✉ 10 || Riga Nara Neonatha

1.7K 309 31
                                    

Cewek itu membuka topengnya dengan kesal lalu berjalan meninggalkanku. Sialan, masa dia menolak membantuku!

Sebenarnya, aku tidak masalah sih kalau menyelidiki soal kepengurusan Raja dan Ratu Sekolah sendirian. Tapi kalau ada bahaya, aku kan tidak mau mati sendirian, hehe. Tentu saja aku harus mengajak teman. Seperti Vienna, misalnya. Vienna lumayan cantik sih kalau diperhatikan. Jadi kalau kami mati bareng, aku tidak keberatan jadi pasangan hantunya.

Oke, cukup. Pikiranku memang terlalu konyol. Aku malah berpikiran sinting di saat-saat genting. Aku mencekal tangannya. Dia berusaha melepaskan cekalanku. Tapi aku kan lebih kuat dari dia.

"Dengerin dulu," ujarku membuatnya berhenti meronta. "Lo nggak penasaran kenapa Anna bisa menghilang?"

Ya, salah satu kandidat bernama Anna telah menghilang. Aku yakin banget kalau ada yang tidak beres di sini. Seharusnya semua menyadari hal itu. Tapi aku yakin mereka semua egois dan hanya memikirkan diri mereka sendiri.

Vienna menggeleng. Wajahnya pucat kehijauan. Mungkin dia ketakutan. Dan dengan tidak berperi kemanuasian, aku mengajaknya bergabung dalam penyelidikan.

"Vien, kalau mereka nggak dihentikan, besok-besok akan ada kandidat yang hilang lagi. Sampai saat giliran lo tiba, lo mau hilang gitu aja?"

Dia terlihat terkejut mendengar ocehanku. Wajahnya takut, kaku, tegang, bercampur cemas. "Tapi aku juga takut kalau bertindak macem-macem. Gimana kalau justru kita yang celaka karena berusaha mencari tahu hal yang seharusnya tidak boleh kita tahu?"

"Kan ada gue," ucapku layaknya superhero yang siap menegakkan keadilan di muka bumi. Tapi aku juga tidak omong kosong kok. Aku siap melindungi Vienna kalau sampai cewek itu terancam bahaya. Walau kelihatannya aku adalah anak manja yang punya banyak orang untuk disuruh-suruh, lebih dari apapun aku bisa diandalkan. Aku menguasai beberapa ilmu beladiri. Aku juga rajin berolahraga. Oh ya, aku ini atlet olahraga anggar dan menembak. Keren banget kan?

"Tapi," gumam cewek itu pelan. Sepertinya ia masih bimbang. "Oke, deh. Tapi kamu harus janji nggak akan bertindak yang membahayakan keselamatan kita."

Aku tersenyum puas. Yes, dia mau juga. Oke, kalau gitu saatnya bertindak!

Aku menyeret Vienna kembali ke gedung sekolah. Cewek itu memekik kaget. Mungkin dia pikir, penyelidikan ini tidak akan dilakukan sekarang juga. Tapi kapan lagi coba? Besok pagi kami harus mengikuti serangkaian acara MOS. Belum lagi kalau ternyata malamnya kami harus berkumpul lagi, maka kesempatan untuk menyelidiki keanehan ini hanyalah malam ini.

"Riga, sekolah udah sepi banget!" Vienna terlihat gusar. Meski begitu, dia tetap mengikutiku.

Aku terkekeh. Memangnya sejak tadi sekolah ramai gitu? Enggak kan. Tadi memang ada kandidat Raja dan Ratu Sekolah lainnya. Tapi kan jumlah mereka tidak banyak-banyak amat untuk membuat keadaan ramai. Jadi sedari tadi juga suasananya sama saja.

"Tenang aja," ucapku lembut. Berharap dia tenang dan tidak banyak bicara lagi.

Vienna menghela napas. Mungkin dia sudah pasrah sepenuhnya dan membiarkan aku mengendalikan keadaan.

Aku melihat bayangan melintas di ujung tangga. Oke, aku mengajak Vienna berbelok di koridor menuju toilet. Pertama-tama, kami harus sembunyi. Setelah kurasa aman, aku membawa Vienna menuju gedung kelas.

Aku ingat sesuatu. Tadi aku sempat melihat Anna di salah satu ruang kelas. Dia sedang berebut mahkota dengan Mey. Tapi aku tidak tahu kelanjutan perdebatan mereka.

Kalau mahkota Anna sudah ditemukan Mey, kenapa pada akhirnya Anna yang gugur? Apa Anna gagal menemukan mahkota Mey, lalu Mey melakukan sesuatu untuk membuat Anna kalah? Yang jelas, Mey akhirnya berhasil lolos misi ini. Dan justru sebaliknya yang terjadi pada Anna.

PEMILIHAN RAJA & RATU SEKOLAH (BAGIAN 1)Where stories live. Discover now