23%

88 17 0
                                    

Jangan menangis, disini aku akan mengelus surai panjang mu.
Aku akan mendampingimu.
Aku akan menenangkan dirimu.
Tenanglah selamanya, sayang.
__________

"Weh udah jadi nih sate nya, ambilin nasi coba we!" Seru Gita.

Setelah mendengar perkataan Gita, Aurel berdiri dan masuk kedalam Pondok untuk mengambil nasinya.

Sambil menunggu, Gita langsung menggelar tikar di teras Pondok di bantu oleh Pasha. Mereka menggelar 3 tikar, dan mengatur beberapa piring.

Ingha langsung berlari kedalam untuk mencari gelas sekaligus air yang sudah ia persiapkan.

Zidan juga membantu menghias satenya agar terlihat lebih enak dan membuat semua orang tak sabar mencobanya. Wangi satenya sudah menusuk sekali ke hidung Zidan, ia sempat mencoba satu tetapi ketahuan oleh Gita.

Dan karena itu lah sekarang ia tidak memiliki pekerjaan apapun disini.

Sedangkan Radit tak melakukan apapun. Lelaki itu kelelahan. Ia menidurkan tubuhnya di teras Pondok yang dingin itu dan memejamkan matanya.

"Kesian si Radit, udah tepar aja anaknya." Cetus Zidan, meletakan kedua tangannya di pinggang. Bosan karena tak bisa melakukan apapun.

"Katanya dia daritadi pengen makan, snack gue malah dihabisin. Gue juga bantu ngabisin sih." Tambah Gita, ia nampak sedikit kesal dengan itu.

"Halah bedanya Radit itu ya dia kerja bikin satenya, lo malah ngeluh doang." Celetuk Pasha, membuat Gita sedikit terkekeh.

"Gue capek, makanya ngeluh begitu." Gita mencoba menghindar dari kesalahannya.

Pembicaraan mereka berhenti ketika melihat Ingha dan Aurel keluar membawa nasi dan air minum.

"WIHI SERU KALI." Teriak Aurel senang, senyum Aurel sangat lebar, ia bahagia.

Gita melihat kearah Radit yang masih tertidur, ia lantas segera membangunkan Radit.

"We bangun we, ga mau makan lo?"

Namun Radit hanya melenguh, ia terlihat sangat kelelahan.

"Dit, ga seru ah. Bangun kadal." Zidan menggelitik perut Radit, memaksanya agar bangun.

Tentu saja lelaki itu juga melakukan perlawanan, namun tetap saja gagal. Akhirnya Radit bangun, ia kedalam sebentar untuk membasuh wajahnya.

Saat Radit kembali, semua sontak mengambil piring dan mulai makan. Radit pun juga begitu, ah perutnya sudah berbunyi sejak tadi.

Karena kelaparan, saat makan sama sekali tak ada yang berbicara. Mereka fokus dengan makanan mereka.

"Enak banget ga bohong." Ujar Aurel sambil menggelengkan kepalanya tak percaya, dan itu mendapat anggukan dari Ingha juga Zidan.

"Siapa yang buat bumbunya? Ya gue lah." Gita menyombongkan diri, Radit hanya berdecih.

"Hah gila, udah habis. Gue masih laper padahal." Celetuk Pasha di tengah-tengah pembicaraan.

"Yhaa makanya banyakin ambil tadi. Itu tuh si Radit masih ada 3 satenya." Tunjuk Gita kearah Radit yang baru saja ingin menikmati sisa sate miliknya.

ArwahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang