BAB 10

421 138 34
                                    

"Ada hati yang terluka, namun berusaha untuk terlihat baik-baik saja."

***

Samuel melemparkan tas ranselnya ke sofa. Ia lalu menghempaskan tubuhnya. Samuel menghela napas. Ia kembali teringat dengan sikapnya pada Kanna ketika di ruang musik.

Mengapa dia melakukan itu? Ada apa sebenarnya? Berkali-kali Samuel bertanya pada dirinya sendiri. Ia merasa ada yang aneh dalam dirinya.

"Den, ada paket."

Samuel menoleh ke arah Narmi. Dahinya bergelombang. Paket? Dia tidak memesan apa-apa.

Samuel beranjak. Ia menghampiri Narmi. "Paket dari siapa, Bi?" tanya Samuel.

"Bibi gak tau," jawabnya.

"Paketnya ada di mana?" tanya Samuel.

"Di kamar."

Samuel segera melangkahkan kakinya menuju kamar. Ia penasaran paket dari siapa. Dan, apa isi paketnya?

Samuel melihat kardus berukuran kecil di atas meja belajarnya. Ia segera berjalan ke arah meja belajar. Samuel memegang kardus itu.

Di atas kardus itu tertulis nama panggilan kecilnya. Wajah Samuel mengeras. Ia sudah menebak siapa pengirim paket itu.

Samuel membuka kasar kardus itu. Samuel mengeram. Isi kardus itu membuat amarah dalam hatinya. Ia membuang kardus itu kasar.

Napasnya memburu. Wajahnya mengeras karena amarah. Samuel memukul meja belajar dengan keras. Ia tidak memperdulikan luka pada jari-jarinya.

***

Di lain tempat, Kanna memperhatikan figura berisi ia, Bunda, dan Papahnya. Mereka bertiga nampak bahagia. Tanpa terasa air mata Kanna menetes.

Ia merindukan keharmonisan keluarga. Ia rindu berkumpul bersama Bunda dan Papahnya. Ia merindukan kecupan kening dari Papahnya. Dan, Kanna rindu masakan dari Bundanya.

Kanna menghela napas. Itu semua tidak akan terjadi lagi. Keluarganya telah terpecah belah. Kanna ditinggal seorang diri.

"Kanna kangen kalian yang dulu," lirihnya.

Kanna memeluk figura itu. Ia seolah merasakan dekapan dari Bunda dan Papahnya. Kadang Kanna merasa keduanya ada. Walau raga mereka tidak ada.

Kanna lebih memilih hidup sederhana tanpa berkelimang harta. Ia hanya ingin keluarganya utuh. Tidak seperti sekarang ini.

Suara dering ponsel mengalihkan perhatian Kanna. Kanna segera menghampiri ponselnya yang berada di nakas. Bundanya ternyata yang menelepon Kanna.

Kanna segera mengeser tombol hijau. Suara sang Bunda belum terdengar walau sudah tersambung. Kanna memeriksa sambungan terlebih dulu.

"Hallo, Bunda?"

"Sayang, kamu lagi apa?"

Kanna menghela napas. Tidak mungkin Kanna menjawab sedang memikirkan keluarga yang dulunya harmonis sekarang menjadi miris. Ia masih bungkam.

Lanna di luar sana dapat mendengar helaan napas Kanna. Ia merindukan putrinya. Lanna memejamkan mata sejenak. Keputusan yang dia dan Chandra buat telah salah.

"Kanna?"

"Bunda lagi di mana?"

Lanna tidak menjawab. Lanna mengigit bibir bawahnya. Harusnya sebelum pergi ia membawa Kanna bersamanya bukan malah meninggalkan Kanna sendirian. Lanna merasa bersalah.

TENEBRIS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang