'Sebelas'

10 0 0
                                    

Niatku untuk membicarakan tentang Kayara pada Jingga ku urungkan. Sudah tiga hari, Jingga sedikit cuek padaku dan lebih sering menghabiskan waktunya diluar kelas. Ngomong-ngomong soal Kayara, dia sudah tahu kalau aku sekolah disini. Tadinya, aku tidak ingin bertemu dengannya, tapi dunia tidak seluas yang kubayangkan. Kami berdua berpapasan di koridor dekat kantin.

"Loh? Bertha? Lo sekolah disini?" Tanya dia. Tidak berubah. Rambutnya masih dicat setengah dengan warna biru. Sebenarnya, di sekolah ini tidak diperbolehkan untuk mewarnai rambut, tapi orang tua Kay punya peran penting disekolah ini, jadi ada kemungkinan dia bisa melakukan apapun yang dia inginkan walaupun dia adalah murid baru.

"Iya." Tidak perlu banyak bicara, aku pamit. "Aku duluan."

Sepertinya, dugaan ku tentang Kay adalah 'dia' nya Jingga benar. Tapi entahlah. Untuk kali ini, aku tidak ingin mengurus tentang apapun itu. Aku butuh makanan untuk mengisi perutku.

Nah! Ada Jingga! Dia lagi berdiri sendirian. Apa dia sedang menunggu ku? Jangan geer dulu, siapa tau dia sedang menunggu teman yang lainnya.

"Hai Jingga!" Dia menoleh ke arah ku dengan wajah yang tidak berubah.

"Hai. Ada apa?"

"Kamu mau ke kantin?"

"Iya."

"Mau bareng gak?"

"Ga perlu." Dingin. Sangat sangat dingin. Semenjak Kay-murid baru itu datang, Jingga menjadi dingin padaku dan yang lainnya. Mungkin itu perasaan ku saja atau memang aslinya Jingga orang nya dingin.

"Tumben, biasanya ka-"

"Jingga!" Kay datang dengan wajah tersenyum bahagia. Begitu juga dengan Jingga. Senyumannya yang biasanya dia tunjukkan padaku setiap kali mengantarkanku ke sekolah, tapi sekarang semua itu perlahan pudar dan seolah menjadi asing lagi lalu senyuman itu berpindah ke lain tempat.

"Eh, Kay. Mau ke kantin?"

"Iya nih. Kantin yuk, Ga?"

"Yuk." Oke, aku terabaikan. Jingga dan Kay jalan berdua ke kantin. i'm fine, i'm ok.

Tiba-tiba, Kay berhenti dan balik ke arahku yang masih diam ditempat melihat mereka berdua asik berargumen.

"Ta, ayo ke kantin bareng!"

"Ah, ga usah. Aku bawa bekal, aku ke kela-"

"Udah ah! Ayo! Hari ini gue yang traktir." Kay menarik tanganku. Dan aku berdiri disamping Kay yang sedang berdiri disamping Jingga dengan rasa bahagia.

Aku duduk sendiri dengan sepasang manusia yang sedang menebar tawa.

"Lo mau makan apa, Ta?"

"Ga perlu, Kay. Aku balik ke kelas aja." Baru aku ingin berdiri, sekarang gantian Jingga yang menahan tanganku.

"Diem aja disini." Sangat dingin.

Aku ingin pergi, tapi sulit. Aku tetap diam disini, hati ku makin hancur. Diri ini bingung harus memilih mana yang lebih baik.

"Makan bakso aja ya?" Jingga mengangguk. Aku diam. Lebih baik diam, dari pada banyak tingkah tapi buruk dimata Jingga.

Kay pergi ke tempat bakso. Dan yang ada diatas meja hijau panjang ini hanyalah aku dan Jingga yang sedang berhadapan. Biasanya, dia akan memulai topik, memberi canda tawa, membuat jantungku membludak seketika, dan mengukir senyuman dibibirku. Tapi sekarang? Dia hanya diam memandang sudut-sudut kantin.

"Jingga." Dia hanya menaikan alisnya. "Aku boleh jujur?" Dia mengangguk singkat. "Kamu berubah." sedikit lega karena aku sudah bisa mengeluarkan dua kata yang mengganjel di lubuk hatiku.

KALANELLAWo Geschichten leben. Entdecke jetzt