Twenty Four - Sweet Chaos

Magsimula sa umpisa
                                    

Bergegas mandi sambil menyalakan pengering, aku menggantung celana jeans dan sweter yang dipakai gadis itu, lalu menyalakan hairdryer sebagai sentuhan terakhir. Ia juga meletakkan tas selempangnya di sana, menjajarkan beberapa benda seperti ponsel, dompet, dan sebuah boneka beruang cokelat yang tak asing. Bang. Masih saja ia menyimpannya.

Setelah selesai, kulihat ia tengah duduk di sofa sambil menghadap televisi yang tak menyala. Sedangkan handuk masih menempel di rambutnya yang basah.

"Mau nonton? Nyalain aja!" ujarku lantas duduk di sampingnya hingga bahu dan lengan kami menyentuh satu sama lain.

Aku meraih remote dan memencet tombolnya hingga televisi di depan kami menyala. Tak lama, muncul sebuah acara musik dengan lagu yang tengah terlantun di depan sana.

"Oh! Itu Oppadeul," gumam Jieun.

Benar. Acara itu tengah menayangkan penampilan kami beberapa waktu yang lalu. Sedikit aneh rasanya melihat diriku sendiri terpantul di layar dua dimensi itu.

"Gimana rasanya liat Oppa di depan sana?"

"Mm ... aneh."

Jieun tertawa kecil, ia memiringkan kepala dan meletakkan tangan di dagu sambil melihat layar tak berkedip. Sementara aku malah lebih senang menontonnya saat ini. Tak ada yang lebih menarik selain sosoknya yang dilihat secara langsung setelah sekian lama.

"Apa kalau nyanyi mulut kalian harus nempel mic begitu, ya?" tanyanya tiba-tiba.

"Emang kenapa?"

"Gak apa-apa." Ia menggeleng. "Pasti bakal banyak fans yang berharap jadi mic," gumamnya pelan. Padahal masih bisa kudengar.

"Kamu juga?"

"A-apa, sih?" sanggahnya, walau kini kedua pipi pucat itu berubah kemerahan.

Aku meraih handuk di kepalanya dan membantunya menggosok rambut pendek sebahu itu.

"Aku bisa sendiri."

"Udah, biar aku aja!"

Ia tak lagi melawan dan hanya terdiam, membiarkan aku menyelesaikan kegiatan itu hingga rambutnya kering. Tiba-tiba saja rasa lapar menyerang. Ah, benar juga. Bukankah kami belum makan malam?

"Mau makan ramyeon?" tanyaku.

"Huh?" Jieun langsung menoleh ke arahku dengan wajah terkejut.

Mengapa ia terke– ah, jangan-jangan ia mengira aku mengucapkan maksud lain?

"This is misunderstanding," ucapku sambil melipat handuk dengan panik. "Tadi kamu lapar, kan? Di sini cuma ada ramyeon."

"Hah, oh, i-iya. Boleh."

Aku segera beranjak menuju dapur dan menyiapkan semua hal untuk memasak hidangan sederhana itu. Jieun mengekor dan berdiri di sampingku sambil membantu memotong daun bawang. Suasana hening. Hanya terdengar suara dentingan dari peralatan dapur yang kami pegang.

"Oppa suka pedas, kan?" tanya Jieun memecah keheningan.

"Um, mau bikin yang pedas?"

"Yep!" Ia mengambil beberapa buah cabai dari lemari es lalu memotongnya kecil-kecil.

Aku melihat pundaknya sedikit terbuka karena baju yang ia kenakan turun. Walau ragu, perlahan kunaikkan bagian leher itu hingga kembali menutup pundaknya. Ia segera menyadari hal itu dan membuat kami jadi salah tingkah.

"B-biar aku yang beresin semuanya."

"Kalau gitu aku siapin yang lainnya." Jieun beranjak dari tempatnya entah pergi ke mana.

WYLS | Park SungjinTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon