35

2.4K 152 26
                                    

Yuna terpana melihat sekelilingnya. Dia duduk di ruangan tertutup mengenakan baju warna hitam putih sementara suaminya duduk di depannya sambil tersenyum penuh arti.

"Harus banget ya aku pakai baju hitam putih gini?" tanya Yuna.

"Menghayati peran aja, siapa tahu suasananya bikin kamu jadi cepet ingat," kata Vian.

Yun mencebik namun terpaksa tetap mengikuti titah suaminya. "Jadi aku ngelamar kerja jadi apa?"

"Menurutmu kamu pantas jadi apa?" Vian malah balik bertanya.

Yuna memegangi dagunya tampak berpikir. "Marketing?" tebaknya.

"Boleh juga," angguk Vian. "Jadi silakan jelaskan latar belakang pendidikan Anda," kata Vian.

Maka Yuna pun menjelaskan latar belakang pendidikannya yang tidak spesial. Lulus dari sekolah SD, SMP, SMA dengan nilai yang biasa-biasa saja. Yuna lalu kuliah di kampus negeri melalui jalur SBMPTN. Dia kampus dia tidak terlalu aktif di organisasi mana pun. Yuna memang tipe anak rumahan yang hanya berkeliaran di kampus-kos-kampus-kos. Itulah lingkaran setannya.

"Nggak ada yang menarik dari latar belakangmu," ucap Vian jujur setelah mendengarkan ceramah singkat dari istrinya. "Ayo dong kasih tahu aku hal bagus yang membuatku bisa mempertimbangkanmu untuk bekerja di sini."

"Emangnya aku beneran mau kamu suruh kerja?" Yuna malah terbawa suasana.

Vian terkekeh. "Tergantung dari usahamu menyakinkan aku dong. Sekarang kasih tahu aku apa kelebihan dan kekuranganmu."

Yuna memegangi dagunya. Menjelaskan kekurangan dan kelebihan diri sendiri adalah hal yang sangat sulit. Kalau terlalu mengumbar kelebihan dia jadi kelihatan narsis dan banyak omong. Sementara menyebutkan kekurangan diri sendiri tentu cukup riskan. Kalau kekurangan seperti ceroboh dan pemalas diucapkan mana bisa membuat diri jadi menarik bagi perusahaan.

"Ayo dong lama amat," kata Vian tak sabar.

"Kelebihanku ... Aku kelebihan berat badan, dua kilo," ungkap Yuna akhirnya karena tak bisa menemukan kalimat yang tepat.

"Kekuranganku, aku ini pelupa. Sekarang aja lagi hilang ingatan."

Vian tergelak mendengar jawaban istrinya sampai matanya berair. Yuna hanya memberengut saja. Sejak awal dia sudah tidak menyukai ide wawancara kerja ini. Yuna sudah sangat sering ikut interview kerja. Sekitar lima kali yang benar-bernar dia ingat dan semuanya berakhir dengan kegagalan. Mungkin memang menjadi istri jutawan seperti Vian adalah takdirnya. Asyik juga seharian bersantai sembari menunggu suami pulang membawa sekarung uang.

"Kalau jawabanmu begitu sih kamu sudah pasti ditolak," tandas Vian.

"Bodoh amat! Aku nggak ada keinginan melamar kerja sekarang!" tegas Yuna.

"Oke, kalau begitu coba ceritakan padaku sukses terbesar dalam hidupmu," pinta Vian.

"Kenapa masih dilanjut aja sih! Sudah tolak saja aku! Aku bukan calon pegawai yang kompeten!" dengus Yuna.

"Hei, nggak boleh gitu dong, kamu harus selesaikan interview ini. Ini kan juga bagian dari napak tilas siapa tahu setelah ini kamu bisa mengingat sesuatu," rayu Vian.

Yuna memberengut. Mengingat sesuatu apanya. Yang ada pikirannya malah makin ruwet gara-gara pertanyaan-pertanyaan dari Vian. Melihat Yuna yang tampak berpikir keras, Vian malah terkekeh.

"Aku kasih tahu deh sukses terbesar dalam hidupmu," kata Vian. "Sukses terbesarmu adalah membuatku jatuh cinta padamu."

Yuna meringis. "Iyain aja deh," ucapnya.

"Aku serius lho, Yuna, aku cinta sama kamu."

Yuna terpengun ketika merasakan jantungnya berdebar-debar. Walaupun sudah cukup berumur Vian itu ganteng mirip dengan Oppa Lee Dong Wook, artis Korea favoritnya yang bermain di drama Goblin. Apakah ini pertanda bahwa rasa sukanya pada suaminya telah kembali?

"Oke, kita hentikan saja wawancara ini. Kamu ditolak bekerja di perusahaan ini, tapi diterima jadi istriku seumur hidupmu," kata Vian. "Kamu mau, kan?" tegurnya. Pria berdarah campuran itu mengulurkan tangan pada Yuna dengan senyuman manisnya.

Yuna terdiam beberapa saat, wanita itu kemudian tersenyum. Meskipun rasanya masih terlalu aneh dan asing, terapi Yuna merasa bahwa ini adalah hal yang memang harus dia lakukan. Maka Yuna pun balas menjabat tangan suaminya. Tangan pria itu terasa besar dan hangat. Yuna baru sadar bahwa itulah kali pertama dia berpegangan tangan dengan Vian setelah dia kehilangan ingatan. Debaran jantungnya meningkat lagi ketika Yuna menggumamkan kata, "Ya."

***

Terima kasih atas votes dan komennya. Selamat hari raya idul fitri bagi yang merayakan ya guys. Aku bagikan voucher diskon buat mateman yang mau baca ceritaku di karyakarsa. Buruan di klaim sebelum kehabisan ya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rewrite memories (Ongoing) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang