31

1.4K 198 36
                                    

Yuna baru melihat kotak bekal yang tadi telah dipersiapkannya untuk Vian masih tergeletak di atas meja padahal Vian sudah berangkat ke kantor lima belas menit yang lalu. Yuna menghela napas lalu mendekati kotak bekal itu dengan kesal.

"Titi lupa lagi," kata Yuna sambil menunjuk kotak bekal itu. 

Bi Ina yang melihat kotak itu dari dapur sambil mencuci piring tersenyum tipis. 

"Mungkin Den Vian sengaja biar Nyonya antar ke sana. Den Vian memang sering begitu," kata Bi Ina semringah.

Yuna hanya tertawa sambil geleng-geleng kepala. "Dasar," desisnya sambil meraih kotak bekal itu. Dia lalu membantu Bi Ina mencuci piring meskipun wanita itu terus menolak bantuannya. Setelah lama berdebat Bi Ina akhirnya mengalah dan mengizinkan Yuna membantunya.

Saat mereka sedang mencuci piring, entah mengapa Bi Ina terlihat sentimentil. Yuna melihat ada titik-titik air yang lolos dari sudut mataya.

"Bibi kenapa?" tanya Yuna cemas. Tidak mungkin kan wanita itu menangis hanya karena tidak mau dibantu Yuna?

Bi Ina tersenyum kecil sembari menggosokkan lengan baju pada sudut matanya yang berair. "Ndak papa, Nyonya. Saya hanya teringat Non Ulfa. Dulu Non Ulfa juga sering begini, ngotot membantu pekerjaan saja meski sudah saya larang. Saya kangen...." Bi Ina tak dapat melanjutkan kalimatnya karena detik berikutnya dia mulai tergugu. 

Yuna mencuci tangannya yang penuh busa sabun di air mengalir lalu menepuk-nepuk pundak wanita itu. Yuna mengerti perasaan Bi Ina karena dirinya pun pernah kehilangan. 

Yuna ingat sampai tiga hari setelah ayahnya meninggal Yuna tidak mau makan. Jika ibunya tidak memarahinya, Yuna mungkin juga tidak akan makan. Yuna bahkan berniat menyusul ayahnya ke alam sana.

"Ulfa itu gadis yang seperti apa, Bi?" tanya Yuna.

"Non Ulfa itu baik. Ndak manja, suka membantu. Dia sangat sayang pada saya. Dia bahkan selalu memberikan saya kado di hari ulang tahun saya. Padahal saya sendiri sering ndak ingat," jelas Bi Ina di tengah isaknya. 

Bi Ina berhenti sebentar dan memandang Yuna. "Apa Nyonya sama sekali ndak ingat sama Non Ulfa?"

Yuna menggeleng sebagai jawaban. Tak satu pun ingatannya berhasil membangkitkan kenangan tentang Ulfa. Baginya, Ulfa adalah orang lain yang belum pernah dia kenal.

"Bagaimana hubungan saya dengan Ulfa?" tanya Yuna.

Sekelebat kegelisahan terpampang di wajah Bi Ina, wanita itu buru-buru membuang muka. "Baik, tentu saja baik." 

Yuna terpegun, dia menangkap ada nada sumbang pada nada suara Bi Ina dan itu membuatnya merasa tidak nyaman. "Sungguh, Bi? Hubungan kami baik?" tanya Yuna sangsi.

Bi Ina melirik Yuna takut-takut. "Tentu, ya ... mungkin Nyonya dan Non Ulfa sering beda pendapat, tapi hubungan kalian baik kok."

Yuna masih menangkap nada ragu-ragu dalam suara Bi Ina. Wanita itu pasti menyembunyikan sesuatu, namun Yuna tahu dia belum bisa menggali informasi itu sekarang. Akhirnya dia hanya tersenyum dan melanjutkan mencuci piring.

***

Terima kasih atas votes dan komennya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku bagi2 Voucher diskon di karyakarsa ya guys

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku bagi2 Voucher diskon di karyakarsa ya guys. Senilai 10k. Kuy segera diklaim sebelum tgl 15 April. Cara klaimnya bisa lihat tutorial youtube di atas yak. Buruan diklaim sebelum kehabisan.

Rewrite memories (Ongoing) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang