34

940 160 26
                                    

Yuna duduk di dalam bus patas menuju Pasuruan dengan gamang. Dia tadi berangkat sendiri naik taksi ke Bungurasih, lalu Vian memberinya titah untuk menaiki bus ini. Katanya cowok itu nanti akan menyusulnya. Namun sampai bus sudah mau melaju, suaminya itu belum juga tampak batang hidungnya. Ke mana pria itu sebenarnya?

Bus akhirnya mulai bergerak tapi kemudian berhenti. Saat itulah Vian muncul dari pintu. Pria itu tersenyum lalu duduk di sebelah Yuna.

"Dari mana saja?" tanya Yuna.

Suaminya itu tak menjawab. Dia malah menyandarkan punggung di kursi lalu menutup mata.

"Ti?" tegur sang istri kebingungan tapi Vian tak bereaksi.

"Kamu mau pura-pura nggak kenal sama istrimu?" dengus Yuna, mulai merajuk.

"Kenalan dulu dong," kata Vian. "Kan ceritanya kita lagi rekonstruksi masa lalu ini."

Tawa Yuna mengudara setelah dia menangkap maksud sang suami. "Oh, jadi pura-puranya kita kembali ke tahun lalu nih?" tanyanya.

Vian melenggut khidmat sebagai balasan, tanpa membuka mata. Yuna tergelak lagi.

"Jadi aku duluan nih yang ngajak kenalan?" tanya Yuna.

Vian mengangguk lagi. Matanya masih terpejam. Yuna menutup mulut dengan tangan dan berpikir sejenak. Bagaimana caranya dia bisa berkenalan dengan orang asing. Apalagi om-om yang lebih tua macam Vian ini? Yuna sama sekali tak dapat membayangkan hal itu. Masa sih dia yang menyapa dan mengajak bapak-bapak ini kenalan duluan? Dalam mimpi pun Yuna rasanya tak akan berani berbuat begitu. 

"Ng, waktu itu aku ngomongnya gimana?" Yuna meminta petunjuk.

"Karang sendiri dong, gunakan imajinasimu," kata Vian.

Mulut Yuna terkunci rapat. Bagaimana caranya bisa berkenalan dengan cowok ini? Hal itu sama sekali tak terlintas dipikirannya.

"Kamu pasti bohong kan!" tuduh Yuna. "Nggak mungkin kayaknya kalau aku duluan ngajak kenalan."

Bibir Vian melengkung lagi. "Serius beneran kamu? Udah, aku nggak mau ngomong sama orang tak dikenal," seloroh Vian.

Yuna mengerucutkan bibir. Mencoba memikirkan kembali bagaimana caranya mengajak kenalan orang yang dikenal. Rasanya bener-bener nggak mungkin deh kalau dia yang ngajak kenalan duluan, tapi masa sih Vian sengaja bohong buat ngerjain dia aja.

"Aku ketiduran nih," tutur Vian karena Yuna tak juga bergerak.

"Oke," pasrah Yuna. Wanita itu berdeham-deham lalu mencolek bahu Vian. "Em ... Mas, boleh kenalan?" ucapnya lirih.

Gelak Vian pecah seketika. Dia sampai menutupi mulutnya karena beberapa penumpang menoleh pada mereka tampak terganggu.

"Kamu kayak preman yang lagi godain cewek di pasar," olok suaminya itu.

Yuna mencebik. "Kamu ngerjain aku doang kan!" geramnya sembari mengguncangkan bahu suaminya.

Pria berwajah indo itu hanya terkekeh. "Suer, emang kamu yang ngajak kenalan duluan." Cowok itu masih saja berdalih.

"Terus kita ngobrolin apa?" tanya Yuna. Dia kira nggak ada hal yang bisa dibicarakan dengan orang asing.

Vian menyunggingkan senyum. "Nggak ngobrol apa-apa. Setelah itu aku nyuekin kamu jadi kita diem-dieman lagi." 

"Ih, jahat banget sih nyuekin aku!" protes Yuna.

Vian hanya terkekeh. "Kamu terlalu berisik sih."

"Setelah itu kita tukeran nomer handphone?" tanya Yuna. Sedikit banyak dia penasaran juga pada awal perjumpaannya dengan suaminya ini.

"Tak semudah itu, Ferguso."

"Terus gimana ceritanya kita bisa deket dan akhirnya nikah?" 

"Sabar, kita mau napak tilas kan, jadi mari kita ulangi semuanya dari awal lagi."

Yuna menatap suaminya dengan penasaran. Pria itu hanya tersenyum. Dia lalu mengeluarkan buku dari dalam tas raselnya dan mulai membaca.

"Habis ini kita mau ke mana?" tanya Yuna.

"Ke Wijaya Grup cabang Pasuruan. Kamu akan wawancara kerja di sana," terang Vian.

"Jangan bilang kamu yang mewawancarai aku?" tebak Yuna.

"Tuh kamu tahu. Apa kamu sudah ingat?" 

Yuna menggeleng. Semua ini terasa bagai hal baru baginya. Dia tidak mengingat apa-apa.

"Coba kita lihat petunjuk dari postingan di Instagrammu," usul Vian.

Yuna mengangguk lalu mengeluarkan ponselnya. Mereka membuka postingan Yuna masih pada tanggal 17 November 2017. Ada gambar setangkai bunga mawar dengan caption, "Kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda."

Dibawahnya ada komen dari Silvi dan Desi yang memberikan dia semangat.

"Hm ... Jadi aku nggak kamu terima kerja?" terka Yuna.

"Nggak kok, waktu kayaknya aku belum memutuskan mau terima apa tolak," aku Vian.

Yuna tak percaya. "Terus kenapa aku posting beginian?" 

"Kamu aja kali yang terlalu baper," olok Vian.

Yuna mencebik. "Jadi habis ini kita ngapain?" tanyanya.

"Wawancara kerja dong."

***

Vote dan komennya ya guys...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rewrite memories (Ongoing) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang