'Sembilan'

6 1 0
                                    

Akhirnya, aku sudah menduduki bangku kelas 12. Itu artinya, aku sudah menjadi senior. Haha. Senior ya? Senior yang selalu tersakiti.

Lagi lagi aku harus duduk dengan sosok yang tidak pernah membuatku kecewa. Jingga.

"Ta, nanti pulang sekolah, kita makan dulu. Mau?"

"Mau. Tumben sekali, ada apa?"

"Ya cuman mau ajak lu makan aja, boleh ya?"

"Boleh kok. Makan apa kita?"

"Apa saja. Pastinya yang buat lu kenyang"

"Boba!"

"Boleh"

"Kebab turki!"

"Boleh"

"Sate madura!"

Jingga terdiam. Entah kenapa.

"Loh, kok diam? Aku salah ngomong ya?"

"O-oh, enggak kok! Lu ga salah"

"Ada apa, Ngga?"

"Gue mau cerita dikit, boleh kan?"

"Silahkan"

"Sate Madura itu adalah makanan yang paling disukai sama dia. Dia itu yang selalu buat gue senang terus kalau didekatnya. Gue udah sempat cerita sama lu beberapa bulan yang lalu, 'kan?"

Aku perlu sakit hati atau diam saja? Jujur saja, aku tidak terlalu suka jika Jingga mengingat masa lalunya yanh terkesan lebih bahagia dibandingkan denganku.

"Gitu ya?" Dia hanya mengangguk dan terdapat senyuman kecil di wajahnya. Kenapa Jingga harus memilihku untuk menjadi kekasihnya, padahal ada kemungkinan besar dia sepertinya masih menyimpan rasa pada dia yang membuatnya sangat bahagia di masa itu. Tapi ini hanya sebatas perasaanku saja.

Siapa tau, dugaan ku salah?

"Sudah ah, kerjain lagi yuk?" Gantian aku yang mengangguk.

**

Sesuai yang dikatakan Jingga, kami berdua pergi ke tempat makanan di pinggir jalan. Kami memilih tempat seperti ini karena, ya.. Hanya tempat ini yang cukup di kantong kami berdua. Belum waktunya aku dan Jingga makan di restoran mahal, mana ada aku uang sebanyak sultan-sultan yang bisa makan di restoran ternama?

"Makan apa, Ta?"

"Kan kita ada di tempat sate madura, ya kita makan sate madura aja. Gimana?"

"Oh iya, lupa gue."
"Ayam apa kambing?"

"Aku sukanya ayam."

"Ga kambing?"

"Kambing bau"

"Kayak lu, bau kambing! Haha"

"Ah apasih, kamu bau kebo. Molor mulu" Aku mencubit tangan Jingga pelan, pelan loh, tapi dia merintih kesakitan.

"Sakit, njir!"

"Maaf, ga sengaja tapi niat. Hehe"

"Bocah" Jingga menyentil jidatku.

Tak lama, pesanan ku dan Jingga datang. Sate ayam 10 tusuk dua porsi untukku dan Jingga.

"Makan tuh yang becus. Belepotan kemana-mana udah kayak bayi aja." Jingga mengusap ujung bibirku yang sepertinya penuh dengan bumbu kacang. 

Sial. Aku teringat lagi dengannya saat di dalam metro mini dikala itu. Kenapa dia selalu muncul dalam benakku disaat yang tidak tepat?

"Jingga"

KALANELLAWhere stories live. Discover now