Seseorang dengan suara yang kukenal memanggilku, aku menoleh kearah asal suara tersebut lantas kulihat Devan masuk melalui pintu belakang yang belum sempat ku kunci.

"Iya De, ada apa?"

"Bagaimana keadaan Zero?"

"Masih seperti kemarin, murung. Tapi setidaknya dia mau makan hari ini," kataku.

"Oh syukurlah."

Aku mengangguk senang menanggapi ucapan Devan sambil mengaduk Teh hangat dengan gula pasir manis digelas.

"Gue sedih Dev, gue Khawaktir. Takut gue takut Zero bakal kek gitu itu selamanya," kataku kemudian sesaat menghentikan kegiatan mengadukku.

"Tidak Al tidak, kamu tidak boleh ngomong seperti itu, Zero hanya butuh waktu untuk bisa menata hatinya, percayalah..." sanggah Devan menyangkal pendapatku.

"Tapi Dev-"

"Percaya sama aku, Zero akan baik-baik saja," potong Devan sembari tersenyum mengusap pundakku.

"Sepertinya aku jangan menemuinya dulu, aku takut dia sedang tidak mau bertemu dengan siapapun," ucap Devan kemudian.

"Kenapa? Zero mau kok gue temui."

Terlihat Devan mengukur senyum di bibirnya. "Itu karena kamu sahabat paling dekat diantara kami semua, wajar saja kalau dia mau kamu temui."

"Tapi Dev, apa Lo gak masuk saja sebentar, sekedar ngobrol," saranku.

"Tidak Al, Kamu lihat sendiri kan semalam hanya kamu yang bisa membuat nya tenang saat itu."

Ucapan Devan langsung membawaku ke kejadian malam itu, dimana kami semua kebingungan harus membujuknya bagaimana.


Yesterday, 09.21 pm.
Zero's House.

[Alicia POV]

Kami saling bergantian ke kamar Zero untuk menghibur nya, namun sepulang dari sana tidak menghasilkan apapun malahan hanya kena marah dari sang tuan kamar-Tuan rumahnya kan bapaknya Zero:>.

Devan yang baru saja dari kamar Zero langsung duduk disamping Tere dengan wajahnya yang gusar, "Dia tidak mau aku temui."

"Mending Alicia saja yang mencoba menemuinya, mungkin dia mau," saran Tere yang juga sempat ikut kena getah amarah Zero.

"Iya, sekarang tinggal Lo yang belum," kata Aldo melipat tangannya didepan dada.

"Lah Lo kan juga belum," ucap Tere.

"Kalo gue yg masuk bukannya ngehibur entar, malah ribut makin kacau, tau sendiri kan mulut gue gak bisa dijaga," kata Aldo yang cukup sadar diri dengan karakter nya.

"Iya juga sih, ya udah Lo aja Al siapa tahu Zero mau Lo kan Sahabat Zero yang paling deket," ucap Tere.

"Yap bener itu, gak apa-apa, Zero gak bakal bentak kamu kayak dulu kok," kata Devan yang tahu aku masih trauma akan hal tersebut.

"Iya, kalo berani ngebentak Lo, gue yang bakal urusin dia," timpal Aldo.

"Ish apaan dah Lo," kata Tere menjitak jidat Aldo dengan jarinya.

"Arg, apa salah gue bro?" tanya Aldo mulai kesal Tere memancing emosinya.

"Udah-udah jangan ribut," lerai Devan pada keduanya.

Aku lalu membuka pintunya, terlihat Zero tengah terduduk di lantai tepat disamping meja belajar.

Kuberanikan diri untuk melangkah maju dan menemuinya, menekuk lututku agar tinggi kita setara, "Zer, makan yuk..."

Lump In your Troath [PROSES REVISI]Where stories live. Discover now