall ini.

Apa-apaan mereka? Memberi seragam untuk Adiknya yang kekurangan bahan?!

Jean berusaha sabar, lalu kembali masuk ke dalam ruang ganti. Mengganti pakaian lain yang sudah disediakan oleh pegawai di toko ini.

Iya disediakan, karena Gama menyuruh beberapa pegawai untuk melayaninya. Sungguh, Gama sangatlah berlebihan. Tapi tak urung, Jean menurut.

"Good," pungkas Gama saat melihat pakaian Jean yang sangat pas di matanya.

Sedangkan Jean, lagi-lagi menghela nafasnya sabar. Giliran bajunya menjadi besar saja dibilang good.

"Udah yuk, Bunda nungguin di Gramed," ajak Tomi setelah semua pakaian milik Jean dibayar.

***

"Bun, masa aku beli bajunya yang besar? Kan, nggak enak," adunya kepada Kira.

Kira hanya terkekeh, ini pasti ulah Gama. Siapa lagi memang jika bukan dia? Semenjak Gama bertemu Jean, Gama memiliki satu sifat yang tiba-tiba muncul hanya untuk Adik kecilnya itu. Posesif.

"Udah, kamu turutin aja." Jean menggerutu sebal menatap ekspresi acuh dari Kakak pertamanya. Dasar nyebelin!

"Udah-udah, sekarang kamu ambil aja sepuasnya kalo di sini. Kakakmu itu nggak bisa beli yang kebesaran lagi," canda Smith memperhatikan Jean yang mengembungkan kedua pipinya sebal.

Jean bertambah sebal menatap Smith, "Ya-iya Dad! Aku juga tahu! Kan, ini bukan toko baju, ish ... " gerutunya.

Mereka semua tertawa melihat tingkah lucu Jean. Kecuali Jovan. Lelaki itu hanya menyimak.

Sedangkan pengunjung yang berada disana menatap keluarga itu takjub. Jarang sekali keluarga kolongmerat itu menunjukkan tawa mereka di luar publik seperti ini. Dan tunggu! Mereka terheran, siapa gadis yang bersama mereka?

***
TBC

Family-able banget gak? Gemesh

JEANWhere stories live. Discover now