24. Sebuah kotak dan perpisahan

269 21 12
                                    

Kami tiba dirumah pukul 6 petang. Di akhir waktu ini, rasanya aku tidak ingin lepas darinya. Waktu singkat ini tidak cukup, aku masih membutuhkan dirinya. Sepertinya setelah tidak ada dirinya, diriku menjadi seorang Anina Ditasya yang pemalas. Dahulu niat sekolah karena ingin belajar, namun semenjak dia datang di lembar hidupku, niat sekolah karena dirinya.

"Kau yakin akan kuliah disana?" Tanyaku, dan dijawab anggukan darinya.

"Kuliah disini apa bedanya?"
"Aku tidak tahu, orang tuaku yang minta aku kuliah disana. Jika aku melawannya, berarti aku tidak lain dengan anak durhaka. Permintaan mereka juga demi kebaikanku, kalau tidak aku nggak akan mau,"

Tak bisa berkata apalagi diri ini. Tapi sulit melepas kepergiannya.

"Kan aku sudah bilang, suatu saat kita akan ketemu lagi," wajah itu tampak gembira, mungkin hatinya berbeda.

Aku melihatnya saja, aku tidak tahu harus jawab apa.

Saat aku menatapnya dengan tatapan mata berkaca, senyuman itu hilang. Dia memelukku.

"Ku harap kau senang setelah membuka kotak yang ku beri tadi. Maaf hanya itu yang bisa aku berikan padamu, semoga kau bisa gunakan itu dengan bijak. Tapi bukanya nanti saja, jangan buka sekarang,"

"Ren," keadaannya masih memelukku, dan aku menangis.

"Hey, no no, jangan menangis," Reno melepas pelukannya, beralih jari jemarinya mengusap lembut pipiku.

"Bisa aku minta satu permintaan?" Aku mengangguk.

"Saat kau ada masalah, kau tidak boleh menangis. Shalat dan berdoa pada-Nya. Ingat jangan menangis, aku sangat-sangat tidak menyukai gadis menangis,"

Kalian tahu aku jawab apa?

Yap! Kalian benar.

Menggangguk.

Jadi, apalagi yang harus aku jawab?

Aku sedang sedih, mana bisa jawab perkataan itu. Jika marah, mungkin aku bisa jawab, bahkan aku keluarkan yang ingin aku ucapkan tanpa disaring terlebih dahulu. Pedas! Namanya juga ceplas-ceplos.

"Aku pulang,"

Aku mengangguk lagi.

Punggungnya lama-lama mengecil, suara motornya semakin lama semakin pelan. Menghilang.

Tak ada lagi dia, tak ada lagi yang bisa ku lihat di kampus. Tak ada lagi yang memperhatikanku diam-diam. Tak ada lagi kebahagiaan.

Aku masuk ke dalam rumah, dan mendapati mama yang ketahuan mengintip kami.

"Sudah kelar ngintipnya?" Kataku.
"Hehe sudah," jawab mama cengar-cengir tak jelas.

Aku memasang wajah malas, kemudian berjalan menuju kamar.

"Mager mau mandi," ku jatuhkan tubuhku ke kasur dengan telungkup.

"Besok ajalah aku mandi, ngantuk pun," suaraku melemah, aku menjadi tak semangat hidup.

Pintuku tak terkunci, mama melihatku tertidur pulas. Jadi ia urungkan niatnya untuk bertanya, 'itu baju siapa', 'kotak itu dari siapa' Mama menutup pintu pelan-pelan, membiarkan putri kesayangannya itu tidur.

Aku terduduk, terbangun dari tidur.

"Jam 9," aku menjatuhkan kembali tubuhku.

"Aku belum shalat isya!" Aku bangkit kembali, keluar kamar untuk mengambil wudhu.

"Mama nggak shalat isya?"
"Sudah,"
"Ih kenapa nggak bangunin Nina,"
"Ya mama nggak tahu sayang, kamu tidurnya nyenyak banget,"
"Is udalah mau ambil wudhu."

Aku berdoa semoga Reno selalu mengingat aku disana, sehat terus sampai kami bertemu kembali. Dan semoga saat ia pulang ke Indonesia ia masih pria tanpa status perkawinan.

Setelah selesai shalat, teringat kotak yang diberikan Reno.

"Duh dimana ya?"
"Kok hilang?"

Aku keluar kamar dan mendapati kotak dan paperbag diatas meja.

"Ahh ini dia,"
"Dari siapa? Reno?" Aku menggangguk.

"Nin, mama nguping pembicaraan kalian, mama dengar Reno mau pergi ya? Pergi kemana? Kok mama nggak tahu ya? Mama kan kerja dirumahnya, kok mama nggak tahu sih,"

Pertanyaan mama terlalu banyak ya untuk dijawab.

Aku menghembuskan nafas, "Iya Reno akan pergi jauh. Reno kuliah di Jerman. Ini terakhir kalinya Nina ketemu sama Reno. Siang tadi Reno ajak Nina bermain, Reno ajak Nina makan, Reno ajak Nina foto, Reno belikan Nina pakaian bagus, dan ini pemberian darinya,"

"Kok sedih? Bagus dong kalau Reno kuliah disana. Dengar, kamu itu belum mama izinkan pacaran, itu tadi mama izinkan karena Reno anak majikan mama, mama tahu Reno anaknya baik, makanya mama percaya. Kamu sekolah dulu nanti kalau sudah saatnya pasti mama izinkan. Jangan coba-coba pacaran. Jangankan pacaran, bawa cowok kerumah aja tidak mama izinkan,"

"Iyaiya,"

"Mama ngomong panjang kali lebar kali tinggi dan hanya dijawab iyaiya doang?"

"Jadi?"

"Entahlah,"

"Ihh ahahaha ya sudah maaf mamaku tersayang muahhh," aku memeluknya dan mencium pipi kanannya, namun wajahnya masih cemberut. Aku biarkan saja kali ya. Ohya aku beralih ke kotak Reno. Aku membukanya pelan-pelan.

"Handphone?"

Mama yang sedari tadi cemberut tak ingin melihatku, kini wajahnya menjadi kepo alias penasaran banget.

"Ngapain ma?"
"Apa tu?"
"Handphone,"
"Coba lihat," mama merampas benda itu dari tanganku. Hadehh.

"Ih pelan, nanti jatuh,"

Mama senang melihat benda kecil itu. Akupun jadi ikut senang. Ada surat di dalam kotak ini. Aku membukanya.

Hai
Semoga suka dengan barang yang ku berikan. Gunakan dengan baik ya. Jangan sampai jatuh, entar kalau di perbaiki mahal. Di dalam kotak itu ada petunjuk pemakaiannya.

Aku membongkar kotak itu lagi, ya ada kertas petunjuk pemakaiannya.

Adakan?
Maaf sebelumnya handphone itu sudah ku buka terlebih dahulu. Soalnya aku cepat-cepat pindahi foto kita tadi di handphone milikmu.

"Ma, bisa gantian megang nggak?"
"Ha?"
"Gantian,"
"Nah,"

Aku mencoba membuka handphone itu. Bingung juga cara bukanya bagaimana. Aku lihat petunjuk pemakaiannya, akhirnya terbuka. Tapi aku tidak tahu foto itu berada dimana?

Kalau kau ingin lihat foto kita tadi, itu ada di aplikasi Galery. Coba aja cari, geser layarnya dengan jarimu, cukup pelan saja.

Aku mengikuti kata-kata darinya. Dan ya aku melihat foto kami tadi disini. Mama juga melihatnya, dan Mama terlalu kepo.

"Kamu kok cantik disini, aslinya jelek,"
"Ih ih," wajahnya senyum Pepsodent sekarang, sedangkan aku wajahku datar.

Aku kembali membaca surat darinya.

Nah seperti itu. Aku tahu kamu bisa, karena kamu wanita yang cerdas. Kalau kamu kangen sama aku, kamu bisa lihat foto kita tadi. Ohya, jangan biarkan baterainya habis ya, kalau sudah 20%, langsung di charger. Chargernya ada di situ juga. Ada earphone juga, kalau kamu ingin mendengarkan musik. Selebihnya kamu tanya saja sama teman kamu.

Jangan tunggu aku pulang, aku harap ketika kita bertemu kembali dirimu yang dulunya cupu akan berubah menjadi kupu yang sangat di senangi banyak orang. Makan lah dengan teratur, belajar lah sungguh-sungguh. Bahagiakan ibumu, jangan pernah menangis, kau tahukan aku sangat benci gadis menangis.

Reno.

Aku meletakkan surat itu, dan berlari menuju kamar. Pintuku tutup dengan kencangnya sehingga membuat suara hentakan pintu dengan dinding yang kuat. Tak kuat lagi menahan air mata, hingga bantalku basah oleh tangisanku.

Cupu-cupu Nina [ On Going ]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant