Helaan nafas berat kembali lolos dari bibir Shaka saat mengingat selama ini semuanya baik-baik saja. Semuanya berjalan normal, dan Papa yang begitu rapi menyimpan dustanya.

Kepalanya kembali diserang pening saat memikirkan semuanya, banyak kebahagiaan orang lain yang dipertaruhkan di sini. Mama, Rayyan dan mungkin juga Papa tidak bahagia selama hidup dengan Mama. Tapi Shaka masih ingat bagaimana Papa memohon untuk kembali saat surat perceraian itu sampai ditangannya. Papa pernah menyesal dan begitu mencintai Mama setelahnya. Lalu apakah semuanya hanya kepura-puraan? Lalu untuk apa?

Shaka melirik rotan yang disimpan rapi diujung sana. Tiba-tiba saja ia jadi menginginkannya. Tiba-tiba saja ingin rotan itu kembali mendarat dipunggung. Tiba-tiba saja sakit dihatinya mengalahkan sakit dipunggungnya yang bahkan membuatnya susah tidur berhari-hari. Ada yang lebih parah ketimbang biru-biru dibelakang sana.

Lalu saat pintu terbuka dan menampakkan Harun dengan wajah yang sudah menegang tepat setelah maniknya bertemu dengan milik Shaka, seperti putra sulungnya adalah musuh yang ingin segera ia musnahkan agar tidak mengganggu semua rencananya.

Semenjak kakinya menginjak ruangan ini, Shaka sudah siap menerima perlakuan temperamen Harun. Setelah bertahun-tahun, ia sudah terbiasa dengan sikap kasar yang ia lemparkan pada Shaka dengan alibi untuk membentuk Shaka yang kuat mental. Well, meskipun sedikit berkerja dan banyak merusak.

Maka dari itu, ia sama sekali tidak kaget saat langkah kaki Harun mendekat dan mendaratkan telapak besar tangannya dileher sang putra, ia bahkan menekannya, menghambat saluran nafas Shaka hingga membuatnya terbatuk-batuk.

"Coba ulangi, kamu bilang apa tadi siang?" ucapnya datar, dan cekikannya perlahan melonggar. Seolah membiarkan Shaka membuka suara.

"A..aku liat Papa sama tante Miranda..eugh--,"geluh Shaka sesaat setelahnya Harun kembali menekan lehernya dengan kedua tangan, membuat yang dibawahnya semakin meringis dalam diam.

Ayahnya ini ingin membunuhnya atau apa?

Kemudian tidak butuh tenaga banyak untuk menghempas tubuh ringkih Shaka kelantai dingin ruangan kerja Harun. Menghentaknya sekali, anak itu sudah terpental jatuh kelantai.

Langkah marah Harun membawanya kesudut ruangan, dan kembali membawa rotan panjang itu kehadapan Shaka dengan rahang yang belum mengendur sama sekali. Marahnya masih diubun-ubun.

"Lalu mau kamu apa?" tanyanya.

"Tinggalin tante Miranda, Pa. Kasian Mama sama Rayyan. Kalau mereka tau, nanti mereka benci sama Papa," jawab Shaka tegas, karena dari awal ia mengumpulkan keberanianya untuk mengatakan ini. Bahkan setelah maniknya menangkap benda panjang itu dan sudah menebak kejadian selanjutnyapun, sejauh ini keberaniannya masih banyak.

Namun rotan panjang itu justru mendarat dipunggung Shaka dengan beringas. Harun menarik baju putranya sampai terlepas, lalu memamerkan rotannya pada punggung Shaka sekali lagi. anak itu meringis tanpa berniat untuk meminta Papanya berhenti, padahal punggungnya baru menambah koleksi biru baru.

Anak itu memekik dan meringis. Tidak akan ada yang tau, ruangan ini kedap suara. Bahkan dalam keberaniannya sendiri, hatinya teriak meminta sang Papa berhenti.

"Dengar Shaka! Tugas kamu adalah menjaga Rayyan dan Nadin supaya berita Miranda gak sampai ketelinga mereka."

"Kalau mereka tau, kamu yang harus tanggung jawab! Kamu dengar, nak?"

Gak adil. Gimana kalau mereka tau bukan dari Shaka? Jeritnya dalam hati.

"Papa harus tinggalin tante Miranda. Titik!" sergah Shaka yang justru memancing temperamen Harun menjadi-jadi.

"KENAPA KAMU GAK MAU DENGAR KATA PAPA, SHAKA?!"

"Papa kenapa selingkuh sama tante Miranda?! Kasian Mama sama Rayyan."

"Makanya jangan sampai Mama tau, Papa akan tinggalkan Miranda kalau kamu janji sama Papa akan jaga rahasia ini. Ngerti?"

"Janji?" tanya Shaka, suaranya kini terdengar lebih tenang meskipun Harun didepannya tetap berapi-api dan tegang.

Hal itu membuat rambutnya ditarik kuat dan tangan Harun dengan ringannya menampar pipi Shaka dengan seluruh tenaganya, membuat sang putra memekik kesakitan. Bahkan saking kuatnya tamparan Harun membuat robek diujung bibir Shaka.

Satu yang membuat Shaka takut setelahnya.

Karena ia mulai merasa kelelahan.

Harun melempar rotannya setelah menghadiahi Shaka tiga kali ciuman rotan dipunggungnya. Seolah aduhan anak itu membuatnya semangat untuk melayangkan rotan lebih keras lagi.

"Shak, kalau hal ini sampai ke Nadin. Hukuman kamu lebih dari sekedar rotan. Dan Papa gak mau hal itu terjadi sama kamu."

"Jaga rahasia Papa baik-baik ya?" ujarnya lembut, sanggup membuat bulu Shaka merinding seketika. Ayahnya ini psikopat atau apa? Ia tidak tau, tapi dugaanya Harun mengidap bipolar akut.

"Tapi janji bakalan tinggalin tante Miranda?" namun bukannya menjawab, pria itu justru melepas rematannya pada kepala Shaka dengan cukup kencang dengan hela nafas kasar sari bibirnya.

Kemudian saat Papa berjalan menjauh dan sekitar lima menit ia kembali lagi dengan plaster ditangan, ia bahkan menempelkannya dengan telaten ditulang rahang Shaka yang memerah, ia juga memberi obat merah disudut bibir Shaka setelah membersihkan lukanya.

Dan satu lagi yang membuatnya kaget adalah bagaimana Papa memutar tubuhnya dan sensasi dingin dan perih menyambar punggungnya seketika.

Papanya mengoleskan salep untuk karyanya sendiri.

Ia ataupun Tuhan mungkin sudah terlalu bosan untuk mendengar keluhan dari bibir Shaka tentang hal yang sama.

Tuhan, aku harus apa?





________________________

Aku bingung mau kasi cast siapa :( jadi terserah kalian aja bayanginnya siapa, dan aku bakalan kasi ilustrasi kartun atau manga2 yang bisa menggambarkan situasi, hehe.
Ditag juga aku tag jeno&jisung atau soobin dan adenya gatau siapa wkwk. Pokoknya seimajinasi kalian aja dah.

Tetap sehat dirumah ya 💜
Stay safe.

Sun. Jun. 21
-HR 💛

Shaka's Ending ✔Onde histórias criam vida. Descubra agora