33. kekhawatiran Jimin

1.6K 152 31
                                    

HAPPY... READING 💜

Jennie menjauh dari gedung pernikahan itu. Melangkah kan kakinya tanpa tahu arah tujuan. Yang ingin Jennie lakukan sekarang hanya ingin meluapkan rasa sedihnya sekarang. Ia ingin sekali berteriak kencang untuk meluapkan emosinya yang sudah menumpuk.

Ia belari terus berlari, tak peduli dengan hak sepatu yang nasibnya akan berujung menyedihkan. Serta baju yang sedikit robek bawahnya akibat diangkat terlalu tinggi agar mendapatkan langkah seribu.

Ia juga tak memperdulikan jalanan yang cukup ramai kendaraan, hingga ia hampir saja tertabrak oleh mobil yang melaju cukup kencang. Jangan salahkan mobil itu jika ia benar2 tertabrak, tapi salahkan Jennie sendiri yang berlari tanpa melihat sekitar.

Jikapun Jennie tertabrak, itu juga sebenarnya bukan salah Jennie tapi salahkan Jisoo. Oh tidak, Jisoo juga tidak salah, shit sungguh berbelit permasalahan seperti ini.

Jennie terdiam terpaku di tengah jalan dengan posisi menutup wajah dan memejamkan mata, hampir saja ia mati tadi. Dia masih tetap diam, seperti seorang istri durhaka yang terkena kutukan hingga menjadi seperti batu.

Sampai bunyi klason mobil itu berbunyi barulah Jennie membuka wajahnya dari tangan yang menutupinya. Jennie maju sedikit untuk kembali menepi, sebelumnya ia juga sudah membungkuk meminta maaf atas kecerobohan nya barusan.

Di lihatnya di seberang sana ada taman tanpa pengunjung, sepi sangat sepi. Mungkin inilah tempat yang cocok untuk sekarang meluapkan segala emosi yang ia pendam sekarang.

Berjalan gontai kearah sebuah kursi lalu mendudukinya. Jennie menangkup kedua wajahnya, menumpukan kedua sikutnya pada lutut sebagai tumpuannya.

Mengusap kasar wajahnya kemudian menyibakkan rambut kebelakang sedikit mengacaknya karena frustasi.

Menangis dalam diam, memejamkan mata dan mengatur sedikit nafas mungkin cara terbaik agar tangisannya tak pecah. Namun itu semua sia-sia, sekuat apapun Jennie untuk menahannya maka akan semakin sakit ia rasakan.

Menutup mulutnya menahan isakan dengan tangan kanan dan tangan kiri memegang kepala yang sejak tadi terus berdenyut. Mulut yang tak henti-hentinya menggigit bibir bawah sebagai usaha keras melawan yang namanya isakan.

Namun lagi dan lagi ia gagal melakukannya, ia semakin menunduk dan menunduk hingga kepalanya menyentuh bagian lutut.

Pertahanan yang Jennie buat sedari tadi seketika hancurlah sudah, ia tak mampu lagi menahan kehancurannya. Apa ini kehancuran untuk terakhir kalinya, apa masih ada kehancuran-kehancuran lainnya.

Ia menangis kencang, bahkan terbilang menjerit bagi yang mendengarnya. Tak perduli ada pengemudi mobil yang merasa iba melihatnya, ia juga tak peduli jika ia akan menjadi tontonan banyak orang nantinya.

Ia menangis terus menangis, hingga beberapa puluh menit ia habiskan hanya untuk menangisi dirinya yang lemah.

Kenapa harus dia pikirnya, apa tak ada orang lain yang harus di takdir kan dengan nasib buruk seperti ini.

.
.

Orang-orang yang masih berada di gedung hanya memandang sendu Jennie yang pergi tadi, mereka ingin sekali menyusul Jennie namun di cegah oleh Jungkook. Pikir Jungkook biarlah Jennie seperti ini dulu, ia butuh waktu untuk menerimanya. Karena Jungkook tau apa yang Jennie rasakan dan Jungkook juga tau jika Jennie tak akan nekad.

Mereka sekarang sibuk memikirkan nasib Jennie kedepannya kecuali Taehyung dan Jisoo sendiri yang sepertinya terlihat biasa saja, bahkan mereka terlihat sedikit senang hari ini.

Hari semakin sore, mereka semua akan pulang kerumah masing-masing. Taehyung dan Jisoo juga awalnya berniat pergi ke suatu tempat untuk melepas rindu tanpa memikirkan nasib Jennie sekarang. Namun hal itu di cegah oleh Seokjin, karena bagi Seokjin hal itu sangatlah tak masuk akal. Bagaimana tidak, istri sahnya pergi lalu suaminya bermesraan dengan sang pelakor.

Late Love (KTH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang