11|• Vitalia Fahreza?

324 17 0
                                    

Aku tidak memiliki apapun selain kepercayaan bahwa kamu juga mencintaiku. Entah itu disebut sebuah harapan atau angan semata. Namun, kebenarannya sikapmu tidak cukup membuatku benci dan berhenti mencintai.

-

"Papa!" teriak Ayu yang baru saja sampai ke rumah dan berdiri di pintu halaman belakang rumahnya.

Ayu dan Vina memang sudah mendapat kabar ini sebelumnya, jadi mereka langsung pergi ke belakang untuk menemui Reza.

"Tanli!" seru Vina meletakan semua belanjaannya dan berlari ke arah Lia.

Vina memeluk erat Lia. Betapa bahagianya ia saat tidak dapat kasih sayang dari Iren, tetapi ia mendapat kasih sayang dari Lia dan Ayu. Dirinya cukup mengenal Lia. Jika Gibran tidak, mungkin saja laki-laki itu memiliki masalah pada otaknya yang mudah melupakan.

"Tanli, Shena gak di ajak?" tanya Vina melepas pelukannya dan menoleh ke kanan kirinya. Selain mengenal Lia, dirinya cukup dekat dengan Echa dan Shena. Vina juga sering diam-diam menemui Lia saat ia bosan setiap hari bersama Gibran.

"Iya. Shena ke mana?" tanya Ayu yang ikut duduk dengan mereka.

"Ada sama Gibran," jawab Lia.

"Shena berapa tahun, sih, Tanli?" tanya Vina lagi.

"Mau tiga tahun."

Vina manggut-manggut. Iya mengiyakan jawaban dari Lia. Tidak berasa jika Shena sudah mulai cukup dewasa, terlebih kehidupannya tidak sebaik yang dibayangkan setiap orang. "Vina ke kamar Gibran dulu, ya," ucapnya.

Lia mengangguk.

"Iya."

"Hati-hati," pesan Ayu.

"Iya, Bunda!" balas Vina dengan teriak. Karena ia sudah berlari pergi ke kamar Gibran.

-1 Hati 2 Raga-

Gibran dan Shena sedang asik bermain di kamar Gibran. Sedari tadi Gibran terus berusaha mencari cara agar Shena tertawa dan tidak merengek. Sama seperti anak kecil pada umumnya, Shena juga sama manjanya. Selain manja, Shena sangat cerewet dan banyak aturan walau masih anak-anak.

Kini Gibran mengajak Shena bermain Bad dog game. Shena sangat aktif. Ia baru saja lancar berbicara. Sangat aktif dan sangat membuat Gibran kewalahan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Shena. Namun, saat diberi permainan seperti ini, Shena sangat gembira. Ia tertawa terbahak-bahak saat Gibran kalah dalam mengambil tulang pada sebuah permainan.

"Hahaha!" tawa Shena pecah.

"Kaka kalah lagi!" sorak Shena dengan bicara yang lumayan lancar.

"Kakak gak kalah. Cuma belum menang," balas Gibran.

"Itu sama ada!"

Gibran pun ikut tertawa. Ia tidak mempunyai saudara kandung, tetapi kehadiran Shena membuat hidupnya lebih berwarna. Hari-harinya tidak disibukan hanya dengan bersama Vina. Namun, dirinya sering kali meluangkan waktunya untuk Shena.
Yah, Shena adalah proitasnya juga. Dalam hal ini ia selalu membagi waktunya. Baik untuk bundanya, Vina dan juga teman-temannya.

Tok! Tok! Tok!

"Kakak boleh ikut?" tanya Vina.

"Ka Vina!" seru Shena.

Gibran menoleh melihat Vina yang berdiri menatap kebersamaannya dengan Shena. Perlahan Vina melangkahkan kakinya mendekati mereka.

"Lagi pada ngapain, nih?" tanya Vina yang baru datang lalu mendekat untuk ikut serta dalam permainan.

1 Hati 2 Raga [Selesai]√Onde histórias criam vida. Descubra agora