Prolog

61 4 0
                                    

[MALTA]

Satu tahun setelah acara pesta dansa sekolah, aku menerima sepucuk surat yang dikirim dari San Fransisco. Tidak tertulis nama pengirim pada amplopnya. Tetapi aku dapat menduga, siapa yang mengirimkan surat ini padaku.

Awalnya, aku sedikit ragu untuk membukanya. Aku tahu ia pasti menuliskan surat permintaan maaf untukku. Tetapi, untuk apa aku memaafkannya?

Jason datang menghampiriku dan membawakanku sekaleng soda. Ia melihat amplop yang aku pegang dan bertanya, "Mengapa tidak kau buka?"

Aku menjawab, "Aku ragu."

"Memang dari siapa surat itu?"

"Um...entahlah... Sepertinya Austin."

"Sepertinya?" Jason merebut surat itu dari tanganku. "Tidak ada nama pengirimnya. Bagaimana kau tahu? Buka saja! Bisa jadi itu penting."

Pada akhirnya, aku membuka surat itu.

Setelah membaca beberapa kalimat terakhir, tanpa ku sangka, air mata membasahi wajahku. Entah mengapa, rasanya aku sangat menyesal sekarang.

Apa itu terdengar bodoh? Maksudku, setelah apa yang ia lakukan padaku, seharusnya aku membencinya, bukan?

Menurutmu, apa yang harus ku lakukan?

"Aku sempat berpikir. Apa sebenarnya alasanmu menyukaiku?

Andai saja aku tidak berusaha untuk membalas dendam.

Andai saja aku tidak pernah menuruti keinginan pamanku.

Andai saja kita bertemu di waktu yang tepat.

Semua pasti tidak akan menjadi seperti ini.

Malta, apa kita masih bisa bertemu?

Malta, apa kau mau memaafkanku?

Malta, bagaimana kabarmu?

Apa kau menghapus foto-fotoku dari galeri ponselmu?

Apa kau sudah melupakanku?

Jika takdir mempersatukan kita kembali. Aku harap kau mau berbicara denganku lagi.

Aku tidak tahu harus berkata apa.

Aku minta maaf.

Selamat tinggal."

Malam itu, ketika cahaya rembulan menerangi wajahku, aku berbaring di bawah bintang-bintang sambil mendengar alunan musik yang biasa kami dengarkan bersama. Kemudian, aku bertanya pada diriku sendiri. Jika aku berbuat kesalahan, apakah aku berhak untuk mendapatkan kesempatan kedua? Kesempatan untuk bisa berubah menjadi diriku yang lebih baik. Jika aku menjawab "iya", maka itu artinya ia juga berhak mendapatkan kesempatan yang sama.

Seekor kunang-kunang hinggap di hidungku. Tubuhnya mengeluarkan cahaya yang berkelap-kelip. Aku berusaha untuk tetap tenang agar bisa menangkapnya.

Setelah aku tangkap, aku mengurungnya di dalam kepalan tanganku agar aku bisa melihat cahayanya yang bersinar dalam kegelapan.

Saat itu, aku berkata, "Jika kita bisa bertemu lagi, aku akan memaafkanmu."

AMBISIUS : My Brother's Enemy [TAMAT]Where stories live. Discover now