✉ 3 || Vienna Esterina Elara

2.6K 360 18
                                    

Aku menghela napas. Udara siang ini panas banget. Belum lagi sinar matahari yang menyorot langsung ke bumi dan terasa membakar kulit. Mana sekarang acara MOS adalah berjemur di lapangan lagi.

Sebenarnya, kami tidak sungguhan dijemur. Kami hanya diminta untuk berbaris rapi sesuai kelas masing-masing di lapangan. Lalu lima perwakilan kelas diminta maju ke depan untuk mengumandangkan yel-yel kelas.

Acaranya benar-benar membosankan. Kurasa acara MOS kurang greget tanpa acara marah-marah dari kakak-kakak panitia. Atau memang belum masuk ke bagian itu ya?

Setelah semua perwakilan kelas menampilkan yel-yel, masing-masing dari kami diminta menutup mata. Kakak panitia meminta kami, peserta MOS, untuk saling bergandengan tangan dengan teman yang ada di depan dan di belakang.

Kurasa, acara sesaat lagi akan lebih seru. Terbukti dengan kami yang entah dibawa kemana oleh kakak panitia. Tidak satu per satu, melainkan satu baris sekaligus. Setelah berjalan cukup lama dengan kesusahan pula, akhirnya kami diminta berhenti. Kami diperbolehkan membuka mata.

Pemakaman? Ya, tak jauh dari sekolahku memang ada pemakaman tua. Katanya pemakaman ini sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Tadi beberapa kali aku sempat tersandung batu-batuan yang ukurannya cukup besar. Kurasa itu bukan batu, tapi nisan. Sial, selera kakak-kakak panitia MOS horor juga, ya!

"Adek-adek, kalian diberi tugas untuk mencari botol yang di dalamnya terdapat kertas yang dibuat oleh panitia. Waktu kalian lima menit dimulai dari sekarang!" perintah kakak panitia itu.

Teman-temanku segera berlarian ke sana kemari. Aku sendiri masih kebingungan. Dengan perlahan, aku berjalan ke arah semak-semak. Semak-semak ini cukup rimbun untuk menyimpan sesuatu yang rahasia. Mungkin aku bisa menemukan satu botol yang dimaksud kakak panitia.

Tapi setelah menyibak semak-semak itu, aku tidak menemukan apa-apa. Oke, ternyata pemikiranku salah. Aku kembali berjalan. Aku meneliti setiap nisan. Sebenarnya bulu kudukku sudah meremang entah sejak kapan. Mungkin sejak aku sadar bahwa kakak-kakak panitia membawa peserta MOS ke area pemakaman.

Aku merasa ada seseorang atau sesuatu yang mengikutiku. Tidak, tidak, aku tidak boleh berhalusianasi! Tapi ketika seseorang menepuk bahuku, aku tak kuasa menjerit. Aku segera berjongkok dan menutup mulutku sendiri.

"Dek, jangan teriak-teriak. Ini pemakaman!" tegur kakak panitia yang muncul di depanku. Cewek berambut sebahu dengan penampilan modis itu memasang wajah tegas.

Kok muka kakak itu tidak kelihatan ketakutan ya? Atau sesosok hantu di belakangku sudah menghilang?

Melihat aku yang masih terdiam, kakak panitia itu menarikku berdiri. "Kamu kenapa?"

"Tadi ada hantu yang nepuk bahu saya, Kak." Aku berbicara sejujur-jujurnya.

Kekehan tawa terdengar. Bukan hanya tawa seorang cewek, tapi juga ada tawa seorang cowok. Tuh kan, hantunya pasti belum pergi. Tapi kakak panitia di hadapanku ini tidak bisa melihat hantu itu. Makanya dia biasa saja menghadapi situasi mencekam ini.

"Mungkin yang kamu maksud hantu itu adalah teman kamu?" tanya kakak panitia itu sambil menyelipkan rambutnya ke belakang telinga.

Aku mematung. Oke, aku memang belum mengecek. Tapi kalau kakak panitia itu salah menafsirkan, bisa-bisa aku malah melihat penampakan.

Baiklah. Kuputuskan untuk menengok ke belakang. Cowok dengan pakaian seragam SMP sedang berdiri di belakangku. Cowok itu tampak cengar-cengir.

Tapi hantu kan juga bisa cengar-cengir! Aku memastikan hal lainnya. Mataku jatuh ke kaki cowok itu. Dan yang berhasil kulihat adalah kaki cowok itu menapak di tanah. Oke, yang satu ini membuatku yakin kalau cowok berseragam SMP itu memang manusia.

"Waktu kamu hampir habis. Cepat cari botol itu dan kembali ke pos panitia!" perintah kakak panitia itu yang sukses menghancurkan imajinasi hasil pemikiran anehku.

Aku mengangguk dan segera berlalu. Sejenak aku sampai lupa pada cowok yang sempat kusangka hantu itu.

Tapi sepertinya cowok itu berniat mengikutiku. Ia berjalan di belakangku dalam diam. Tapi tetap saja langkahnya berisik.

Aku kembali mencari botol yang ada surat di dalamnya. Mataku tak sengaja memandang ke salah satu pohon dan ternyata sebuah botol tampak digantung dengan tali di sana.

Tanpa membuang banyak waktu, aku segera meraih botol itu dan mengecek isinya. Benar, ada surat di dalamnya. Saat aku memutar badan, sosok cowok tadi sudah menghilang. Menghilang entah kemana dan tanpa suara?!

Serius, aku kembali merinding. Aku segera berlari-lari kecil kembali ke pos panitia. Ya Tuhan, tolong kembalikan hidupku yang damai dan tenang seperti sediakala.

Begitu sampai di pos panitia, aku segera menunjukkan botol yang kutemukan tadi. Beberapa anak dari reguku sudah kembali dan beberapa lainnya masih terus mencari. Kurasa waktu yang diberikan kakak panitia sudah habis.

"Oke, kalian yang udah dapat botolnya bisa langsung kembali ke sekolah. Silakan berbaris dengan rapi seperti semula. Jangan ada yang melamun dan tetap bergandengan tangan dengan teman kalian. Ingat, kerjasama dan kekompakan tim akan sangat membantu agar kalian bisa secepatnya sampai di sekolah." Kakak panitia itu kembali masuk ke pos.

Kupikir kami akan ditemani kembali dalam perjalanan menuju sekolah. Nyatanya, kami para siswa baru harus berjalan sendiri.

"Eh, ini jalannya ke kanan atau ke kiri?" tanya cewek berkepang dua dan berkacamata. Ternyata ada yang lebih berpenampilan cupu daripada aku.

"Ke kanan," jawabku singkat dan sok tegas. Aku malas kalau didebat.

Semua anak berjalan sesuai petunjukku. Ya, rumahku memang tidak jauh-jauh amat dari sekolah baruku. Dan seperti kataku tadi, kuburan ini letaknya tak jauh dari sekolah baruku. Beberapa kali aku pernah melewati kuburan tua ini untuk pergi ke suatu tempat. Jadilah aku tahu soal jalan-jalan di sini.

Kami sampai di sekolah pukul tiga sore. Sudah banyak peserta MOS yang kembali ke sekolah. Apa tadi mereka semua juga dibawa ke kuburan tua itu? Rasa-rasanya, suasana di kuburan tua itu terlalu sepi untuk ukuran kunjungan tiga ratus siswa baru.

Ah sudahlah. Kenapa pula aku harus ribet-ribet memikirkan hal itu?

Aku duduk di sebelah cewek berkepang dua dan berkacamata. Cewek itu sendiri tampak tak mengindahkan kehadiranku. Dia sibuk memijat kakinya.

Harus kuakui. Jalanan yang kami tempuh tadi cukup jauh. Belum lagi saat berangkatnya, mata kami semua ditutup. Aku sih yakin, teman-temanku ini juga pasti kesusahan berjalan dengan mata tertutup. Setidaknya, mereka pasti juga pernah tersandung, kesleo, atau bahkan hampir terjelungup sepertiku.

Aku juga mengistirahatkan kakiku dengan selonjoran santai di lapangan berumput ini. Acara MOS masih ada lima hari lagi untuk kujalani. Bahkan aku harus datang ke acara pertemuan kandidat Raja dan Ratu Sekolah.

Kuakui aku cukup lelah hari ini. Tapi aku masih berusaha bersemangat untuk menghadapi pertemuan nanti sore. Pokoknya, aku akan datang ke pertemuan kandidat Raja dan Ratu Sekolah itu.

o0o

Wajib vote and comment!

Love you all ❤

PEMILIHAN RAJA & RATU SEKOLAH (BAGIAN 1)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon