Bab 32. Janji Yang Ditepati

Start from the beginning
                                    

"Iya sih. Tapi, mama kasihan Lyodra kalau keluarganya berantakan di umur dia yang baru menginjak remaja. Rasanya nggak adil. Harusnya dia masih dimanja-manja gitu. Kayak dulu."

"Kan masih ada Kak Abe, Ma."

"Loh, Abe kan udah berangkat. Gimana sih kamu?!"

"Berangkat kemana?"

"Dia kan lanjut kuliah di Austria, minggu kemarin berangkat. Mama aja baru tahu beberapa hari setelahnya. Itupun dari Richard," jelas Nara panjang lebar. Wanita itu mencepol asal rambutnya, sore kali ini sedikit panas padahal pendingin ruangan sudah menyala dengan temperatur yang pas. "Masa kamu nggak tahu?"

Nuca menggeleng. "Ini baru tahu dari mama."

Nara memicingkan matanya curiga, "jadi benar, Lyodra nggak cerita apapun ke kamu? kamu ada masalah apa gimana sama Lyodra? Tumben kamu nggak tahu apa-apa."

Pertanyaan jebakan bagi Nuca Tidak mungkin ia menjawab dan jujur bagaimana hubungannya dengan Lyodra saat ini. Mamanya pasti akan kepikiran. Sama seperti beberapa tahun yang lalu. Saat Lyodra pergi tanpa alasan dan ia tidak tahu apa-apa.

"Mungkin Lyodra belum siap cerita, toh, Nuca nggak bisa memaksa juga kan?" ucap Nuca akhirnya.

"Makanya, mama bingung sama Lyodra. Dia tinggal sama siapa coba sekarang kalau Abe nggak ada. Masak sama mamanya, kan waktu dia kesini, dia bilang mamanya udah berhenti kerja. Nggak mungkin masih disini terus sedangkan papanya jarang di rumah."

Penuturan mamanya membuat Nuca bungkam, tidak dapat menjawab. Bayangan Lyodra tiba-tiba melesak dalam pikirannya. Meskipun sudah jarang bertegur sapa dan saling menghindar seolah tidak saling kenal ia dapat melihat banyak perubahan pada gadis itu. Matanya yang tidak lagi berbinar seperti sebelum-sebelumnya, raut wajah cerianya juga lenyap. Gadis itu lebih banyak diam dan menutup diri. Bahkan, ia sudah tidak pernah melihat Lyodra di kantin.

"Nanti.. nanti Nuca akan tanyakan. Semuanya. Ke Lyodra. Mama nggak usah kepikiran," ucapnya menenangkan. Meskipun, jauh di lubuk hatinya.. ia mulai merasa tidak tenang.

***

SEJAK kejadian di kelas waktu itu, Lyodra pikir Samuel akan terusan marah dan mogok bicara, ternyata masih sama seperti Samuel sebelum-sebelumnya. Pandai sekali berlaku seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Buktinya, sejak sore tadi lelaki itu pulang ke apartementnya. Hingga malam. Minta makan, minta dikerjain tugasnya, dan minta.. apapun. Pokoknya ia sudah seperti babu. Dan ia hanya mengikuti alurnya. Tidak banyak membantah dan menjadi seperti Samuel. Melupakan yang kemarin-kemarin dan menganggapnya tidak pernah terjadi apapun.

"Bikin samyang sana!"

Lyodra menghebuskan napas pelan, ia barusaja duduk dan Samuel memerintahnya lagi. Padahal, ia baru selesai meletakkan teh pesanan Samuel di meja. "Lo baru aja selesai makan, Sam."

Samuel menoleh dengan raut tidak suka. Ia berdecak, "bukan buat gue. Tapi lo."

"Gue nggak mau makan sam--"

"Cepetan!! gue mau lihat lo makan, yang pedes banget."

Lyodra menahan diri agar tidak emosi. Cowok kalau sudah diturutin kenapa malah ngelunjak sih? heran.

"Iya bentar. Gue mandi dulu habis itu masak."

"Sekarang, Lyodra."

"Tapi gue bau belum mandi dari tadi," ucap Lyodra.

Samuel berdiri dengan kaki menghentak di lantai. "Mandi sana, biar gue yang masak," putusnya. Sebelum beranjak jauh, ia kembali menoleh, "lo harus makan, habisin yang gue masak."

RetrouvaillesWhere stories live. Discover now