5

3.5K 381 13
                                    

"Yuna! Yuna!"

Yuna tersadar, dia menatap Vian dengan gelisah. Napasnya masih memburu.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Vian.

Yuna berupaya mengatur napas lalu mengangguk. Vian mengambil selembar tisu lalu mengusap keringat Yuna yang membanjir. Yuna merasa canggung karena perbuatan pria itu. "Maaf, aku bisa sendiri," dalihnya.

Vian mengerti dan membiarkan Yuna membersihkan keringatnya sendiri. Vian bangkit lalu mundur teratur. Hampir saja dia melewati batas. Vian lupa bahwa dirinya sekarang adalah orang asing bagi Yuna. "Apa kamu butuh minum? Mau cokelat panas?"

Yuna menatap suaminya, perlahan seulas senyuman mengembang di bibirnya. Pria ini memang suaminya, dia tahu minuman kesukaan Yuna. "Air putih saja," kata Yuna.

Vian berlalu ke dapur untuk mengambil segelas air putih lalu menyerahkannya pada Yuna. Yuna berterima kasih dan segera meneguknya. "Sebaiknya kita nggak perlu membicarakan peristiwa itu dulu," usul Vian.

Yuna mengangguk setuju. Sudut matanya lalu melirik pada sebingkai foto kecil di antara deretan pigura di sana, foto dirinya yang memeluk Vian dari belakang, sementara di sampingnya ada Zaki yang merangkul seorang gadis cantik berambut panjang dan lurus.

***

Vania duduk di kabin pesawat yang membawanya menuju Indonesia. Gadis manis berambut cokelat kehitaman yang agak ikal itu akhirnya memutuskan pulang ke Indonesia setelah menyelesaikan studi S2 di Belanda. Vania sengaja memilih studi di Eropa yang memang hanya perlu ditempuh setahun untuk menghemat umurnya.

Vania menghela napas lalu mengeluarkan ponselnya yang telah diatur dalam mode pesawat. Dia membuka galeri dan melihat fotonya bersama sahabat karibnya, Ulfa. Matanya tak menatap dirinya maupun Ulfa, tapi menangkap sosok pria jangkung yang tak sengaja tertangkap kamera di belakang mereka.

Namanya Vian, paman Ulfa. Vania telah bersahabat dengan Ulfa sejak kecil sehingga dia kenal baik dengan pria itu. Vian adalah sosok yang dikaguminya. Saat Vania dewasa, dia mulai sadar perasaannya pada pria itu ternyata bukan rasa kagum biasa. Ada benih-benih cinta yang telah lama tumbuh di hatinya tanpa dia sadari.

Vian sangat baik dan memperlakukannya sebagaimana dia memerhatikan Ulfa. Karena itulah, Vania merasa Vian adalah sosok yang hangat dan dapat diandalkan. Tetapi Vian rupanya hanya menganggapnya sebagai anak kecil. Karena usia mereka yang terpaut tujuh belas tahun, Vian tak pernah memandangnya sebagai wanita.

Vania tak berani mengutarakan perasaannya. Dia memutuskan untuk berubah. Dia melanjutkan studi di luar negeri untuk menjadi sosok yang pantas bersanding dengan pengusaha sukses tersebut.

Namun, ternyata pilihan Vania sangat salah! Sementara dia kuliah di luar negeri, Vian bertemu gadis lain dan menikah. Hal yang membuat Vania geram, gadis itu ternyata levelnya jauh di bawahnya. Gadis itu biasa saja. Memang cantik, tetapi karirnya tak gemilang. Keluarganya pun tak berasal dari keluarga terpandang.

Vania menghabiskan waktu menangis semalam suntuk karena Vian tanpa perasaan mengirim foto-foto pernikahannya pada Vania. Saat dia sedang sibuk dengan revisi tesis, Vian telah menjadi milik orang lain. Vania meremas tangannya dengan gelisah. Apakah dia perlu mengunjungi rumah Ulfa nanti? Bagaimana dia bersikap di depan Vian dan istirinya?

***


Yuna menghampiri dapur. Dia menyapa Bi Ina yang sedang memasak dan menawarkan bantuan. "Boleh saya bantu, Bi?"

Bi Ina mengibaskan tangannya. "Nyonya istirahat saja dulu. Nyonya pasti lelah setelah perjalanan jauh," kata wanita cekatan itu.

Yuna tertawa kering, dia merasa tak terlalu nyaman dengan gelar barunya. "Bisa panggil Nak saja, Bi? Saya nggak biasa dengan panggilan semacam Nyonya."

Bi Ina terdiam, dia mengawasi Yuna kemudian tergelak. "Rasanya kita jadi kembali ke hari kita pertama bertemu ya, Nyonya."

Yuna tersenyum canggung. Baginya ini memang pertemuan pertama mereka. Setelah berdebat, akhirnya Yuna diizinkan membantu mengupas bawang merah dan bawang putih oleh Bi Ina. Mereka tertawa sambil mengobrol. Bi Ina adalah wanita yang riang dan berkepribadian mirip ibunya. Hal itulah yang membuat Yuna merasa nyaman bersamanya.

Bi Ina menyeritakan beberapa cerita tentang Vian semasa kecil. Yuna menyimak dengan penuh minat. "Den Vian dulu nakalnya minta ampun," kata Bi Ina, "tapi setelah Tuan Besar dan Den Hari meninggal, Den Vian berubah. Den Vian benar-benar mengalami masa-masa sulit."

Yuna mengangguk, dia paham bagaimana kondisi Vian saat itu. Vian masih SMA dan tiba-tiba seluruh keluarganya tiada. Hanya tinggal dirinya serta keponakannya yang masih bayi.

"Den Vian itu nggak suka sayur!" dengus Bi Ina, "dia suka pilih-pilih makanan."

Yuna memberengut. Almarhum ayahnya adalah petani sehingga dia sangat membenci orang yang tidak makan sayuran, karena dianggapnya mematikan ekonomi para petani. "Apa! Umur sudah segitu masih seperti anak kecil saja!" umpat Yuna sembari menggebrak meja.

Bi Ina tertawa. Meskipun ingatan Yuna hilang, ternyata untuk urusan ini mereka tetap kompak. "Sudah begitu, kalau dinasihati jawabnya harimau makan daging terus juga sehat, malah kuat. Dia lupa panjangnya umur harimau itu paling hanya sepuluh tahun!"

Yuna terbahak karena kelakar Bi Ina. "Tapi setelah bertemu Nyonya, sekarang beliau mau makan sayur sedikit-sedikit," kata Bi Ina.

Yuna    tersenyum    kecil.    "Sepertinya   kami    sangat saling mencintai," kata Yuna.

"Tentu! Nyonya dan Den adalah pasangan paling sempurna di dunia!" Bi Ina melebih-lebihkan sembari mengacukan jempol.

Vian berdeham-deham lalu muncul dari pintu. "Kalian sedang membicarakan aku, ya!" tuduh Vian dengan mata menyipit.

"Jangan GR, Den!" olok Bi Ina.

Vian mencebik lalu duduk di depan Yuna yang tengah mengupas bawang.

"Oh iya, Den, besok tujuh harinya Non Ulfa." Bi Ina mengingatkan.

Yuna mengamati wajah suaminya. Vian yang ceria berubah mendung. Vian menghela napas dan mengangguk. "Persiapkan saja apa yang perlu disiapkan, Bi. Maaf, aku nggak terlalu paham dengan adat Jawa," kata Vian. Suaranya terdengar lelah.

***

Votes dan komen ya Guys

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Votes dan komen ya Guys.

Rewrite memories (Ongoing) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang