25. The Camp

1K 130 81
                                    

Andai sebuah rasa tak datang dengan buru-buru, mungkin aku tak perlu tahu apa itu cemburu
—Derrellio Rellio

• • •

Setelah sempat menatap notifikasi di layar, ponselnya itu kembali berdering. Secepat mungkin, Atilla menekan tombol hijau untuk menjawab panggilan dari Derrel.

"Apa lo nelpon-nelpon gue? Kangen?" Dari suaranya saja, Derrel sudah tahu bagaimana ekspresi wajah Atilla saat ini. Menyebalkan!

"Wah, mentang-mentang udah taken, sombong ya, sekarang,' celetuk Derrel nan jauh di sana.

"Sombong apanya  sih?" Atilla melepas sepatunya dengan satu tangan, lalu membaringkan tubuhnya di kasur, "ini masih Atilla yang dulu, kok. Cuma, ya...lagi kasmaran doang, hehe."

"Alay, lo!"

"Bodo amat. Dari pada lo? Jomblooo, hahahah."

Derrel mencebik dari sana. "Nah, tuh kan! Sombong. "

"Becanda, bego," Atilla memerhatikan kuku-kukunya saat berbaring, "oh iya! gue mau ngasih tau kalo Duta ajakin kita buat camp—"

"Gue udah tau. Makanya gue nelpon lo. Lo beneran mau ikut?"

Atilla terlihat lebih antusias kali ini. Buktinya, ia bangkit dari posisi rebahannya, dan memilih untuk duduk di ujung kasur sekarang. "Iya. Lo ikutan juga, kan?" tanyanya.

"Iya, gue ikut. Itupun kalo lo bener-bener ikut. Selain itu, gue juga udah capek daritadi di telpon mulu sama si Alex, bujukin gue daritadi, karna males ribet, yaudah, gue iyain aja."

"Yang lain pada ikut, nggak?"

"Iya, semua ikutan, kok. Gue udah ajakin mereka semua. Tinggal Jacklin doang, tuh. Lagi mohon-mohon sama bonyoknya biar diijinin," papar Derrel.

(*bonyok: bokap-nyokap)

"Ih, sayang banget kalo Jacklin nggak ikut, gue nggak ada temen cewek buat camping," lirih Atilla.

"Tenang, dia pasti ikut, kok. Kan, ada Arkan. Bonyokmya Jacklin itu percaya banget sama Arkan, jadi pasti Arkan bisalah bantu Jacklin biar diijinin. Yaudah, besok ngumpulnya di sekolah aja gimana?"

"Yaudah, oke. See you."

Kemudian, telepon diputus oleh Derrel.

Atilla melempar ponselnya asal ke atas kasur, kemudian kembali berbaring. Pikirannya menjelalajah ke mana-mana. Mulai dari awal pertama ia bertemu Derrel, gangguan-gangguan yang dibawa cowok itu untuknya, juga rasa nyaman yang tercipta begitu saja. Hingga akhirnya, ia bertemu cowok yang wataknya seperti cerminan dari dirinya sendiri; Duta Muhammad.

Atilla tersenyum, sebab kehidupan lamanya perlahan seperti kembali pulih. Ia yakin, perlahan namun pasti, dengan dukungan dari teman-temannya, ia akan melupakan masa lalu tentang pengkhianatan yang selama ini ia dapatkan itu. Adrian yang meninggalkannya, Aletta yang membohonginya, Dion yang berselingkuh, dan Indah yang merebut Dion darinya. Atilla benci saat mengingat mereka semua.

Saat kata pengkhianatan melintasi pikirannya, sekelebat kenangan kembali terputar di otaknya bagai kaset rusak. Ia berdiri, menghampiri lemari pakaiannya. Atilla berjinjit, dan tangannya meraba-raba di atas lemari yang berdebu. Saat indera perabanya mulai menemukan apa yang dicarinya, ia kembali menarik tangannya turun, mengapit selembar foto usang di antara jemarinya.

CephalotusWhere stories live. Discover now