"Pakai aja sih!" bentak Rayyan sedangkan Shaka meringis kesakitan setelah luka disiku dan lengannya berhasil bergesekan dengan kain jaket.

Shaka tidak marah. Tidak akan pernah bisa. Karena Rayyan tidak tau dan tidak perlu tau bahwa banyak hal tentang tindakkannya yang dapat membahayakan dirinya sendiri. Namun Shaka menyayangi Rayyan, hingga tidak tega untuk menolak kekerasan kepalanya.

Enggan menolak lagi, Shaka akhirnya hanya mengikuti dan segera melanjukan motornya pulang kerumah sebelum rintik hujan menghujam bumi dengan beringas.

***







Hujan akhirnya turun. Untungnya, Shaka dan Rayyan berhasil tiba di rumah dalam keadaan kering. Kedua orang tuanya tidak ada dirumah, padahal biasanya jika telat begini, mereka akan berdiri di ambang pintu dengan pedang tak kasat mata tersampir dipunggung Ayahnya.

Shaka terbaring diatas kasurnya dengan pikiran melayang jauh.

Tentang kejadian tadi siang, jam pulang sekolah.

Saat itu motornya baru keluar gerbang sekolah, jalanan tengah sepi saat ia melajukan motor dengan kecepatan sedang hingga mobil Avanza hitam berkendara didekat motornya, terlalu dekat hingga berhasil menggoyahkan motornya dan membuat tubuhnya terseret cukup jauh. Hingga mampu mmbuatnya pincang sekarang ini.

Shaka tidak sempat melihat platnya, namun yang membuatnya kepikiran hingga buku biologi didepannya kini terasa kosong adalah pergerakkan mobil itu. Bagaimana jalanan raya seluas itu dan sesepi itu membuat mobil hitam itu bergerak kearahnya yang berada ditepi jalan hingga seolah sengaja menyesaknya hingga jatuh. Shaka tidak marah, ia hanya ingin tau lalu melaporkannya kepolisi.

Meskipun dirinya tidak berharga bagi orang lain, setidaknya ia berharga untuk dirinya sendirikan?

Hingga lamunannya terbuyarkan oleh pintu yang dibuka perlahan oleh sibungsu dengan wajah datarnya.

"Eh...buatin gue mie dong," katanya, kepalanya setengah muncul dari balik pintu.

"Mama mana?"

"Gak ada. Mereka belum pulang dari tadi," jawab Rayyan kemudian menghilangkan diri setelahnya. Saat Shaka menyusul dengan lambat, tau-tau anak itu sudah duduk manis didepan televisi dengan kuaci dipangkuan.

Shaka melirik jam didinding, nyaris pukul 9. Yaa, ia masih punya setengah jam untuk membuatkan adik manjanya mie instan terlebih dahulu. Lagi pula dimana dua sejoli itu, benar-benar tidak biasanya mereka tidak dirumah jam segini. Mungkin Papa bisa beralasan lembur atau yang Shaka tau, menghabiskan waktu dan uang dengan selingkuhannya. Tapi Mama? Wanita itu selalu menutup butik jam 5 sore dan pulang kerumah lebih dahulu sebelum ia dan Rayyan pulang sekolah.

Sekilas, Shaka melirik luka yang tergores cukup panjang ditepi lututnya sambil berdesis. Kakinya kini benar-benar sakit ditekuk. Begitupun dengan lengannya, bisa dibilang ia kesusahan saat memasak. Kenapa sih Rayyan begini saja tidak bisa? Rutuknya dalam hati.

Sampai semangkuk mie instan itu sampai dihadapan Rayyan yang dengan segera ia tandaskan, satu pesan masuk dari Mahen membuat Shaka segera membuka ponselnya tanpa pikir panjang.

Bang Mahen

Sorry, malam ini ga jadi.

Gue ada urusan.

Semoga lo baik-baik aja.

Hehe, ga papa.

Gue, ok. Tapi lain kali kudu jadi ya!

Shaka's Ending ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang