Atilla berhenti berjalan, menarik tangan Derrel yang terbebas agar menoleh ke arahnya. Tanpa aba-aba atau ucapan permisi, Atilla meraih kepala cowok yang sedang ditundukkan itu, lalu menegakkannya secara paksa.  "Jalan tuh kayak gini! Jangan nunduk-nunduk! Kalo nabrak orang di depan lo gimana?"

Setelah kepalanya 'ditegakkan secara paksa', Derrel berjalan dengan posisi tetap seperti yang diminta Atilla.

"Nah, gitu. Sekarang, kalo jalan gitu aja terus. Kalo udah kayak gitu dan masih ada yang ngebully lo, bilang ke gue. Biar gue sobek aja mulutnya sekalian, punya mulut kok nggak guna."

Derrel tidak menyahuti, sebab mereka sudah tiba di pintu kantin sekarang. Setelah memesan dua mangkok mi ayam untuk dirinya dan Atilla, mereka mengambil tempat duduk yang masih semeja dengan Jacklin, Sammy, Arkan, dan Arjun yang sudah berada di sana lebih dulu.

"Lo kenapa sih, Kan? Muka lo kok kusut banget daritadi gegara main hp. Emang ada apaan sih di hp lo?" tanya Sammy setelah menyeruput kuah mi nya.

Arkan terlihat mengurut pelan keningnya. "Ini... katanya pengurus osis kekurangan personil buat ngurus prom nightnya kelas dua belas nanti. Ada sepuluh orang pengurus yang ada schedule ke luar kota pas ulangan selesai."

"Kapan sih acaranya?" Derrel bertanya.

"Hari selasa, sehari setelah hari libur pertama." Arkan menghembuskan napas berat setelah itu. "Kalo mau nyari siswa lain yang bisa bantu, udah nggak sempat, waktunya mepet banget. Ah, pusing banget anjir."

"Kalo kita semua bantuin, bisa nggak?" Derrel bertanya lagi, membuat Arkan mematung tiba-tiba. Ia tersenyum cerah, secerah otaknya yang sebelumnya tertutupi kabut hitam.

"BETUL JUGA! GUE NGGAK KEPIKIRAN TADI!" Arkan berseru heboh lantaran senangnya. Ide Derrel yang tadi berhasil membabat habis pikiran kalutnya.

"Tapi, kalian semua mau, kan, bantuin?"

Semuanya menjawab dengan anggukan, kecuali Atilla. "Gue ogah! Mending tidur di rumah. Boro-boro prom night, paling juga kalo gue ikutan ke sama cuma buat jadi babunya kakak kelas doang. Mereka enak dansa-dansa, kita dijadiin babu. Gitu, kan, pasti?"

Arkan menatap sebal ke arah cewek di hadapannya ini. Dari sekian banyak manusia waras di dunia ini, mengapa semesta menakdirkan Arkan untuk mendapatkan musuh gila seperti Atilla?

"Lo itu temen apa bukan, sih?" tanya Arkan bernada serius.

Atilla memutar bola matanya. "Bukan," jawabnya asal.

"Oke! Awas aja lo ya, kalo besok-besok dateng ke rumah gue buat belajar, GUE USIR!"

"Idih, main ancam, ya sekarang. Yaudah, gue mau. Tapi awas aja kalo pekerjaan yang dikasih ke gue pekerjaan yang berat-berat. GUE PULANG!" Atilla balik mengancam Arkan.

"Nggak, lah. Paling kita di sana cuma ngawasin kelancaran acara doang."

Atilla tak menjawab. Saat tengah melilit mi ayamnya ke garpu, tiba-tiba saja ia teringat akan sesuatu. "Btw, gara-gara Arkan bahas tentang prom yang notabene ada dugem-dugemnya, gue jadi kepikiran sama birthday party kakaknya Arjun... siapa namanya? Melly, Lela? Duh, lupa!"

Derrel terkekeh, daya ingat Atilla rupanya berada di bawah rata-rata. "Nella," sahutnya meralat perkataan cewek itu.

"Nah, itu!" Melilit gulungan mi nya untuk kesekian kali, Atilla bertanya, "besok malam, kan?"

CephalotusΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα