19. Pembuat Onar

375 48 4
                                    


Selamat membaca 🤗

Tiati nyesek🤧😭

-oOo-

Malam ini hanya ada Ameeza, Izzi dan Angga di meja makan. Mama sedang pergi ke rumah temannya dan ayah masih sibuk di Cafe. Di sela suapannya yang ketiga, Ameeza melirik bergantian antara Izzi dan Angga yang duduk di seberangnya.

Seharian setelah pulang sekolah kemarin Ameeza sudah memutuskan untuk meminta Izzi atau Angga menjadi tutor belajarnya. Bukan tanpa sebab ia memutuskan hal ini, Ameeza hanya teramat benci dan risih jika nantinya telinga ini mendengar lagi ucapan membandingkan antara dirinya dengan kedua kakaknya. Memang siapa yang akan tahan terus dibandingkan seperti itu.

Setelah meneguk air putihnya hingga habis, Ameeza kembali memandangi kedua kakaknya terang-terangan. Hal tersebut membuat Angga menyadarinya, lantas memandang sang adik tepat. "Kenapa?" tanya Angga setelah menelan makanannya.

"Kak Izzi dan Kak Angga mau gak jadi tutor belajar gue? Salah satu dari kalian ajalah." Akhirnya Ameeza mengutarakan maksudnya.

Selama beberapa detik ruang makan senyap. Bahkan tak ada suara denting sendok yang beradu dengan piring. Izzi lebih dulu memecah keheningan dengan mendorong kursi ke belakang. Menimbulkan deritan yang cukup keras. Dia beranjak. "Gue sibuk," tutur Izzi terlampau dingin.

Diam-diam Ameeza mendengus kesal. Sejenak ia menatap kepergian kakaknya yang menaiki anak tangga. Setelah itu kembali menghadap ke depan. "Lo gimana, Kak? Bisa?" Ada harapan bahwa Angga mengiyakan permintaannya. Ia tahu Angga tidak mungkin menolaknya. Ameeza tahu sesibuk apapun kakak pertamanya ini, dia pasti akan meluangkan waktu demi adiknya.

Seulas senyum terukir. "Boleh, tapi mungkin gak bisa lama. Tahu sendiri gue udah kelas XII."

Ameeza mengangguk.

Permintaan semalam membuat hati Ameeza lega. Hari ini Ameeza melangkah menyusuri koridor yang terbilang ramai karena jam pulang sekolah.

Samar-samar ia mendengar desas-desus mengenai dirinya. Yang intinya mereka membicarakan tentang sikap Ameeza yang kasar dan selalu sarkas. Berbanding terbalik dengan sikap Ameeza saat pertama kali menjadi murid di SMA Antares.

Ameeza tak mempercepat langkahnya, menutup telinga dengan earphone atau menghajar setiap orang yang membicarakannya. Iyah, semua itu bisa saja ia lakukan, namun Ameeza terlalu malas melakukannya. Bersikap biasa saja lebih baik ketimbang melakukan perlawanan. Terkecuali mereka melewati batas, tentu saja Ameeza berani melawannya walau senior sekalipun.

Setelah melewati gerombolan siswa-siswi yang membicarakannya, dari arah yang berlawanan Angga berlari menghampiri Ameeza. Ia memberikan tasnya pada Ameeza. "Hari ini belajarnya di perpus aja. Tunggu di sana, gue ada urusan dulu."

Ameeza hendak menyela, namun Angga sudah lebih dulu pergi.

Kakinya sampai di depan pintu perpustakaan bersamaan dengan Bu Atikah yang keluar. "Eh, mau masuk? Udah mau dikunci padahal."

"Iya, Bu."

Bu Atikah tersenyum. Ia memberikan kunci perpustakaan pada Ameeza. Setelah itu pamit pergi.

Ameeza melepas sepatu dan menaruhnya di rak khusus sepatu. Ia menekan saklar lampu yang membuat perpustakaan terang. Lalu duduk di kursi panjang dan meletakkan tas Angga di atas meja.

Tangannya tergerak mengambil buku dan alat tulis. Usai mengeluarkannya, Ameeza beranjak dari kursi dan mulai mencari buku paket fisika kelas X di rak buku.

Ameeza kembali duduk setelah menemukannya. Ia mengecek HP, tertera di sana pukul 15. 40. Sebuah dengusan lagi-lagi keluar dari bibirnya. Sejenak Ameza menenggelamkan wajahnya di atas tas Angga. Memikirkan apakah tindakan dan keputusannya benar? Atau justru tidak?

AMEEZA (New Version)Where stories live. Discover now