7%

381 34 0
                                    

Semakin dekat dengan ajal.
Kematian akan datang bersama dengan hembusan angin.
Tak ada tipuan lagi.
Semuanya sama.
Berakhir tragis.
Arwah.
__________

Semua semakin terungkap, seiring berjalannya waktu. Waktu terus berjalan, tidak akan berhenti. Pasha mengalami trauma mental setelah kejadian beberapa hari lalu, membuatnya harus berhenti sekolah selama berhari-hari.

Aurel, tidak terjadi apapun dengan Aurel. Tetap sama, seperti biasanya.

"Sialan kampret, apasih mau lo?" Cerca Aurel kepada Dirga.

Sejak Pasha mulai berhenti sekolah, Dirga mulai dekat dengan Aurel.

Lebih tepatnya dekat karena Dirga yang bertanya keadaan Pasha, bagaimana kondisinya, dan apa dia sudah bisa kembali sekolah?

"Gue cuma mau tau keadaan si Pasha doang, heran sirik banget lo sama gue, Rel." Ujar Dirga seraya mengeruput es teh nya, dan menghabiskannya.

"Udah sana lo pergi, ganggu." Usir Aurel, Dirga memang dekat dengannya, tapi ia tidak nyaman.

Entahlah.

Aurel pikir Dirga adalah lelaki yang baik, namun hatinya berkata yang sebaliknya, entah kenapa itu.

Bukannya Dirga sudah menolongnya?

"Va, lo kemana?" Tanya Aurel, membayangkan wajah gadis itu.

Gadis konyol yang membuat hari-harinya penuh dengan tawa, melatihnya untuk sabar, sekaligus teman curhat yang baik.

"Lo kemana? Gue kangen, lo pasti balik kan?" Senyum Aurel terulas di wajahnya, ia mulai melangkah menuju kelas. Satu air mata tuntas terjatuh dari kelopak matanya.

Kemana Eva?

Dimana dia?

"Gue disini rel, ngeliat lo tanpa bisa nyentuh lo. Ngeliat gimana Pasha menderita di rumahnya, ngeliat semuanya dalam diam. Gue gayakin gue bisa balik, tapi.. Gue usahakan gue balik."

Merasakan sesuatu, Aurel berbalik ke arah belakang.

Nihil, lagi-lagi Aurel menghayal.

Aurel selalu merasa Eva ada di dekatnya, tapi dia tidak bisa melihatnya.

Aurel tersenyum, "Gue yakin lo bakal balik, va."

***

"Ingha, sini." Panggil seorang pria dengan wajah yang sedikit keriput dengan rambut yang sudah beruban.

"Iya yah? Kenapa?" Gadis remaja itu mendekati ayahnya, tersenyum manis sambil duduk di sebelah ayahnya. Hari adalah hari ulang tahunnya yang ke 13.

"Selamat ulang tahun sayang, semoga kamu jadi anak yang pintar di sekolah." Ucap pria itu sambil memeluk erat anaknya, gadis itu membalas pelukan hangat ayahnya itu. Tersenyum, lalu mencium pipi ayahnya lembut.

"Makasi ayah."

Ingha membuka matanya, cukup untuk membayangkan ayahnya kali ini.

ArwahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang