35. Menyerah

326 41 15
                                    

-oOo-

Akhir-akhir ini Ameeza tidak terlalu sering bersama Melva. Lagi pula teman sebangkunya itu tak hanya berteman dengan Ameeza saja. Ameeza rasa ditinggal pun tak akan apa-apa. Tapi, kalau Ameeza bergabung dengan teman-teman Melva pun mereka tetap welcome. Jadi, yah sepertinya Melva sangat paham akhir-akhir ini Ameeza memang sedang sibuk mengurus sesuatu.

Yah, mengurus perasaan gue ke Erga.

Bibir Ameeza gatal ingin mengumpat. Tapi, untuk kedepannya kebiasaan buruknya ini harus dihilangkan. Yah, gara-gara kejadian kemarin pulang dari sekolah Ameeza langsung mencoret-coret tembok kamarnya lagi. Tidak hanya di tembok kamarnya, ia juga mencoret tembok ruang TV dan ruang tamu. Alhasil, kemarin Ameeza dimarahi habis-habisan oleh semua anggota keluarganya. Yah, memang keterlaluan, sih. Memang salahnya. Tapi, hanya itulah yang membuat Ameeza sedikit lega, hanya melalui coret-coretlah ia menghilangkan perasaan penat. Terlebih lagi, Bahar tak sengaja mendengar umpatan putrinya itu, jadilah mulai sekarang sepertinya Ameeza harus memilah kosa kata yang keluar dari mulutnya.

Kepala Ameeza sudah agak mendingan. Namun, masih terasa berdenyut-denyut. Jadi, Ameeza ke UKS.

Ketika pintu dibuka, Ameeza sempat melihat Shaula yang sedang mengobati seseorang. Entah siapa sebab tidak terlalu terlihat gara-gara gorden yang menghalangi wajah orang yang diobati.

"Isi daftarnya, yah," kata Shaula masih sibuk mengurus orang tadi.

"Iyah."

Shaula membuang kapas yang banyak bercak darah. Perempuan itu mencuci tangan di wastafel. Lantas menghampiri Ameeza yang sudah berbaring di kasur bersebelahan dengan orang yang baru saja Shaula obati.

"Lo sakit apa?" tanya Shaula. Ia mendekati lemari kecil berisi obat-obatan.

"Pusing."

Shaula mengambil obat sakit kepala, mengambil segelas air, dan sebungkus roti. Shaula meletakannya di meja dekat kasur Ameeza. Kebetulan Ameeza memilih kasur yang berada paling ujung dekat meja.

"Minum, gih," titah Shaula setelahnya ia duduk di kursi yang berada di ujung ruangan dekat dengan pintu.

Ameeza mengangguk.

"Kalau gitu gue tinggal dulu, yah. Entar adik kelas yang jaga."

Ameeza tak menjawab. Ia sibuk memejamkan matanya agar cepat tertidur.

20 menit kemudian.

Ameeza terbangun. Ia mengambil air putih yang masih tersisa setengah. Mengenggaknya hingga habis. Ameeza menatap sekeliling ruang UKS. Namun, tidak ada tanda-tanda petugas PMR di sini. Ameeza mengangkat bahu tak acuh.

"Ah, sial kepala gue masih pusing," kesal Ameeza memegangi kepalanya. Pandangannya jadi berputar-putar begini. Padahal sudah minum obat. Apa ia kurang tidur?

"Gara-gara banyak pikiran jadi sakit gini, ngeselin banget, sih!"

"Bisa-bisanya kemarin gue berprilaku kayak gitu, ah bodoh."

"Bener-bener bikin gue kesel, sih. Pengen lampiasin ke sesuatu. Tapi, apa? Samsak mungkin, yah."

"Kak Angga gak ngizinin pasti. Ah, gara-gara nilai gue anjlok lagi, nih."

Ameeza terus mengoceh panjang. Ia sedikit memejamkan matanya agar pandangan berputar-putar itu lenyap. Sepertinya cara itu cukup berhasil.

SRAK!

Gorden samping terbuka. "Heh berisik banget, sih, lo."

Ameeza membuka matanya. Ia menoleh. Sedetik kemudian tawanya meledak. "Haha ... sumpah lo kenapa, sih? Abis ngapain lo sampe bengkak-bengkak gitu. Pftt ... haha aduh perut gue sakit banget."

AMEEZA (New Version)Where stories live. Discover now