27. Bujukan yang Memaksa

309 38 0
                                    

-oOo-

Sialan!

Entah sejak kapan Ameeza jadi sering mengumpat seperti ini. Ini gara-gara si makhluk kaku itu. Yah tentu saja siapa lagi kalau bukan Erga.

Sebenarnya sejak kemarin Ameeza sudah usaha untuk membujuk Erga. Tapi, tapi nih bahkan baru saja rahang Ameeza terbuka laki-laki kaku itu sudah lebih dulu melengos pergi. Tak seperti saat dulu-dulu. Erga yang biasanya hanya diam di tempat tanpa menjauh, sekarang laki-laki itu bahkan benar-benar menjauh. Seolah Erga menegaskan bahwa Ameeza tidak usah lagi berurusan dengannya.

Beberapa hari setelah berbincang dengan Om Sidik, Ameeza juga masih berusaha membujuk. Hanya saja Ameeza tak membujuk secara terang-terangan. Kalau ia melakukan hal itu secara terang-terangan apa kata warga sekolah SMA Antares? Mungkin mereka bisa saja menduga kalau Ameeza tengah mengejar-ngejar Erga? Mengejar cinta Erga misalnya. Euw. Benar-benar menjengkelkan jika sampai ada gosip seperti itu.

Sekarang hari Jumat. Ameeza terdiam di kursi depan kelasnya usai menyapu kelas. Sebab nanti senin sudah mulai UAS. Tak terasa memang.

Kepala Ameeza mendongak, kemudian memejamkan matanya. Disaat seperti ini Ameeza tidak mau membuang-buang waktunya hanya untuk mengurusi Erga. Ameeza hanya ingin fokus menghadapi ujian. Sudah itu saja. Ta-tapi sial betul pikirannya sekarang jadi campur aduk. Sudah tidak beraturan. Sekuat apapun Ameeza menyingkirkan nama Erga dipikirannya. Nama itu tetap selalu berputar-putar memenuhi kepala. Cih, mengganggu sekali!

"Ouh, iya, Erga! Tolong isi dua ember ini, yah!"

Perkataan itu membuat kedua kelopak mata Ameeza terbuka sempurna. Ia menengok ke arah ambang pintu. Di mana Erga menganggukan kepala lantas pergi menjinjing dua ember kosong.

Ameeza refleks berdiri. Mengejar Erga yang sudah semakin jauh. Ketika kakinya sudah sejajar dengan langkah kaki Erga, Ameeza menyambar ember di tangan kiri Erga. Tanpa mau peduli dengan tanggapan laki-laki itu. Ameeza berjalan duluan ke arah toilet.

Di dalam toilet sepi. Ameeza menunggu Erga yang sedang mengisi di keran yang ada di salah satu bilik toilet. Erga melirik Ameeza seolah berkata, "Kenapa malah diem? Bukannya ngisi ember?"

Ameeza tak peduli. Erga masih diam menatap ember kecil yang sebentar lagi terisi penuh. Erga mematikan keran begitu penuh. Kini giliran ember yang Ameeza pegang. Perempuan itu segera meletakkannya di bawah keran. Lantas menyalakan keran, tidak full. Ia sengaja agar ember itu terisi lama.

Erga sudah akan keluar dari bilik toilet. Namun Ameeza menghadang langkah Erga dengan tangannya. Erga menurunkan embernya. Menatap Ameeza heran. Tapi, laki-laki itu tetap enggan bersuara.

"Ikut gue, yuk besok. Abis pulang sekolah."

Erga menggeleng.

Ameeza mengembuskan napas penat. Ia sedang berpikir kira-kira kalimat apa yang harus ia utarakan pada Erga agar laki-laki itu mengerti maksud dan tujuannya. Ameeza menatap Erga. "Gue tahu lo gak baik-baik aja. Pas di depan apotek waktu itu gue sempet liat tangan lo banyak bekas luka."

Walau Erga adalah laki-laki kaku, minim ekspresi. Tapi, untuk kali ini Ameeza bisa melihat ada guratan khawatir.

"Bukan maksud apa-apa. Gue cuma mau bantu aja."

Erga menatap Ameeza sangsi.

"Kondisi lo itu mengkhawatirkan. Walau gue gak tahu apa yang lo alamin. Gue tahu kalau lo lagi enggak baik-baik aja. Iya 'kan? Makanya gue mau ngajak lo ketemu sama Om gue. Siapa tahu dia faham."

Di dalam hati Ameeza merasa kalimat yang ia utarakan sudah benar dan pasti bisa membuat seorang Erga luluh. Namun, yang terjadi justru kebalikannya.

"Gak perlu," ujar Erga dingin. Laki-laki itu beranjak pergi setelahnya. 

Ameeza menahan sebelah tangan Erga yang bebas. Hanya seperkian detik sebelum Erga menepis tangan Ameeza kuat. Bahkan Ameeza tak tahu Erga akan bersikap sekasar itu, perlakuan Erga yang tiba-tiba membuat tubuh Ameeza limbung.

Erga tak sempat menarik tangan Ameeza, sehingga perempuan itu sudah lebih dulu jatuh terduduk. Siku Ameeza membentur tembok. Meski sedikit nyeri, Ameeza berusaha mengabaikannya. Perempuan itu berdiri sendiri. Ia tidak mau terlihat lemah dan seakan mengharapkan pertolongan atau simpati Erga.

"Sorry kalau gue terkesan memaksa. Niat gue gak jahat. Gue cuma mau bantu."

Selepas itu Ameeza pergi. Menyisakan Erga yang hanya bisa menghela napas pelan. Ia tak menyangka kekesalannya justru membuat orang celaka. Sungguh sebenarnya Erga tak ingin membuat perempuan itu celaka. Hanya saja Erga memang tak ingin dipaksa.

-oOo-

Belakangan ini Ameeza jadi emosial. Kenapa, yah? Apa karena memikirkan bagaimana caranya membujuk makhluk kaku itu? Bisa jadi.

Ameeza keluar dari kelas lesu. Memikirkan perihal UAS tadi membuatnya pening. Ia menyandang tasnya berjalan menuju parkiran. Namun, sebelum sampai di parkiran ekor matanya tanpa sengaja melihat Erga yang berjalan menuju gerbang depan. Entah kenapa feeling-nya mengatakan ini adalah salah satu kesempatan membujuk Erga.

Ameeza buru-buru mengejar laki-laki itu sebelum menjauh.

Erga tampak memasuki sebuah toko bunga. Kening Ameeza mengernyit. Tapi, setelahnya ia baru teringat. Mungkin saja laki-laki itu mau ke makam.

Sebuah taksi tiba-tiba melintas, Ameeza mengejarnya memberhentikan taksi itu. Ia menyuruh sang supir untuk menunggu sebentar dan memberitahukan alamat yang ia tuju. Setelahnya ia langsung berlari mengejar Erga yang sudah berjalan jauh. Ameeza menarik tangan Erga cepat, hingga Erga berbalik dan terpaksa mengikuti langkah Ameeza menuju taksi tadi. Berkali-kali Erga mencoba untuk melepaskan genggaman tangan Ameeza. Tapi, selalu gagal. Ameeza berusaha sekuat mungkin menahannya. Bisa pasti bisa!

Ketika tiba di samping taksi. Ameeza membuka pintu taksi, lantas mendorong Erga masuk ke taksi tersebut. Kemudian Ameeza masuk juga ke dalam taksi.

"Jalan, Pak." Ameeza sudah memberitahukan kemana mereka akan pergi tadi sebelum mengejar Erga. Dan Ameeza juga sudah mengechat Om Sidik barusan. Meskipun ia sempat mendapat penolakan dari Om Sidik karena omnya itu sedang konsultasi dengan orang.

Sepanjang jalan, Erga tak mengeluarkan suara apapun. Ameeza tahu, laki-laki itu juga pasti penasaran kemana ia akan di bawa. Tapi, karena memang dasarnya sudah ada niat untuk menjauhi Ameeza. Laki-laki itu jadi sangat enggan bersuara di hadapan Ameeza. Bahkan sekedar isyarat pun tidak mau.

-oOo-

AMEEZA (New Version)Where stories live. Discover now