°25°

32.6K 4.2K 69
                                    

"Jianheeng, bagaimana jika kau saja yang meminum teh ini?"

Karena namanya tiba-tiba disebut, Jianheeng langsung merasa was-was, jantungnya seolah berhenti berdetak untuk beberapa saat. Dengan segenap keberanian, ia mengangkat wajahnya, menatap sang Putri yang tersenyum manis kepadanya.

Senyuman yang mengerikan.

Ia menelan kering, dalam hati merutuki kebodohannya sendiri. Ia jadi menyesal karena beberapa saat sebelumnya telah menanyakan pertanyaan yang mengusik tuannya itu. Jianheeng terus merapalkan doa didalam hatinya. Ia berdoa, semoga saja Mei Yue tidak menebas kepalanya.

Sedangkan Mei Yue, ia tidak mampu menahan tawanya lagi setelah melihat ekspresi Jianheeng yang menurutnya sangat lucu. Ia tertawa keras membuat Jianheeng dan Peiyu menatapnya dengan ekspresi terkejut sekaligus bingung.

"Bercanda," ujar Mei Yue setelah tawanya reda. "Aku tidak mungkin membiarkanmu mati diracun," sambungnya dengan nada tenang. Kedua abdinya itu mengernyitkan dahi mereka, tidak mengerti maksud ucapan putri tertua itu barusan.

Mei Yue memberikan secawan teh yang dipegangnya kepada Jianheeng, meminta pria itu untuk mencium aromanya.

Jianheeng hanya bisa mematuhi apa yang diminta gadis itu. Ia terbelalak setelah mencium aroma dari teh tersebut. Tapi ia yakin, indra penciumannya tidak mungkin salah. "Racun?" Tanyanya dengan nada pelan yang masih bisa ditangkap dengan baik oleh Mei Yue. "Ini tidak mungkin. Tidak mungkin Permaisuri ingin meracuni Anda," katanya masih tak percaya.

Mei Yue bergeming.

Peiyu yang sudah tidak dapat menahan rasa penasarannya pun mengambil cawan teh itu dari tangan Jianheeng. Ia mencium aroma teh itu. Ternyata benar, ada racun yang sudah tercampur didalamnya. Meskipun hanya seorang dayang, Peiyu sering mempelajari cara meracik obat secara diam-diam. Akhir-akhir ini ia juga sering diajari Mei Yue untuk mengenal berbagai macam jenis racun. Karenanya ia tahu bahwa didalam teh ini terkandung racun.

"Benar, ini ada racunnya."

Ruangan beraroma lemon itu hening untuk sesaat. Sampai akhirnya Peiyu berseru panik karena teringat sesuatu. Seruannya itu tentu saja memecah keheningan.

"Itu berarti, Permaisuri selama ini berusaha meracuni Anda!" Serunya sambil menatap Mei Yue yang berekspresi datar, sama sekali tidak terlihat terkejut. "Tuan Putri..." Lirihnya. Tapi, Mei Yue tetap bergeming.

"Tuan Putri, apakah Anda—"

"Permaisuri terlalu bodoh," potong Mei Yue cepat. Sementara Jianheeng dan Peiyu menutup mulut rapat. Dalam hati berdoa, semoga tidak ada yang mendengar ucapan sang Putri itu barusan. "Dia pikir, bisa menyingkirkan ku hanya dengan racun yang dicampurkan dengan teh?"

Jianheeng dan Peiyu bergeming dengan kepala tertunduk. Mereka yakin Mei Yue tidak akan diam saja. Gadis itu pasti akan melakukan sesuatu untuk membalas perbuatan Permaisuri.

"Permaisuri An terlalu ceroboh. Sepertinya, dia tidak memikirkan rencana dengan matang." Dalam hati Mei Yue mentertawakan kebodohan Permaisuri An. "Rencananya terlalu mudah untuk ditebak," katanya dengan nada mencemooh, dan ekspresi datar seperti biasa.

Kedua abdinya yang masih tertunduk itu menekuk kening dalam. Mei Yue pasti sudah menyusun rencana di kepalanya sekarang, pikir mereka.

•••

"Bagaimana?" Tanya Permaisuri An ketika dayang setianya telah kembali dari kediaman Putri Mei Yue.

"Hamba sudah memberikan tehnya. Tetapi, pengawal pribadi Putri Mei Yue tidak mengizinkan hamba masuk. Jadi, hamba tidak bisa memastikan apakah tuan putri meminum tehnya atau tidak," jawab dayang Jie tenang.

Permaisuri tersenyum tipis. "Tidak apa," balasnya. Ia yakin, Putri bodoh itu akan meminum teh beracun darinya.

Ya, Permaisuri An sangat yakin.

"Tapi, Permaisuri, bagaimana jika Putri Mei Yue tidak meminum teh itu?" Dayang Jie memberanikan diri untuk bertanya.

Permaisuri An tidak langsung menjawab. Ia berbalik, berjalan kearah sepasang jendela yang terbuka, menampil taman bunga yang indah. "Tidak masalah. Bukankah sebelumnya dia juga sudah sering meminum teh beracun buatan ku?" Permaisuri mengangkat satu sudut bibirnya yang membentuk sebuah senyum miring. "Putri bodoh itu akan mati secara perlahan."

•••

Yuwen memasang ekspresi datar khasnya ketika Yang Mulia Raja Huang Tian memintanya untuk menghadap. Didalam kepalanya, Yuwen mulai menebak-nebak apa yang ingin dibicarakan oleh ayahnya ini.

"Kau sudah cukup umur untuk menikah," ujar Raja Huang langsung, tanpa basa-basi.

Yuwen bergeming. Dalam hati bertanya, mengapa ayahnya selalu membahas tentang hal ini?

"Kau harus segera mencari pendamping yang tepat. Karena, suatu hari nanti kaulah yang akan duduk di kursi takhta ini untuk menggantikan ku," sambung Raja.

"Ayahanda akan panjang umur," sahut Yuwen cepat setelah lama terdiam. Ia menatap lekat wajah ayahnya yang sudah mulai keriput. "Ayahanda akan memimpin negeri ini lebih lama lagi," tambahnya.

"Tapi, aku ini sudah tua."

"Ayahanda belum tua."

"Umurku sudah empat puluh tujuh tahun," ujar Raja Huang.

"Anda pasti akan berumur panjang," balas Yuwen. Terselip nada kesal dalam nada bicaranya.

Raja Huang mencondongkan tubuhnya ke depan. Manik hitamnya menatap sang putra yang masih tak menunjukkan ekspresi lain. "Buah di atas pohon tidak tahu kapan ia akan jatuh. Begitu juga denganku. Aku tidak tahu kapan aku akan mati," ucapnya kesal. Ekspresi datar Putra Mahkota membuatnya semakin kesal.

"Ibu Suri, dan selir Fu, serta Putri Yihua akan kembali minggu depan," sambung raja, mengalihkan topik pembicaraan.

"Aku tahu itu."

"Kalau begitu, aku yakin kau pasti juga tahu Ibu Suri akan mencemooh dirimu jika kau belum punya pendamping."

Yuwen mendengus kesal. Huh, mengapa jadi kembali ke topik ini? Tanyanya dalam hati.

Untuk beberapa saat, ruangan itu hening. Sampai akhirnya suara sang Raja kembali terdengar.

"Beritahu pada ketiga adikmu itu tentang kabar kembalinya Ibu Suri. Kau tahu, 'kan, mereka punya jiwa pemberontak," ujar Raja setelah terdiam beberapa saat. "Aku khawatir mereka akan melakukan sesuatu yang akan menyulut emosi Ibu Suri. Terutama Mei Yue," sambungnya.

Yuwen menangkup kedua tangannya di depan dada. "Ananda menerima perintah."

***
Dirgahayu Republik Indonesia🇮🇩

Btw, Mau nanya...

Kan, aku sering tuh baca² di cerita lain terdapat banyak nama tokoh yang sama kayak nama tokoh di cerita aku ini... Nah, kalo kayak gitu namanya plagiat ya???

Nama² tokoh ini semuanya aku liat di google loh, bukan nyolong dari karya orang lain:(((

Ya kali mau aku ganti, padahal ceritanya udah lumayan panjang loh ini:(

[✓] The Reincarnation Mission Of The Yin GodWhere stories live. Discover now