Pesta Dansa Sekolah

19 1 0
                                    

[MALTA]

Kami berenam turun dari dalam limosin yang sengaja ayah sewa khusus untuk kami. Kami berpura-pura pergi berpasangan. Aku dengan Larry, Branton dengan Leticia, dan Jason dengan Allison.

Entah mengapa, setelah aku turun dari dalam limo, jantungku berdetak lebih kencang. Aku menelan ludah. Merasa sangat gugup. Entah rencana yang kami buat akan berhasil atau tidak.

"Teman-teman, mari kita berpegangan tangan dan berdo'a untuk sejenak agar misi kita kali ini bisa berhasil!" Pinta Larry yang kemudian menggenggam tanganku dengan erat. Ia mulai memejamkan mata dan memimpin do'a. Aku mengikutinya.

Jason membawa bukti itu di dalam sakunya. Menjaganya baik-baik agar tidak hilang. Itu adalah harapanku satu-satunya agar bisa mengembalikan harga diriku yang telah diinjak-injak olehnya. Orang yang berani mempermainkan perasaanku dan menipuku setelahnya. Sedih. Benar-benar sedih.

Kami semua kembali membuka mata.

"Semoga saja tidak ada yang memperhatikan kita tadi! Kita pasti terlihat bodoh," ujar Branton, asal bicara.

"Asal kau tahu saja. Hanya kau yang terlihat bodoh di sini!" Balas Larry.

Branton menjulurkan lidahnya dan bergumam, "Huh, tidak sadar diri!"

Mobil-mobil mulai memenuhi lapangan parkir. Langit malam terlihat lebih cerah dari biasanya. Aku bahkan bisa melihat bintang-bintang itu di atas sana, membuatku sedikit lebih tenang.

"Malta, lihat!" Kata Leticia sambil menunjuk ke arah seseorang yang aku benci belakangan ini.

Itu Austin. Ia berdampingan dengan Cassandra, mengenakan setelan jas yang membuatnya semakin terlihat tampan. Bahkan di saat aku membencinya, aku tak bisa berhenti memujinya. Entah mantra apa yang ia berikan padaku.

Beberapa gadis di sekolah memperhatikannya dari jauh, bahkan mereka juga merekamnya untuk dibagikan di instagram story, membuat pasangan mereka kesal karena merasa tidak diacuhkan.

"Bagus sekali! Benar-benar pasangan yang serasi. Serasi dalam artian buruk maksudku," ucap Larry kesal. "Tapi sayang, mereka tidak tahu jika malam ini kejayaan mereka akan berakhir dalam sekejap mata."

"Iya. Jika rencanamu berhasil," pikirku.

"Bagaimana jika Austin mengenaliku?" Tanya Allison, khawatir.

"Tidak akan. Lagi pula kau menggunakan make-up tebal dan juga wig. Pasti dia tidak akan sadar. Asal kau jangan banyak bertingkah saja agar tidak memancing kecurigaan!" Jawab Jason.

Allison tersenyum lebar kepada Jason. Entah mengapa aku merasa bahwa ia menyembunyikan sesuatu dariku.

"Ayo, teman-teman. Sebaiknya kita masuk sekarang!" Lary menarik tanganku dan membawaku masuk ke aula sekolah.

Aula dipenuhi oleh banyak orang. Mereka memutar lagu pop tahun 80-an. Entah apa yang ada di dalam pikiran mereka. Lagu ini pasti direkomendasikan oleh kepala sekolahku.

Tak lama, musik berhenti, lalu kepala sekolahku menaiki panggung untuk memberikan pidato singkat dan membuka acara. Keheningan melanda selama beberapa menit. Branton bahkan sampai menguap berkali-kali karena mengantuk. Sedangkan Leticia sibuk mengambil es dari bar untuk ditempelkan pada mata Branton agar tetap segar.

Setelah itu, musik kembali mengalun. Larry mengajakku untuk berdansa. Sebetulnya aku malas, tapi aku tetap menyetujuinya hanya agar aku bisa melihat Austin di sana.

Aku tahu...aku tahu...

Aku memang membencinya sekarang, tapi entah mengapa aku juga sangat ingin melihatnya. Aku tidak bisa melupakannya begitu saja. Otakku yang melarangku begitu. Jadi, jangan salahkan aku.

AMBISIUS : My Brother's Enemy [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang