—Rahasia"

Saat keterkejutan bahkan masih menguasai pikirannya, Atilla tak sadar bahwa dirinya telah jatuh tersungkur karena menabrak seorang siswa yang juga sibuk memainkan ponsel hingga tak memperhatikan jalan.

"Aduh, Duta! Kalo jalan liat-liat, dong!"

Duta terkekeh. "Sorry, sini gue bantuin," Duta lalu menarik tangan Atilla agar lebih mudah untuk berdiri.

Atilla menepuk-nepuk rok bagian belakang, sambil menyembunyikan wajahnya yang entah kenapa akhir-akhir ini terlalu mudah bersemu merah.

"Lo nggak apa-apa?" tanya Duta memastikan, yang kemudian dibalas Atilla hanya dengan gelengan singkat.

"Mau ke mana emang? Kok kusut gitu?"

"Gue disuruh Bu Guru kriting itu tuh, buat bersihin kamar mandi. Terus pas ke sana pembersih lantainya abis. Biasanya sih kalo gitu gue disuruh minta ke Pak Amin,"

Duta menahan tawanya agar tak meledak. "Bu Guru kriting? Maksud lo Bu Christin?Gokil lo, ya. Hahaha. Yaudah, gue bantuin ya?"

Atilla buru-buru menggeleng. "Jangan! Lo kan belajar,"

"Ah, belajar mah nomor dua kalo pilihan pertamanya itu habisin waktu sama lo,"

Untuk kesekian kali, pipi Atilla bersemu merah. "Yaudah, sih, kalo emang nggak nyusahin,"

Duta tertawa renyah. "Justru dengan senang hati gue bantuin lo, Atilla..."

Kemudian mereka menyusuri lorong sekolah yang sepi, menuju tempat Pak Amin.

• • •

Aline kembali ke kamarnya saat memastikan bahwa masakannya telah tertata rapi di atas meja ruang makan. Dia tak lagi peduli kalau saja makanan itu akan tersentuh oleh Atilla atau tidak. Dia hanya menjalankan kewajibannya sebagai seorang Ibu.

Aline menekan beberapa angka di layar ponselnya.

"Halo? Ini siapa?" sapa seseorang yang menerima telepon dari sana.

"Saya..." Aline memejamkan matanya, seolah dengan itu keberanian dan tekadnya akan terkumpul. "...Aline. Bisa kita ketemu sekarang? Saya ingin bicara empat mata."

"Untuk apa lagi? Belum puas kamu hancurin saya?"

"Kita harus bicara. Saya mohon kamu mengerti, dan mau dengarkan penjelasanku." Tanpa mengatakan kalimat salam apapun, Aline langsung menutup telepon.

• • •

"Capek juga ya ternyata," Duta menghela napas, lalu badannya melorot turun untuk berjongkok dengan posisi tersandar di dinding.

Atilla menaruh kain pel ke tempat semula saat semuanya ia rasa cukup dan selesai. "Kan gue udah bilang, nggak usah bantuin."

"Gue aja yang cowok, kerjanya berdua sama lo, masih ngos-ngosan kayak gini. Gimana jadinya kalo lo yang cewek, terus kerjanya sendirian? Lo malah pingsan yang ada,"

Atilla diam, lalu mengambil posisi jongkok tak jauh dari tempat Duta. "Emang lo sepeduli itu?"

Duta menoleh, menatap Atilla dengan hangat. "Kelihatannya gimana?"

CephalotusWhere stories live. Discover now