°26°

33K 4.1K 69
                                    

Mei Yue mendengus kesal. Ia penasaran dengan ketiga saudaranya yang tiba-tiba datang ke kediamannya dengan alasan ingin makan malam bersama. Tentunya ia tidak sebodoh itu. Ia yakin, pasti ada sesuatu yang ingin mereka bahas.

"Ada apa?" Tanya Mei Yue, membuka topik pembicaraan. Ck, ia paling tidak suka basa-basi. "Katakan apa yang ingin kalian katakan," ucapnya dengan nada dan ekspresi datar.

Sementara itu, di ruang roh sana, Ya Jun ikut merasa kesal.

"Bolehkah aku memukul mereka, tuan? Mereka terlalu banyak basa-basi!"

"Silahkan saja. Tapi, setelah itu aku yang akan memukulmu!"

Seketika nyali Ya Jun langsung menciut. Ia lupa kalau tuannya itu sangat menakutkan.

"Kak, sepertinya kau tidak suka basa-basi," celetuk Su Yu yang diakhiri dengan kekehannya yang menyebalkan.

"Itu kau tahu!"

Yi Fei berdeham pelan, membuat dirinya menjadi pusat perhatian ketiga saudaranya. "Kakak pertama, silahkan bicara," katanya membuat yang lain menatapnya datar. Mereka kira pria itu akan menjelaskan sesuatu.

Yuwen menghela nafas kasar. "Ibu Suri, selir Fu, dan putri Yihua akan kembali seminggu lagi," katanya, memberitahu.

"Selir Fu? Setahuku selir Fu sangat baik pada Putri Mei Yue. Bahkan ketika sang Putri sedang sakit, dia yang merawatnya. Sayang sekali dia harus ikut dengan Ibu Suri, jadi tidak ada lagi orang di istana yang peduli dan mengasihani putri ini," batin Mei Yue. Tatapannya berubah sendu. Ia bisa merasakan kesedihan dan penderitaan yang dialami oleh Putri Mei Yue. Rasanya, seperti ia sendiri yang mengalami semua penderitaan itu.

"Aku harap, kalian bisa menjaga sikap. Jangan berbuat sesuatu yang akan menyulut emosi Ibu Suri," sambung Yuwen penuh peringatan. Ia menatap Mei Yue dengan ekspresi serius. "Terutama kau, Mei Yue."

Mei Yue mengerjab, tersadar dari lamunan singkatnya. Kemudian, ia mengibaskan tangannya. "Jangan khawatir—"

"Aku serius," potong Yuwen cepat.

Mei Yue memutar bola matanya, malas. "Ck, aku juga serius," decaknya. Padahal ia tetap mendengarkan dengan baik peringatan dari Putra Mahkota itu. Jadi, mengapa pria itu tidak mempercayainya dan meragukannya?

"Aku percaya kalau kau serius. Tapi, aku tidak percaya kalau kau bisa menjaga sikap."

"Ya Jun, tutup mulutmu atau aku akan membuatmu menjadi burung panggang!"

Burung panggang? Serius?

"Nenek pasti akan mencarikan jodoh untuk kita, setelah dia kembali nanti," ujar Yi Fei. Terselip kekesalan pada nada bicaranya.

Su Yu mengangguk, setuju. "Yang jelas, nenek akan mengutamakan kakak pertama."

"Tentu saja. Itu karena dia seorang putra mahkota."

"Aku jadi penasaran, kira-kira siapa yang akan dijodohkan dengan kakak pertama?"

"Mungkin Putri dari kerajaan lain, atau Putri seorang pejabat."

"Kakak pertama harus menikah dengan wanita yang berstatus tinggi, atau dari keluarga yang berpengaruh. Itu akan membantu kepemimpinannya kelak."

Yuwen mendesis kesal. Telinganya panas mendengar celotehan tidak jelas dari ketiga adiknya itu.

Menyebalkan.

Dengan emosi yang tertahan, Yuwen bangkit dari duduknya, membuat atensi ketiga adiknya itu beralih padanya.

"Mau kemana kau?" Tanya Yi Fe, namun tidak dijawab oleh Yuwen. Ia menghela nafas, kemudian lanjut bicara. "Duduklah kembali. Kita bahkan belum mulai makan malam."

"Kita jarang punya waktu untuk bersama. Jadi, waktu sesingkat apapun harus kita manfaatkan untuk berkumpul bersama. Ya, seperti makan malam kali ini," ucap Su Yu. Pangeran keenam itu seperti sedang menggurui kakak pertamanya.

"Kau menggurui ku?" Tanya Yuwen dengan nada dan tatapan tajam yang menusuk. Dengan terpaksa, ia kembali duduk di kursi yang ditempatinya sebelumnya.

"Tidak, bukan begitu maksudku." Su Yu mengerti, kakak pertamanya itu pasti kesal.

Tadi Mei Yue juga sempat membaca pikiran Putra Mahkota dengan kemampuan istimewanya yang lain—Mata Darah. Ternyata, Yuwen kesal karena mendengar celotehan mereka yang membahas tentang rencana perjodohannya.

Malam itu mereka habiskan dengan makan bersama sambil sesekali bercanda, melempar senyum dan tawa, ataupun menjahili Su Yu.

Jujur, mereka bahagia seperti ini. Mereka ingin terus bahagia seperti ini. Mereka berharap, semoga kedepannya mereka menjadi semakin dekat.

•••

Di sebuah ruangan megah yang di dominasi oleh warna hitam dan merah itu, seseorang duduk diatas kursi kebesarannya. Mata tajamnya yang berwarna merah darah itu, menatap seorang pria dengan pakaian dan jubah serba hitam yang tengah berlutut dengan satu kaki di hadapannya.

"Apa kau tidak melihatnya? Dia bahagia." Pria dengan balutan serba hitam itu memulai pembicaraan.

Sementara seseorang yang tengah duduk diatas kursi takhtanya, mengangkat sebelah alisnya tinggi. "Lalu, memangnya kenapa?" Dia balas bertanya.

Pria itu berdiri. Ia berdecak sambil berkacak pinggang, menatap malas orang yang duduk di kursi takhta itu. Persetan dengan kehormatan. Orang yang kadang ia hormati, dan patuhi ini memang sangat menyebalkan, egois, dan kejam.

"Dia sudah cukup lama menderita, dan sekarang dia baru saja menemukan sedikit demi sedikit kebahagiaan. Apa kau masih ingin menjalankan rencana mu itu?"

"Apa kau masih belum mengerti?"

Pria itu mendengus. Tentu saja ia tidak mengerti. Wajah tanpa ekspresi orang itu, membuatnya sulit untuk sekedar menebak apa yang tengah dipikirkannya.

"Dulu, rencana ku selalu saja digagalkan. Bahkan, dua orang sebelumnya juga gagal!" Dia berseru dengan lantang. Dadanya naik turun karena emosi.

"Tapi kali ini, rencana ku tidak boleh, dan tidak akan gagal lagi!"

Selanjutnya, dia tiba-tiba menyeringai lebar. Oh, seringaian itu pasti mampu membuat siapapun bergidik ngeri, jika melihatnya.

"Karena itulah, aku membutuhkannya. Aku membutuhkan gadis itu untuk menguasai dunia."

***

Hi, saya update!

Kelamaan ga sih up nya? Ga tau lah, bodo amat. Yang penting update ye gak?

Vote & Comment seikhlasnya aja, ya:)

Bye, bye.

[✓] The Reincarnation Mission Of The Yin GodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang