8

2.1K 280 8
                                    

"Dia selingkuh, Yun. Kamu memergokinya selingkuh."

Mata Yuna membeliak mendengar jawaban Wanda.  Tubuhnya berubah kaku seketika. Selingkuh? Itukah alasan mereka berpisah? Ternyata lebih sederhana dari yang dia kira. Lalu mengapa tak ada satupun sahabat maupun keluarganya yang mengetahui hal ini.

"Dengan siapa?" tanya Yuna. "Apa kamu kenal dengan selingkuhannya itu?"

Wanda menggeleng. "Aku nggak tahu sampai sejauh itu sih.

Aku juga dengar hal itu dari kamu, waktu itu."

Yuna menghela napas. Dia tak menyadari bahwa Vian berdiri di balik tembok di belakang mereka dan mendengarkan semua pembicaraan mereka.

Vian mendesah, dugaannya benar. Tujuan Yuna menghubungi teman yang sudah lama tak ditemuinya adalah untuk mencari tahu alasan mengapa dia membatalkan pernikahannya dengan Zaki. Yuna yang sekarang masih mencintai Zaki. Vian harus menerima kenyataan itu. Tak ada perasaan apa pun di hati Yuna. Bagi istrinya itu, mereka adalah orang asing.

***

Yuna dan Vian pulang dari Kafe milik Wanda jam sembilan malam setelah menikmati berbagai menu masakan Wanda yang memang enak dan menarik. Vian melirik Yuna, istrinya itu menjadi lebih diam dan membuat Vian penasaran.

"Bagaimana perasaanmu setelah bertemu dengan Wanda?" tanya Vian.

"Aku nggak tahu," jawab Yuna jujur, "Wanda nggak pernah bohong padaku, tapi aku merasa masih ada yang dia sembunyikan."

Vian mengerutkan kening. "Maksudmu?"

"Aku pernah memergokinya mencuri ATM-ku sekali. Aku ingat peristiwa itu. Itu sudah lama sekali. Saat kami masih mahasiswa tingkat pertama."

Yuna memegangi bibirnya dengan bingung. "Waktu itu aku nggak semarah itu, karena aku tahu dia memang sangat butuh uang."

"Aku sebenarnya nggak kaget jika dia mengulangi perbuatannya. Aku malah bersyukur dia melakukannya padaku bukan pada orang lain, tapi ... aku nggak percaya aku tega menjauhinya sampai menghapus nomornya dari ponselku. Apa itu mungkin?"

Yuna menoleh dan memandang Vian dengan gamang. Vian memegangi dagunya. "Mungkin nggak. Aku juga nggak bisa membayangkan kamu melakukan hal sejahat itu," kata Vian yakin.

"Apa mungkin kami bertengkar karena hal lain?" tanya Yuna. "Entahlah, memangnya hal seperti apa yang kira-kira

membuatmu bisa sangat marah sehingga nggak mau menyapanya lagi?" Vian balik bertanya. Yuna menggeleng pelan, dia tak dapat membayangkan hal semacam itu.

Mobil yang mereka naiki akhirnya sampai di Citraland. Vian membuka pintu dan membantu Yuna turun dengan kruk seperti biasanya. Karena malam sudah larut, rumah mereka begitu sepi. Vian mengantarkan Yuna menuju kamar tidurnya.

"Selamat malam, tidur yang nyenyak," kata Vian, dia hendak meninggalkan Yuna namun istrinya itu menarik kemejanya sehingga langkahnya terhenti.

"Ada apa?" tanya Vian bingung.

"Anu, Titi ... apa kita nggak tidur di kamar yang sama?" tanya Yuna gugup.

Vian menyeringai. "Jadi kamu ingin kita tidur di kamar yang sama?"

"Bu-bukan begitu, tapi kita ini kan suami-istri." Yuna bertambah gugup.

Vian tertawa lalu mengusap kepala Yuna. "Kita akan melakukannya, saat kamu mulai mencintaiku lagi. Selamat malam."

Vian melangkah pergi meninggalkan Yuna yang terpaku di tempatnya. Dia tahu ... dia tahu bahwa aku masih menyukai orang lain. Dada Yuna bergemuruh, rasa bersalah tersemat di hatinya. Apa yang harus dia lakukan? Seharusnya dia membuang perasaan cintanya pada Zaki dan mulai mencintai suaminya. Mengapa hatinya ini tak mau menuruti apa yang dia perintahkan?

***

Yuna membuka mata pagi itu dengan gamang. Netranya memandang ke sekeliling. Dia terbaring di dalam kamar yang begitu luas dan mewah. Rasanya masih mimpi dia bisa berada di sini.

Istri. Sekarang statusnya adalah istri dari seorang pria kaya yang tidak terlalu dia kenal. Apakah baik jika dia tidur sendiri di kamar yang terpisah dengan suaminya seperti ini? Bukankah dia melalukan kewajibannya sebagai seorang istri?

Yuna segera bangkit. Dia segera menunaikan ibadah lalu mandi dan berdandan. Dia harus melayani suaminya sebagai seorang istri. Setidaknya membuatkan kopi atau mungkin sarapan untuknya.

Setelah menggunakan make up sederhana, Yuna turun ke dapur dengan menggunakan kruk. Bi Ina sudah siap di sana. Wanita berbadan tambun itu menyapanya dengan ramah.

"Selamat pagi, Nyonya."

Yuna meringis. Dia belum terbiasa dengan sapaan wanita itu.

Gadis itu mendekati Bi Ina kemudian bertanya,

"Kalau pagi-pagi begini, Titi suka minum apa, Bi? Dia suka minum teh atau kopi? Sarapannya apa?"

Yuna tersenyum kecil ketika mengucapkan kata “Titi.” Itu memang nama yang norak. Dari mana asalnya panggilan aneh itu?

Bi Inah tersenyum kecil. "Kita benar-benar seperti kembali ke hari pertama pernikahan Anda, ya Nyonya. Den Vian suka minum kopi pahit dan merokok. Beliau jarang sarapan, tapi setelah kalian menikah Nyonya suka memaksanya sarapan dulu atau membuatkannya bekal."

"Gitu ya, makanan kesukaan dia apa?" tanya Yuna.

Bu Ina memegangi dagunya. "Tuan suka makan daging.

Terutama daging panggang."

"Bisa Bi Ina ajarkan bagaimana cara memasaknya? Mungkin cara masaknya beda," pinta Yuna.

"Tentu, Nyonya."

Yuna tersenyum kecil. Jika dia tidak dapat melayani suaminya dengan sebagaimana mestinya, setidaknya dia tetapi bisa menyediakan makanan kesukaan pria itu. Meskipun dalam hatinya Yuna tahu bahwa makanan saja tidaklah cukup untuk menghapus segala rasa bersalahnya pada Vian. Tidak hanya kehilangan ingatan tentang suaminya itu. Dia bahkan telah kehilangan rasa cinta di dalam hatinya. Yuna hanya bisa berharap, jika suatu saat ingatannya kembali maka dia bisa jatuh cinta kepada Vian lagi.

***

Votes dan komen ya guys. Karena banyak yang nanya gimana caranya beli di karyakarsa, aku udah bikin video tutorialnya di atas ya. Silakan ditonton.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Rewrite memories (Ongoing) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang