33. kekhawatiran Jimin

Start from the beginning
                                    

Taehyung menyetujui hal itu, mungkin lain kali ia bisa mengajak Jisoo kembali seperti dulu. Dan ia juga berniat untuk mengajak Taehnai bersamanya jika di izinkan oleh Jennie, ah tidak ia tak akan meminta izin pada Jennie. Hal itu hanya membuang-buang waktu saja karena ia sudah mendapatkan jawabannya, Jennie tak akan membolehkan - pikirnya.

.
Hati Jimin tiba-tiba tergerak untuk mencari keberadaan Jennie, di telusuri nya seluruh penjuru jalan dekat area gedung itu. Entahlah apa yang membuatnya ingin sekali mencari keberadaan Jennie.

Menjalankan mobilnya dengan sangat pelan sesekali melirik ke kanan dan kiri jalanan, siapa tau ia menemukan sosok itu. Dan apa yang ia harapkan akhirnya ketemu, Jimin turun dari mobilnya mendekati Jennie yang terduduk membelakanginya.

Jennie sedari tadi memang masih duduk di bangku taman itu, memijit pelipisnya yang tak mau berhenti berdenyut dengan sikut yang bertumpu di pinggiran bangku itu.

Memandang kosong tanah rerumputan itu sesekali terpejam kala pikiran itu hinggap.

"Jennie-ssi" kata Jimin tepat di belakang Jennie sekarang.

Jennie bergerak sedikit saat ia rasa ada yang memanggil namanya, memutar bola matanya ke kanan dan ke kiri dengan tangan yang terlepas dari pelipisnya.

Ia menoleh kebelakang dan mendapati Jimin yang menatapnya kasihan. Mulutnya terkatup saat tubuh tegap Jimin mendekatinya tanpa mengalihkan pandangan ke lain arah.

"Sedang apa kau disini sendirian? Kau lihat hari sudah perlahan gelap, apa kau tak ingin pulang heum" ujar Jimin lembut, selembut kapas.

"Jimin" lirih Jennie setelah berdiri di hadapan Jimin.

"Iya ada apa? Kau ingin pulang heum?" Tanyanya lagi.

Jennie menggelengkan kepalanya pelan masih menatap Jimin tak percaya.

"Kenapa kau ada disini? Kenapa kau yang mencariku? Kenapa tidak Taehyung?" Lirih Jennie malah balik bertanya.

"Aku khawatir pada adik sahabatku" ujar Jimin pelan menatap Jennie dengan senyum kikuk.

Jennie menunduk lemah mendengar jawaban dari Jimin, jika ia tak mendapati Taehyung yang mencarinya maka setidaknya Taehyung menyuruh orang lain untuk mencarinya. Namun apa yang ia dengar dari Jimin tadi memang niat tulus Jimin mencarinya, bukan karena Taehyung yang menyuruhnya. Lalu jika seperti ini, kemana Taehyung sekarang? Apa ia bersenang-senang dengan Jisoo.

"Sungguh aku merasa bodoh sekarang" ucap Jennie yang tertunduk tadi serta senyum paksa ia berikan untuk rerumputan yang ia injak.

"Jen, kau tidak bodoh? Hanya saja kau belum bisa menerima kenyataannya. Aku tau apa yang kau rasakan sekarang, ku mohon berhenti berharap pada orang seperti dia" ujar Jimin dengan nada serius.

"Kenapa? Kenapa aku harus berhenti? Aku mencintainya, jadi bagaimana pun rintangannya akan aku hadapi" putus Jennie santai.

"Dirimu itu lemah Kim Jennie, kau tak akan sanggup melewati ini semua sendirian. Lihatlah senyuman yang kau berikan barusan itu hanya menutupi sebagian luka mu saja. Kau tahu aku bisa melihat dari matamu tersirat banyak sekali kehancuran. Ku mohon jangan tahan air matamu di hadapanku jika kau merasa hancur" kata Jimin mencengkram bahu Jennie cukup kuat agar Jennie sadar.

"Jim?" Lirih Jennie dengan air mata yang siap tumpah seraya menatap manik mata Jimin di hadapannya.

"Menangislah, aku akan menguatkan mu. Menangislah" lirih Jimin juga.

Jennie langsung saja dengan cepat memeluk tubuh tegap milik Jimin itu. Menumpahkan air matanya yang sedari tadi ia tahan, menjerit seraya meratapi lika liku hidupnya. Menenggelamkan wajahnya ke dada bidang Jimin agar jeritan pilu itu tak terdengar oleh orang lain.

"Kenapa Jim, kenapa hidupku sangat tak adil? Kenapa banyak sekali penderitaan di hidupku ini. Katakan padaku Jim kenapa ini semua terjadi hiks.. hatiku sakit saat eomma dan Appa ku pergi meninggalkan ku untuk selamanya, dan hati ku juga sakit saat mengetahui segalanya tentang Taehyung yang hanya ingin perusahaan Appa dan bukan diriku, harusnya aku tak mencintainya. Tapi kenapa? Kenapa aku malah mencintainya, bahkan setelah aku tahu dia tak mencintaiku aku masih tetap mencintainya. Aku ingin sekali mati sekarang! Aku tak mampu lagi memendam rasa sakit ini hiks.. aku ingin mati Jim, aku ingin mati saja hiks.." tangis Jennie melemah dalam pelukan hangat yang di berikan oleh Jimin tadi.

Jimin tertegun mendengar segala rasa sakit yang Jennie pendam selama ini. Apakah sesakit itu yang Jennie rasakan hingga Jimin pun ikut terhanyut mendengarnya. Jimin dapat rasakan matanya sendiri memanas karena menahan sesuatu yang ingin keluar, Jimin ingin menangis mendengarnya. Ia tak boleh menangis di depan Jennie, bukankah ia telah berjanji untuk menguatkan Jennie bukan membuat Jennie semakin merasa sedih karena melihatnya yang ikut menangis.

"Aku tak sanggup, sungguh aku tak sanggup lagi.. tapi jika aku menyerah bagaimana dengan nasib anakku hiks.." itulah kata-kata terakhir Jennie sebelum kesadarannya hilang di pelukan Jimin.

Merasa tak ada pergerakan dan suara yang keluar dari mulut Jennie lagi, Jimin mengendurkan sedikit pelukannya dan langsung memeluknya lagi saat tubuh rapuh itu hendak merosot ke tanah akibat hilang kesadaran.

Jimin menggendong tubuh rapuh itu saat di rasa hawa tak enak mengganggu pikirannya saat ini. bahkan sekarang Jimin sudah menangis karena khawatir di buatnya. Menepuk2 pelan pipi itu guna menyadarkan sang empunya, Jennie sadar ia mengerjap kan matanya yang sayu itu kemudian menitihkan nya kembali.

"Kita kerumah sakit sekarang!" Ujar Jimin cepat sebelum kesadaran Jennie hilang lagi, namun belum sempat ia menggendongnya kesadaran Jennie telah hilang kembali.

"Bersabarlah jennie-ah, kau harus kuat" ucapnya setelah memasukkan Jennie ke mobil lalu melajukan nya.

Melajukan kendaraan dengan sangat cepat, sesekali memperhatikan wajah pucat itu yang tertidur pulas di kursi sebelahnya.

.
.
"Bagaimana keadaannya dokter?" Ujar Jimin dengan nada khawatir setelah dokter itu keluar dari ruang periksa.

"Syukurlah nyonya Jennie tidak apa-apa tuan, hanya saja ia kelelahan serta sedikit stres" ujar dokter paruh baya itu lembut.

"Apa saya boleh melihatnya dokter?" kata Jimin dengan tatapan ke ranjang Jennie dari sela-sela pintu yang terbuka.

"Boleh saja tapi jangan sampai menggangu istirahatnya, usahakan juga agar nyonya Jennie tidak di hadapkan dengan permasalahan yang akan membuat ia semakin stres..." "Emm baiklah, kalau begitu saya permisi dulu tuan" kata seorang dokter perempuan itu lalu pergi meninggalkan Jimin di depan ruang itu.

"Baiklah, terimakasih dokter" ujar Jimin membungkukkan badannya.

Jimin mulai memasuki ruangan itu, mendekati tubuh Jennie yang terbaring lemas dengan selang infus yang terpasang di tangan kanannya.

Duduk di pinggir ranjang dengan tangan yang mengelus pelan surai panjang itu, memperhatikan wajahnya yang menyiratkan kesedihan bahkan saat tertidur seperti itu.

Entah perasaan dari mana tiba-tiba Jimin menjadi sangat khawatir bahkan sedih melihat keadaan Jennie sekarang. Membayangkan ucapan Jennie di taman tadi membuatnya ingin sekali melindungi wanita ini.

Tangannya yang awalnya berada di kepala Jennie kini mulai pindah ke tangan sebelah kanan Jennie. Mengecup tangan itu sekilas, berharap rasa sakit akibat infus itu menghilang. Lho kok infus..

Jimin menggenggam erat tangan itu, dalam hati ia tak hentinya merapal kan doa-doa agar Jennie segera sadar dari tidurnya.

"Cepatlah sadar, mulai sekarang aku akan melindungi dirimu dari beban hidupmu nanti" gumam Jimin seraya menatap Jennie penuh kesedihan.

TBC

Part terpanjang..

Udah kehabisan kata-kata jadi sampe sini dulu ya yeorobun 😂😂

Ntar di lanjut lagi kalo otak udah sedikit fresh🤣

Vote comment di bawah 👇

Dan jangan lupa follow akun aku trus IG nya juga

Because followers aku dkit bnget sumpah 😭

Ig: yunianggraini48 🙏🙏🙏

Late Love (KTH)Where stories live. Discover now