28. Come Out From Hiding

Start from the beginning
                                    

"Ini kita lagi ngumpul di rumah Arkan. Kuy lah. Gue jemput, ya?"

"Sebenernya sih gue males banget ngapa-ngapain, tapi berhubung karena gue kangen banget sama kalian, dan gue juga udah seminggu nggak keluar rumah, yaudah deh. Jemput gue sekarang."

"Oke, tungguin ya. Siap-siap lo! Jangan bikin gue nunggu lama!"

"Iya, bawel." Lalu, Atilla memutus sambungan telepon secara sepihak, kemudian mempersiapkan diri sebelum bertemu teman-temannya setelah seminggu lamanya.

• • •

Kaki Atilla melangkah ragu saat turun dari mobil. Padahal, ia cuma seminggu menghilangkan diri, bukan setahun. Mungkin, dirinya hanya tak siap untuk memulai pembicaraan jika nanti sampai di dalam rumah. Pasalnya, masalah yang terjadi sewaktu camping malam itu masih juga membayangi pikiannya sampai saat ini.

"TILLA...! KANGEN BANGET...!" Baru juga Atilla selangkah masuk ke dalam rumah Arkan, Jacklin sudah menyerbunya dengan pelukan.

"Gue juga kangen." Atilla menyambut pelukan itu dengan hangat sambil tersenyum canggung.

"Sini, Til, Masuk." Sammy menghampiri Atilla, menariknya agar segera berbaur dengan yang lain. Sammy hanya tak tahu bahwa hal itu semakin membuat Atilla makin merasa canggung.

"Maafin gue, yah... karena gue, lo semua jadi ikut-ikutan dapet masalah," lirih Atilla sambil tertunduk lesu saat sudah duduk di samping teman-temannya.

"Justru gue minta Arjun jemput lo ke sini, karna gue mau minta maaf, Til. Gue nggak seharusnya langsung main hakim gitu ke Duta. Kalian kan sama-sama di bawah pengaruh obat." Suara itu datang dari Derrel. Sungguh, perangai dan perkataan Derrel saat ini sangat jauh melampaui perkiraa  Atilla.

"Kok... malah lo yang minta maaf? Kirain lo marah, karena gue... udah nggak dengerin omongan lo soal kebrengsekan Duta. Udah kebukti, kan, sekarang."

Derrel menggeleng, "Nggak." Ia lalu meraih tangan Atilla, memberikan keyakinan pada hatinya.

"Sekali lagi gue bilang, gue maklumin semua yang terjadi antara kalian berdua di malam itu, karena Duta maupun lo ternyata berada di bawah pengaruh obat. Toh juga kalo ada yang perlu disalahin di sini, pasti Alex dan Bastian, karena mereka yang campurin obat perangsangnya ke—"

"Rel... lo kan udah janji." Sammy berucap mengingatkan. Tanpa diketahui oleh Atilla, rupanya Sammy sebelumnya sudah menatar Derrel agar tidak lagi mempermasalahkan kejadian malam itu.

"Iya, deh." Derrel membuang napas berat. "Nggak ada yang bisa disalahin tentang masalah di malam itu, anggap aja itu kecelakaan," tambahnya kemudian.

Atilla masih menunduk. Meskipun sudah berhari-hari berusaha mengenyahkan rasa bersalahnya, tetap saja hal itu membuat pikirannya kalut. Padahal, selama ini dia masa bodoh saja dengan masalah apapun yang sudah dihasilkannya. Namun, entah kenapa, kali ini berbeda. Ada organ tubuhnya yang berperan dalam hal ini, namanya hati—membuatnya digelisahkan rasa bersalah.

"Yang gue nggak habis pikir, nyokap gue... bukannya biarin gue tenang karna abis dapet masalah, dia malah nyalah-nyalahin gue. Nyebelin banget, gue benci. Masa katanya, dia bilang, dia dipecat gara-gara perbuatan gue? Padahal, kan, ini masalahnya gara-gara dia selingkuh sama papanya Derrel. Dasar munafik, gue benci—"

CephalotusWhere stories live. Discover now