30. Berusaha

292 30 2
                                    

-oOo-

"Hah ... kenapa harus sekolah, sih," keluh Ameeza sembari mengembuskan napasnya penat.

Kejadian kemarin membuatnya jadi penat sendiri. Memikirkannya saja malas. Diam-diam Ameeza merasa menyesal juga bersikap terlalu frontal seperti kemarin. Terlalu menunjukkan sifat aslinya justru semakin memperburuk keadaan. Karena sikapnya itulah Erga semakin menjauhinya.  Pasti dia merasa tak nyaman.

Dari belakang Arian menempeleng kepala Ameeza sampai tertunduk sekejap. Ameeza yang mendapat perlakuan seperti tentu merasa kesal. Ia mendelik menatap Arian yang tampak santai berjalan beriringan dengannya.

"Santuy ajalah," kata Arian menatap Ameeza sekilas dengan senyuman.

Ameeza terang-terangan mendecih. "Santuy pala lo!" kesal Ameeza tanpa peduli bahwa Arian adalah kakak kelas sekaligus ketua eskul bulu tangkis kelas XI.

Tangan Ameeza tiba-tiba ditarik ke arah taman samping. Arian duduk lebih dulu di kursi yang terbuat dari semen.

"Duduklah woy! Mau berdiri aja lo?"

Ameeza terpaksa duduk di kursi semen yang agak jauh dari Arian. "Mau ngomong apa lagi?"

"Tumben lo peka."

"Yah, aneh aja lo yang pas awal sinis ke gue tiba-tiba jadi sksd gini," cibir Ameeza tanpa menatap Arian yang sekarang tengah memendam kesal.

Arian menatap jam tangannya yang masih menunjukkan pukul 06.00 pagi. Ia menatap Ameeza lekat. Membuat Ameeza tak nyaman ditatap seperti itu. "Lo buat masalah lagi, yah kemarin."

Ameeza merotasikan bola matanya. "Jangan bahas."

Arian menjitak kepala Ameeza kesal. "Heh, justru itu yang mau gue bahas sekarang."

"Gak usah pake segala jitak pala gue. Bisa 'kan?" desis Ameeza menyorot Arian dengan pandangan sinis.

"Lo sendiri yang bilang. Katanya kita harus berusaha jadi temen dia 'kan? Karena dia butuh kita. Tapi, apa yang lo lakuin kemarin itu malah bikin suasananya makin buruk." Arian menyidekapkan tangannya. "Lo kalau ngomong tuh difilter dulu, bisa gak si?"

Ameeza berdecak. "Oke, gue emang salah. Gue belum bisa ngendaliin emosi gue." Ameeza menggebrak meja kayu yang ada di tengah-tengah. Membuat Arian dan beberapa orang yang melintas terkejut. "Tapi, gue gedek didiemin terus sama dia," ungkap Ameeza masih dengan perasaan kesal yang meluap-luap.

Arian mengambil buku bersampul tebal dari tasnya. Ia memukulkan buku itu ke kepala Ameeza. Membuat Ameeza mendelik. Namun, Arian terlihat santai saja ditatap seperti itu. Ia justru meletakkan buku itu di atas meja. Menunjuk dengan dagunya. "Tuh, gue udah siapin hal-hal yang perlu lo lakuin buat deketin Erga lagi," terang Arian. Ia tersenyum. "Baik 'kan gue."

Ameeza menarik buku itu, ia membukanya. Melihat beberapa deret kalimat yang tertulis di sana.

"Gimana? Paham gak? Kalau gak bakalan gue jelasin satu-satu."

Air muka Ameeza mendadak keruh. Arian yang sadar dengan itu pura-pura tak tahu. Cowok itu bahkan terang-terangan mengalihkan pandangan menatap lalu lalang anak-anak SMA Antares di koridor.

"Maksud poin ke tiga itu apa, sih?" sewot Ameeza. "Gue ... harus bersikap lembut ke Erga? What the—huft ... masa gue harus pake topeng lagi? Lagian sikap lemah lembut itu gak cocok buat gue. Pokoknya gue gak mau lakuin poin ke tiga itu," bantah Ameeza sembari mendorong buku bersampul tebal di atas meja sampai terjatuh di pangkuan Arian.

Arian menaruh kembali bukunya ke dalam tas. Menatap Ameeza penat. "Maksud sikap lemah lembut itu ... bukan berarti lo kudu bersikap lembut banget sampe nada bicaranya pelan gitu." Arian gemas ingin menjitak kepala Ameeza. Namun, melihat bagaimana sorot mata membunuh dari perempuan berambut cepol itu sukses membuatnya menciut sesaat.

AMEEZA (New Version)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum