Twenty Four - Sweet Chaos

466 47 28
                                    


🌹🌹🌹

Hayolo, tumben author update-nya cepet, wkwk.

Aku kasih spin-off untuk chapter 'Twenty Four' kemaren.

Tapi, mianhamnida, ini rate ceritanya delapan belas pleus, ya! 🙇‍♀️🙇‍♀️🙇‍♀️

Jadi, buat pembaca yang masih di bawah umur boleh skip dulu, nanti balik lagi kalo umurnya udah cukup. Uhuk.

Mohon bijak dalam membaca. 🌹🌹

.
.
.
.
.
.

Twenty Four – Sweet Chaos

"Kamu lapar?" tanyaku saat perut gadis di sampingku ini berbunyi dengan keras.

Ia tak menjawab, hanya menutup wajah dengan sebelah tangan. Mungkin karena malu. Bisa-bisanya ia terlihat menggemaskan seperti itu.

"Aku juga. Kita belum sempet makan malam, kan? Yuk!" ajakku sambil kembali naik ke atas motor.

Ia mengangguk dan duduk di belakang sambil melingkarkan kedua tangannya di pinggangku. Ini jalan-jalan pertama kami setelah hampir satu tahun tak bertemu. Aku sama sekali tak menyangka, kami benar-benar bisa melewatinya seperti ini. Bohong kalau kubilang aku tak khawatir tentang bagaimana dan dengan siapa ia selama berada jauh dariku.

Aku melihat keadaan sekitar, mencoba mencari restoran terdekat agar kami bisa makan malam. Namun, karena aku tak melewati jalan besar, sedikit sulit rasanya untuk menemukan tempat yang masih buka dan ramai. Sesekali ia menempatkan dagunya di pundakku, tampaknya untuk mencoba melihat lebih jelas ke depan sana.

Kuputuskan untuk berbelok dan memasuki jalan menuju pusat kota. Tiba-tiba saja sebuah petir menyambar lalu hujan turun sangat lebat. Aish, hujan musim dingin yang selalu turun tiba-tiba.

"Oppa, hujan!" serunya.

"Aku tau," jawabku sambil mencari tempat untuk berteduh.

Baju kami sudah basah kuyup karena derasnya hujan. Kalau kami berteduh sekarang, mana mungkin aku membiarkannya dalam keadaan lapar. Lalu, jika kami masuk ke restoran, ia pun mungkin akan kedinginan karena baju yang kadung basah.

"Kita ke pulang ke rumahku dulu," ujarku setelah berpikir cukup lama.

Apartemenku memang hanya berjarak beberapa kilometer dari jalan ini. Setidaknya kami bisa mengeringkan baju lalu menukar motor dengan mobil untuk mengantarnya pulang kalau-kalau hujan tak kunjung reda. Aku membelokkan motor ke parkiran gedung, sementara tangan Jieun di pinggangku sudah terasa gemetar mungkin karena kedinginan.

"Kamu gak apa-apa?" tanyaku saat melihatnya turun dengan tubuh menggigil dan gigi gemeletuk, padahal jaketnya sudah sangat tebal.

Aku meraih tangannya yang juga terasa dingin. "Masuk dulu, biar gak masuk angin," ujarku.

Ia mengangguk dan mengikutiku berjalan menuju lantai di mana apartemenku berada. Aku menekan password hingga pintu terbuka dan mempersilakannya untuk masuk. Setelah menyalakan semua lampu, aku segera pergi ke kamar untuk membawa handuk dan beberapa helai pakaian yang mungkin saja bisa ia pakai.

"Ganti dulu, baju basahnya simpen aja di pengering."

"I-iya," jawabnya lantas berjalan menuju kamar mandi.

Sedangkan aku hanya menggosok rambut dengan handuk, menunggu giliran untuk menggunakan kamar mandi yang hanya ada satu di rumah ini. Tak lama kemudian Jieun keluar, ia sudah mengenakan kaos polos hitam dan celana pendek selutut milikku.

"Apa aku keliatan aneh?" tanyanya.

"Nggak, kok." Aku menggeleng lalu berjalan menuju kamar mandi sambil menahan senyum melihat sosoknya yang lucu mengenakan baju yang kebesaran.

WYLS | Park SungjinWhere stories live. Discover now