35|• Suara Hati Seorang Laki-laki

268 7 0
                                    

Pagi ini Vina menyiapkan sarapannya sendirian. Semalam ia menunggu mamanya pulang, tetapi mamanya tak kunjung pulang. Ia merasa khawatir pada mamanya, tetapi pesan dari mamanya sempat masuk dan mengabari dirinya jika ia sedang baik-baik saja.

Vina mengambil selai stroberi di laci yang cukup tinggi. Vina meraihnya dengan berjingkrik dengan satu tangan lainnya menahan perut agar tidak terasa ngilu. Namun, Vina yang pendek tetap saja tidak bisa menggapainya, sampai seseorang mengambilkan dua wadah selai sekaligus.

"Rajin-rajin berenang, deh lo," Gibran mengejek Vina yang kesulitan mengambil selai diatas laci.

Vina membalikkan badannya dan menemukan sosok Gibran dihadapannya. Vina tidak mendapat kabar apapun dari lelaki ini, tetapi entah apa yang merasuki Gibran hingga tanpa rasa malu ia datang tanpa undangan.

"Elo!"

"Apa?...... Sarapan ayo, Bumil!" Gibran langsung duduk di kursi dan membuatkan roti untuknya dan untuk Vina.

Vina sedikit melongo, tetapi Gibran memperlakukannya dengan manis tidak hanya sekali. Vina dapat membaca Gibran dengan mudah, tetapi ia rasa Gibran tidak cukup pandai membaca isi pikirannya.

"Ini."

Vina duduk dan mengambil roti yang sudah Gibran buatkan untuknya. Seketika Vina mengingat kejadian kemarin saat ia diajak kawin lari oleh Leon. Tidak ada salahnya menerima tawaran Leon. Vina juga tidak ingin menikah tanpa cinta dan menyulitkan Gibran untuk kesekian kalinya. Lelaki itu sudah cukup ia persulitkan hidupnya.

"Hari ini kita ke luar," ucap Gibran.

Vina terdiam tertegun. Lalu, ia menyimpan rotinya kembali dan perlahan menatap Gibran.

"Gue gak mau keluar."

"Kenapa?"

"Perut gue udah gede. Gue mau!" Tegasnya.

"Tinggal pake masker. Gampang," usulnya dengan mudah.

"Gue tetep gak mau!" Putus Vina lalu pergi.

Gibran menatap kepergian Vina penuh kecurigaan. Ia tidak tahu masalah apa yang sedang dihadapi tunangannya. Eh, calon istrinya. Gibran tidak tahu jika Vina akan semarah ini kala diajak keluar.

Gibran memang melihat Vina malu karena perutnya yang mulai membesar. Sebenarnya Gibran membutuhkan kepastian Vina. Ia juga sama seperti pria diluar sana yang membutuhkan kepastian tidak hanya digantungkan perasaannya. Niatnya sangat baik, lalu mengapa Vina masih belum membuat keputusan apapun?

Reon

Kafe harmoni, kuy|

Rian

Tempat biasa aja gak usah banyak gaya nongkrong di kafe|

Rifky

Gue absen, Bro!|

Rian

Eh anjing ikut lo!|

Reon

Jaga bahasa lo, Baby!|

Gibran membaca semua pesan grup yang masuk kepadanya. Jujur dirinya sangat malas jika harus pergi meninggalkan Vina sendirian di rumah. Ia khawatir Vina akan mengugurkan kandungannya seperti dulu. Namun, Gibran malah tergiur untuk membalas pesan dari teman-temannya.

|Diem lo monyet🐒

Rian mengirim voice notifikasi yang bunyinya seperti ini.

'Anjing, pake emot biar menjiwai, haha!'

1 Hati 2 Raga [Selesai]√Where stories live. Discover now