✉ 24 || Arthur Elias

1.8K 305 49
                                    

Aku memilih berjalan mengikuti Raja dan Ratu pergi dari lapangan itu. Aku meminta mereka mengantarkanku ke markas. Tapi mereka menolak. Oke, tak masalah. Aku juga sadar diri dengan posisiku sekarang.

Sebenarnya, aku tahu akses menuju markas. Tapi bukankah aku akan menjadi penyusup kalau masuk ke sana tanpa izin dari mereka? Aku sedang tidak mau berbuat kriminal saat ini.

Aku lalu meminta mereka mempertemukanku dengan Raja dan Ratu dari angkatan atas. Kalau ada yang dari angkatanku. Aku ingin lihat siapa yang menggantikanku sebagai Raja.

Mereka membawaku ke gedung perpustakaan. Gedung itu makin mewah saja. Fasilitasnya lebih lengkap dari saat dulu aku masih bersekolah di sini.

Begitu aku memasuki gedung perpustakaan yang gelap gulita, aku bisa mendengar keributan di lantai dua.

"Jangan ke sana dulu," cegah Raja sembari menahan bahuku.

Aku menautkan alisku. "Kenapa?"

Ratu turut melangkah mendekatiku. "Biarkan kandidat menyelesaikan misinya terlebih duhulu."

Aku mengangguk. Tapi aku tetap berjalan ke tangga. Aku menunggu di sana sampai misi yang mereka sebut-sebut itu dapat diselesaikan oleh kandidat.

Mataku memicing saat aku melihat seorang cewek dengan rambut panjang berjalan mundur ke arah tangga. Gawat, dia bisa celaka.

Aku menaiki tangga dengan gegas tepat saat cewek di tepian tangga tadi kehilangan pijakan. Aku berhasil menangkapnya sebelum dia terkapar di undakan tangga.

Cewek itu tampak terdiam sebentar. Sepertinya, dia terlalu shock dengan apa yang barusan terjadi padanya.

Aku bisa melihat Raja dan Ratu angkatanku tampak terdiam di pinggiran tangga lantai dua. Sementara Raja dan Ratu yang sedari tadi bersamaku tidak kalah terkejutnya melihat salah satu kandidat mereka hampir saja celaka.

Kandidat itu tersadar dan langsung melepaskan diri dari cekalanku. Dia tampak menatapi sekitar dengan bingung. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya.

Ratu dari angkatanku tampak berdeham. Ia menuruni tangga barang beberapa anak tangga. Ia mengamati kandidat yang sedang diujinya. Lalu ia membuka suara, "Kamu berhasil atas misimu. Silakan kembali ke lapangan."

Tidak perlu menunggu lama, kandidat itu langsung ngacir pergi dari sana. Sepertinya dia memang sudah ingin kabur dari tadi.

Ratu menuruni satu anak tangga lagi. Matanya sekarang jatuh pada Raja dan Ratu menjabat. "Atas izin siapa kalian membawa orang asing ke dalam acara pemilihan ini?"

"Orang ini memaksa untuk bertemu dengan Kakak." Raja yang menjawab.

Ratu angkatanku menghela napas. Ia menggerakkan tangannya seperti tengah mengusir, "Kalau gitu kalian pergi dari sini. Biar kuurus orang ini."

Raja dan Ratu yang datang denganku tadi segera pergi. Sepertinya walau mereka memiliki kedudukan lebih tinggi (karena mereka masih menjabat), mereka tetap tidak berani melawan kuasa Raja dan Ratu dari angkatan atas.

Begitu Raja dan Ratu yang datang bersamaku itu pergi, Ratu angkatanku kemudian menatapku. Ia melepas topengnya. "Hallo Arthur, lama nggak jumpa sama kamu."

"Hai, Ta," sapaku sok akrab pada Ratu. Dulu kami memang akrab sungguhan. Tapi berhubung sudah lama tidak bersua, rasanya jadi berbeda.

Aku kemudian melirik ke arah belakangnya. Berusaha mengenali sosok Raja yang masih menggunakan topeng. Tapi aku mengenali postur tubuhnya. "Langit?"

"Iya, gue Langit. Gue yang dipilih menggantikan posisi Raja yang kosong," balas Langit membenarkan tebakanku. Dia membuka topengnya.

Aku tidak menyangka kalau Langit lah yang menggantikan posisiku. Padahal sebelumnya dia bukanlah kandidat Raja dan Ratu. Hanya saja, dia ketua OSIS terpilih tahun itu.

Ratu memberi isyarat dengan gerakan kepala agar aku mengikutinya naik. Dia membawaku ke lantai dua. Kami bertiga duduk di kursi yang mengitari sebuah meja bundar.

"Jadi apa tujuan kamu datang ke acara kami?" tanya Rita. Seperti biasa dia memang tidak suka membuang waktu.

Aku memikirkan alasan paling logis untuk berada di sini. Tapi bukan berarti aku harus bohong kan? Jadi kujawab jujur saja, "Salah satu kandidat kalian itu melaporkan kejadian mencurigakan selama seleksi ini."

"Siapa?" tanya Langit.

"Riga," jawabku.

Rita tampak meneguk ludah, "Dia mungkin sudah salah paham."

"Makanya katakan secara jelas apa yang kalian rencanakan," perintahku dengan santai.

Langit menggeleng, "Semua ini di luar rencana kita. Kami tidak pernah berniat melakukan hal-hal buruk pada kandidat."

Aku menaikkan sebelah alisku. "Tapi bukankah setiap tahun juga selalu ada tragedi yang menimpa kandidat?"

"Tapi tidak seburuk ini. Kami tidak pernah menyingkirkan kandidat yang gagal dengan cara demikian." Rita tampak tidak terima dengan ucapanku.

"Oh ya?" Aku masih terus mencecar.

Langit mengangguk. "Kami mengirim mereka yang tidak terpilih sebagai Raja dan Ratu untuk melanjutkan studi di luar negeri. Bukankah kamu tau kalau kandidat ini diambil dari kalangan keluarga berpengaruh. Mana mungkin kami berani macam-macam."

"Kenapa kalian melakukan itu?" tanyaku.

Rita mulai tidak sabar, "Karena mereka yang tidak terpilih berpotensi untuk mengacaukan jalannya pemerintahan Raja dan Ratu terpilih."

Aku manatap tajam ke Rita. "Tapi kenapa dalam pemilihan ini ada kandidat yang terluka?"

"Sepertinya ada yang berniat mengacaukan acara ini. Tapi kami yakin, itu semua bukan ulah Raja dan Ratu angkatan berapa pun." Langit masih menanggapiku dengan lebih santai dari Rita.

Aku menggangguki ucapan Langit. Aku lalu menatap Langit dan Rita secara bergantian, "Kalau gitu siapa yang kalian curigai?"

"Kandidat Raja dan Ratu yang tidak terpilih dan dikirim ke luar negeri." Rita menjawab dengan yakin. Sementara aku sendiri merasa ragu soal hal itu.

o0o

Untuk sementara, mungkin dugaan Rita bisa dipertimbangkan. Tapi tetap saja aku masih ragu soal hal itu. Kalau benar yang melakukan semua ini adalah kandidat Raja dan Ratu yang tidak terpilih, lalu apa motifnya? Apa semata hanya karena mereka dikirim ke luar negeri? Bukankah itu juga tidak buruk. Toh, kebanyakan murid di SMA ini juga bercita-cita melanjutkan studi di luar negeri kelak.

Aku mencoba memikirkan motif lain. Apa mungkin kandidat tidak terpilih menyimpan dendam pada Raja dan Ratu terpilih? Atau mereka ingin memiliki kuasa juga seperti Raja dan Ratu? Tapi sepertinya tidak juga. Saat tahunku, banyak yang tidak antusias untuk melanjutkan mengikuti seleksi Raja dan Ratu. Kebanyakan dari mereka adalah anak manja yang tidak tahu caranya berjuang.

"Kami mau pulang sekarang. Kamu masih mau di sini atau ikut kami keluar?" Rita memutus lamunanku. Aku mendapati nada paksaan di dalam kalimatnya dan justru bukan sekadar pertanyaan. Sepertinya dia sangat ingin aku hengkang dari tempat ini.

Aku mengangguk, "Gue mau nungguin Riga dulu di luar. Setidaknya gue harus bilang ke dia kalau semua ini bukan ulah kalian. Bukan begitu?"

Langit mengangguk, sementara Rita bergumam tak acuh.

Rita dan Langit memimpin jalan keluar dari tempat ini. Sesampainya di luar perpustakaan, mereka pamit pulang. Aku sendiri memilih berjalan kembali ke lapangan. Di sana, Raja dan Ratu menjabat sedang berbicara dengan kandidat yang tersisa.

Aku mencoba menghitung kandidat ada di lapangan. Ada empat orang kandidat yang tersisa. Padahal seingatku tadi di awal, ada lima kandidat yang hadir. Siapakah satu orang yang menghilang ini?

o0o

Jangan lupa kasih dukungan buat cerita ini ya.

Love you all ❤

PEMILIHAN RAJA & RATU SEKOLAH (BAGIAN 1)Where stories live. Discover now