BAB 49

156 21 0
                                    

"Hati tau mana tempat paling nyaman untuk menetap."

***

Marchel tengah menunggu seseorang yang ingin ia temui. Pasalnya ia dan orang tersebut sudah sangat lama tidak bertemu. Marchel sudah lama menantikannya

"Semoga kita ketemu," monolog Marchel.

Sesekali ia melihat ke arah pintu masuk, mengecek apakah orang yang ia temui sudah datang. Namun, sudah lebih dari 30 menit orang tersebut belum juga datang.

"Ke mana sih?" gerutu Marchel. "Mana mungkin Bunda Hera bohong soal dia."

Marchel tengah melihat-lihat isi panti yang sudah banyak berubah. Walau ia hanya tinggal sebentar di panti, tapi rasanya Marchel tidak bisa melepaskan diri dengan panti.

"Marchel," panggil Bunda Hera.

Marchel menoleh. "Ah? Iya, Bund?"

Bunda Hera tersenyum hangat. "Ada hal yang ingin Bunda sampaikan sama kamu." Bunda Hera menujuk ruang tamu untuk berbicara dengan Marchel.

Marchel duduk di ruang tamu dengan segala pertanyaan yang ada. Tidak biasanya Bunda Hera seperti ini.

Bunda Hera mengambil sebuah amplop dengan berbagai warna. Marchel mengerinyit binggung dengan maksud Bunda Hera.

"Kamu pasti binggung ya?"

"Iya," jawab Marchel sedikit terkekeh.

Bunda Hera menghela napas. "Bunda gak tau, apa kamu akan percaya atau tidak. Tapi, untuk hal ini tolong kamu percaya."

Melihat tingkah Bunda Hera yang tidak biasa, Marchel semakin binggung. "Maksud Bunda apa? Marchel pasti percaya sama Bunda."

"Ini soal keluarga kamu, keluarga lama kamu."

Mendengar hal itu tentu membuat Marchel terkejut. Sudah lama sekali Marchel tidak pernah mendengar tentang keluarganya.

"Mereka kenapa?" tanya Marchel dengan terbata-bata.

Bunda Hera memegang lengan Marchel. "Kamu gak papa?"

Marchel mengangguk. "Gak kok, Bunda bisa cerita."

"Bunda tau gimana kehidupan kamu, Bunda tau kamu terluka karena keluarga kamu sendiri. Tapi Marchel, ada satu orang yang masih menanti kamu dan orang itu yang memberi Bunda surat-surat ini untuk disampaikan ke kamu."

Marchel menatap surat dengan berbagai warna. "Siapa?"

"Adik kamu."

Marchel langsung menoleh ke arah Bunda Hera. "Apa? Bunda gak salah?" tanya Marchel memastikan kembali.

Bunda hera mengeleng. "Enggak, dia sering ke sini entah saat kamu ulang tahun atau ketika dia sedang banyak masalah."

Marchel terkekeh tidak percaya. "Bunda, dia gak mungkin ngelakuin itu. Dia sendiri yang udah buat Marchel pergi dari rumah."

"Dia gak seperti itu," jelas Bunda Hera. "Dia sangat merindukan kamu, Marchel."

Marchel mengambil salah satu surat pemberian adiknya. Air matanya menetes membaca setiap kalimat dari adiknya.

Kak, apa kabar? Kapan kakak ke rumah? Rumah gak kayak dulu lagi semenjak Papah dan Kakak gak ada.

Mamah banyak berubah, dia lebih perduli dirinya sendiri. Mamah berpura-pura jadi sosok Ibu yang baik untuk aku.

TENEBRIS Where stories live. Discover now