Darel mendengus kesal. "Apaan sih? Napa jadi gue yang lo introgasi?"

"Karena lo yang jadi saksi bego!" Dafrel menuding Darel dengan telunjuknya. "Rel, kalo memang lo benci sama Zeta, seenggaknya jangan nyelakain dia Rel. Mau gimanapun juga, dia adik lo Rel. Adik gue juga," sambung Dafrel.

Darel menghembuskan napas gusar. "Gue gak bermaksud nyelakain dia Daf!" tekannya pada Dafrel.

"Gue ... gue— ARGH!" Darel mengerang frustasi. Dafrel menghembuskan napas lelah. Ia duduk di salah satu kursi yang ada di sebelah Darel.

Dafrel mengusap pundak Darel. Ia menganggukkan kepalanya. "Lo gak ngerti gimana rasanya Daf," ujar Darel.

Dafrel menggeleng tegas. "Gue ngerti Rel. Kita itu kembar, jadi gue pun bisa ngerasain apa yang lo rasain."

"Sekarang, kita cuma bisa berdoa sama Tuhan supaya Zeta bisa sembuh." Darel mengangguk setuju.

Tiba-tiba Aldo datang dengan Bi Marni yang berjalan tergopoh-gopoh. "Zeta gimana?" tanya Aldo.

Dafrel menatal malas ke arah papanya. "Di dalem."

Aldo ingin masuk namun di cegah oleh Dafrel. "Mau apa, Pah?" tanya Dafrel.

Aldo menatap aneh ke arah Dafrel. "Ya mau jenguk Zeta lah, mau apa lagi?" Aldo balik bertanya pada Dafrel.

"Oh, kalau Zeta sakit baru peduli ya?" sindir Dafrel pada Aldo. Aldo menatap nyalang pada putranya. "Maksud kamu apa? Mau gimanapun dia tetap anak Papah, Nak."

"Halah, Papa—" Ucapan Dafrel terhenti saat Bi Marni menghentikan aksi berdebatnya dengan sang papa.

"Den, udah Den. Gak baik berantem di rumah sakit," ujar Bi Marni menenangkan. Aldo memutar matanya malas, ia kemudian memasuki ruangan Zeta dan menemukan seorang pemuda yang tengah menggenggam erat tangan Zeta.

"Nak?" sapa Aldo pada Dean. Dean mengangkat wajahnya dan menatap bingung ke arah Aldo.

Dean berdiri dari duduknya, "Maaf Om, Om ini papanya Zeta ya?" tanya Dean sopan. Aldo mengangguk. Ia masih setengah sadar saat menatap wajah Dean.

Ya Tuhan, kenapa wajahnya sangat mirip dengan Melani saat muda? Ah, ada apa denganku, mungkin itu hanya kebetulan saja- batin Aldo.

"Kamu ... kamu siapa?" tanya Aldo yang masih belum bisa menerima bahwa wajah pemuda di depannya ini mirip dengan mendiang istrinya.

"Saya Dean, Om. Pacarnya Zeta," tukas Dean dengan begitu percaya diri. Aldo menganggukkan kepalanya. Ia menduduki kursi yang tadi Dean duduki, di pegangnya erat tangan putrinya.

"Zeta, maafin Papah," ujar Aldo dengan begitu menyesal. Selama ini, ia membenci Zeta dengan berlebihan.

Ia sadar, tidak sepantasnya ia sebagai seorang figur ayah mencampakkan salah satu anaknya. Dean keluar dari ruangan agar Aldo lebih leluasa berbicara.

"Papah tau, kamu pasti susah banget maafin Papah, maaf banget udah ngebuat kamu ngerasa gak punya siapa-siapa di dunia ini sayang, Papah nyesel banget pernah kayak gitu sama kamu. Papah harap kamu cepet sembuh ya, Nak. Jangan tinggalin Papah, Papah sayang kamu." Aldo mencium kening putrinya sembari memejamkan mata dan tak sengaja mengeluarkan air mata.

Dokter tiba-tiba masuk dengan diikuti ketiga suster. Masing-masing dari mereka membawa peralatan yang dibutuhkan.

"Maaf, Pak. Sekarang kami ingin menindaklanjuti perkembangan Zeta, di mohon menunggu di luar ya Pak," ujar salah satu suster itu.

Aldo mengusap air matanya, ia beranjak dari sana. Pundaknya tidak sengaja menabrak salah seorang pekerja medis di ruangan itu.

"Maaf, saya tidak sengaja." Aldo menatap mata pekerja medis itu, ia mngerutkan keningnya.

Matanya ... ah tidak mungkin! Sahabat Zeta itu kan sudah meninggal. Mungkin hanya kebetulan - batin Aldo.

~TBC~


Holla!

Gimana masih mau lanjut??🌟

Voment dulu dong.

KASIH TAHU AKU TOKOH MANA YANG KALIAN SUKA?!

Zeta ?

Alta ?

Dean ?

Arsha ?

Fio ?

Kaysa ?

Dafrel & Darel ?

Atau ...

AUTHORNYA?!!!! Hihihi becanda kok_<

Selamat membaca❤️

GIZLIWhere stories live. Discover now