Bab 44. Mereka Ada di Dunia Nyata

Start from the beginning
                                    

"Gue trauma kalau ingat kejadian pas SMP. Masa SMP gue suram banget. Bayangin aja gue ngelihat secara live Alinka terjun dari rooftop dan mendarat sempurna dengan kepala pecah di dekat gue," gumam Bennedith.

Liam terkekeh menanggapi. "Advent terlalu banyak dramanya dulu," timpalnya.

"Bener anjir!" seru Bennedith menyetujui ucapan Liam. Ia bahkan masih ingat jelas beberapa potongan memori SMP nya dulu. Advent terlalu suram untuk diingat. Meninggalkan trauma untuknya. Makanya, setelah lulus SMP, ia memilih keluar dari lingkaran Advent dan berakhir di Bridge High School.

"Mulai dari jatuhnya Alinka, kecelakaan Davino sampai.. kasus nggak naik kelasnya anak pemilik yayasan dan anak pemilik salah-satu perusahaan ternama di Indonesia," lanjutnya.

"Lo nyindir gue?" sarkas Samuel, melirik sinis Bennedith.

Bennedith mengangguk. "Bagus lo sadar," cibirnya. "Gue masih ingat tuh. Dulu pas tahu lo dan Vero nggak naik kelas, para betina di kelas gue pada melipir ke musholla buat doa biar satu kelas sama kalian."

Samuel tidak menggubris ocehan Bennedith, ia menuangkan vodka ke gelas di depannya hingga penuh lalu meminumnya dalam sekali tegakan. Ia mengernyit sedikit ketika cairan itu masuk ke dalam tenggorokan. Membuatnya merasakan sensasi tersendiri.

"Tapi, yang paling mengerikan di Advent menurut gue adalah kasus Seraphine. Cewek itu menghilang setelah skandal bokapnya," ucap Liam bermaksud menimpali ucapan Bennedith.

Samuel mengerjapkan matanya berkali-kali karena pusing mulai menderanya. "Seraphine? Pacar Vero?" tanyanya. Ia memang sedikit tahu cerita tentang Seraphine karena pernah dekat dengan Vero yang notabene pacar gadis itu, dulu. Mereka, Vero dan Samuel, pernah satu kelas sebelum akhirnya keduanya divonis tinggal kelas dan berpencar.

Hubungan Vero dan Seraphine terbilang toxic. Tidak sehat.

Liam mengangguk. "Iya, Seraphine Mourina."

"Gue pernah ketemu Seraphine waktu itu. Dia sekolah di PH kayanya," ujar Bennedith.

"Bagus deh kalau dia masih baik-baik aja," kata Samuel. Ia menyesap rokoknya yang tinggal sedikit lalu membuangnya asal. Kepalanya pusing. Sayup-sayup keributan semakin terdengar. Ia mendengus, sangat menyebalkan karena petugas keamanan lambat bertidak.

"Gue bilang berhenti!!"

Teriakan itu membuat Samuel menoleh karena terganggu. Ia melihat seseorang berlari, mendorong kasar orang-orang yang menghalangi jalannya.

"Minggir!!" perintahnya sambil membuat orang-orang itu membuka jalan dengan raut ketakutan.

Di belakang, seseorang mengejar dengan senjata di tangan. Samuel kenal orang itu. Bams. Anak kelas dua belas di BHS. Teman satu kelasnya dulu. Brandalan yang paling ditakutin satu sekolah, pengecualian untuknya. Bams bagi Samuel cuma preman kampungan.

Samuel menyeringai, ia mulai menikmati drama yang terjadi. Apalagi adegan kejar-kejaran yang barusaja melintas di depannya. Beberapa orang mulai berteriak, ketakutan.

Bahkan, Liam yang biasanya cuek pun sampai berdiri, mengarahkan pandangan mengikuti orang yang saling kejar-kejaran tadi. Sebenarnya, keributan di klub sudah sering terjadi. Bedanya, sekarang lebih parah apalagi Bams sampai menodongkan senjata.

Benar perkiraan Samuel. Enam detik setelahnya suara tembakan terdengar berturut-turut. Suasana mendadak hening. Seisi ruangan langsung bungkam.

Dari tempatnya duduk, Samuel melihat Bams menjatuhkan tembaknya perlahan disusul dengan limbungnya orang yang berteriak tadi ke lantai.

RetrouvaillesWhere stories live. Discover now