10

2K 293 22
                                    

Sepeninggal Vian, Yuna tidak tahu apa yang harus dia kerjakan. Mau bersih-bersih rumah, sudah ada sepuluh pelayan yang menangani itu. Mau jalan-jalan pun kakinya masih terasa sakit. Akhirnya Yuna hanya berkeliling rumah, melihat-lihat apa saja yang menarik perhatiannya. Rumah suaminya ini begitu besar dan megah. Sampai sekarang Yuna tak tahu bagaimana dia bisa menikah dengan Vian. Suaminya itu memang tampan, tapi sungguh Yuna merasa pria itu bukan tipenya. Yuna membuka lemari di ruang tengah. Di sana ada banyak album foto. Barangkali saja dia bisa mengingat sesuatu jika melihat-lihat potret tersebut.

Yuna membuka album yang pertama. Di sana ada foto-foto keluarga Vian. Yuna tak menyangka semua orang dalam foto itu telah tewas kecuali Vian. Suaminya itu kini sebatang kara. Satu foto menarik perhatian Yuna. Itu adalah potret Vian ketika masih muda. Pria itu memang aslinya sudah tampan, tapi kenapa penampilannya amburadul begitu? Bajunya tidak dikancingkan sampai kancing ketiga. Rambutnya agak gondrong dan keriting, tampaknya diwarnai coklat terang. Sebelah telinganya memakai anting-anting. Gaya seperti rocker ala delapan puluhan.

"Sedang lihat-lihat foto, Nyonya?" sapa Bi Ina sembari tersenyum ramah.

"Ah iya, barang kali saja ada yang bisa saya ingat," ucap Yuna. Dia lalu menunjukkan potret Vian ketika masih muda itu pada asisten rumah tangga tersebut.

"Bi Inah tahu foto ini?" tanyanya.

Bi Inah yang tengah mengelap meja tertawa melihat potret jadul itu. "Itu sejarah kelam Den Vian," terangnya.

"Jadi Titi dulu bad boy, ya?" ucap Yuna sembari memandangi foto itu tak percaya.

"Parah banget Den Vian waktu itu. Tuan saja sampai putus asa. Saat liburan keluarga, Den Vian sengaja tidak diajak, karena sedang bertengkar dengan Tuan Besar. Siapa sangka, mereka tak pernah bertemu lagi."

Bi Ina mendesah. Mengingat tentang almarhum majikannya itu pasti membuatnya terluka. "Saya sungguh bersyukur karena Den Vian dan Non Ulfa tidak ikut acara liburan keluarga waktu itu. Sayang kini Non Ulfa juga sudah...." Wanita itu tak melanjutkan kalimatnya. Dia menghapus air mata dari sudut matanya.

"Nyonya Yuna," lirih Bi Ina. "Saya mungkin hanya pembantu, tetapi saya telah menganggap Den Vian seperti keluarga saya sendiri. Tolong jaga beliau, Nyonya, sekarang ini beliau hanya punya Nyonya."

Yuna mengangguk dan tersenyum kecil. Menjaga Vian? Sepertinya justru dirinyalah yang selalu dijaga. Dia malah terus merepotkan Vian, belum lagi hati dan cintanya kini tidak tertuju pada Vian. Dia bahkan tak bisa mengingat suaminya itu orang yang seperti apa.

"Terima kasih, Nyonya, saya doakan Anda bisa langgeng sampai tua. Semoga saya bisa diberi umur panjang agar bisa mengasuh anak-anak Anda nanti," ucap Bi Ina penuh syukur. 

Yuna kembali melihat-lihat album. Dia menemukan satu album berisi foto-fotonya bersama Vian. Mereka pergi jalan-jalan ke berbagai tempat wisata bersama. Mereka begitu dekat dan mesra. Sungguh Yuna tak dapat mempercayai wanita dalam foto itu adalah dirinya. Dia begitu modis dan anggun rasanya kok jauh dari sosoknya sekarang. Lembaran potret berikutnya berisi foto-foto saat pernikahan mereka. Tampaknya pestanya begitu meriah dan mewah. Gaun gaun yang dia kenakan begitu cantik bak putri raja.

Album berikutnya membuat Yuna menahan napas. Foto-foto yang ada di sana adalah ketika Zaki dan Ulfa menikah. Mereka terlihat begitu mesra dan serasi. Ulfa adalah wanita yang begitu cantik. Yuna bergeming menatap kumpulan potret itu. Dia dan Zaki benar-benar putus. Bagaimana bisa? Bukankah mereka masih sangat saling mencintai.

***

Votes dan komen ya guys....

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rewrite memories (Ongoing) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang