7. Merepotkan!

687 72 0
                                    

-oOo-

Sebisa mungkin pandangan Ameeza fokus mendengarkan penjelasan Ily—seniornya. Namun, rasa kantuk seolah terus berusaha mendobrak pertahanannya. Sudah berbagai cara ia lakukan untuk menghilangkan kantuk ini. Dari mulai memelototkan matanya paksa, menggunakan lem perekat, minum air banyak sampai mencubit sekeras mungkin tangannya sendiri. Namun, usahanya gagal total. Perlahan kedua kelopak mata Ameeza menutup.

"AMEEZA!"

Suara gebrakan dan panggilan melengking itu langsung menusuk gendang telinga Ameeza. Sehingga kedua kelopak matanya otomatis terbuka. Namun, saat pandangannya terfokus ke depan ia dikejutkan dengan kedua seniornya yang sudah ada tepat di depan mejanya. Sebisa mungkin Ameeza memasang topeng berlagak biasa saja.

"Senior lagi nerangin itu dengerin, jangan molor," cibir Ily pedas. Dan jangan lupakan wajah seniornya itu sudah merah padam. Bukan salting, yah. Melainkan seniornya itu benar-benar marah besar.

"Urus tuh, Gas. Males gue."

Selepas mengatakan itu Ily berjalan menuju meja depan. Lantas meraih tasnya dan menutup pintu kasar yang menciptakan suara sangat keras.

Ameeza sempat mendengar Agas—seniornya menghela napas pelan. Kemudian ia berjalan ke depan. Lalu pandangannya menyeluruh menatap adik kelasnya. Deheman dari Agas cukup untuk menghentikan pandangan aneh dari adik kelasnya mengenai sikap Ily.

"Oke, gue rasa pertemuan kita cukup sampai di sini. Kalau ada yang mau di tanyakan boleh tanyakan di pertemuan selanjutnya atau tanyakan di grup club buku. Demikian pertemuan kali ini kakak ucapkan terima kasih untuk yang sudah hadir. Ke depannya tolong di ajak lagi, yah teman-teman kalian yang tidak hadir hari ini. Terimakasih."

Satu persatu anak-anak di dalam ruangan itu keluar. Kini hanya menyisakan Ameeza yang tengah membenahi alat tulisnya dan Agas yang tengah bersidekap di depan dada dengan pandangan lurus menatap Ameeza.

"Bisa gue ngomong sebentar sama lo?"

Alis Ameeza menyatu. Ia merasa punya firasat tak enak hari ini. Terlebih lagi ekspresi Agas sangat serius. Dalam hati Ameeza berdoa semoga saja tidak akan terjadi apapun.

"Duduk," titah Agas seraya menunjuk kursi tengah paling depan yang tepat berhadapan dengan Agas.

Untuk saat ini Ameeza menurut saja tanpa banyak oceh. Setelah duduk, Ameeza menatap Agas yang masih terdiam dengan kedua tangannya sudah berpindah ke saku celana.

"Hari ini lo beruntung."

Walau sebenarnya Ameeza penasaran dengan kata-kata Agas. Ia sebisa mungkin menahan diri untuk tidak bersuara. Biarkan saja ia hanya menyimak tanpa mengeluarkan suara apapun jika dirasa tak penting.

"Karena yang ngasih nasehat ke lo bukan Ily, tapi gue. Kalau Ily gue gak jamin lo bakalan tetep pertahanin muka tembok lo. Gue yakin seratus persen lo bakalan sakit hati dan nangis kalau dikasih nasehat sama Ily," ucap Agas pelan tapi seolah mengoyak hati Ameeza.

Tak tahan mendengar itu Ameeza akhirnya bersuara. "To the point, Kak."

"Intinya lo harus lebih menghargai orang yang lagi berbicara di depan. Kalau lo sendiri mau dihargai sama orang lain," nasihat Agas.

Sebelum sepenuhnya berbalik. Agas menoleh menatap Ameeza seolah teringat sesuatu. "Oh, dan satu lagi. Erga itu temen sekelas lo 'kan?"

"Iyah."

"Gue gak mau tahu lo harus cari dia. Tanya kenapa di gak masuk selama tiga pertemuan belakangan ini. Gue gak dapet laporan apapun tentang dia. Makanya gue mau lo cari dia. Gue kasih waktu lo sampai pertemuan selanjutnya," tutur Agas diiringi dengan senyuman singkat diakhir kalimat.

AMEEZA (New Version)Where stories live. Discover now