12|• Permainan Hidup

378 22 0
                                    

Cinta tidak hanya didefinisikan sebagai kebahagiaan. Terkadang cinta bisa menjadi boomerang atas segala perjuangan kita.

_

Tring!

Bel sudah berbunyi dan Vina sudah lama di dalam kelas. Ia membereskan buku-bukunya. Eh tidak! Vina seharian ini tidak belajar, melainkan hanya diam dan memikirkan setengah hidupnya yang entah ke mana arah tujuannya.


Mona berdiri di belakarangnya  yang hendak menggendong tas dengan wajahnya yang begitu santai tanpa beban. Ya, dalam persahabatan mereka hanya Mona yang memiliki keluarga sejahtera.

"Mau pulang sama gue?" tanya Gibran.

Vina sadar siapa yang mengajaknya pulang. Cowok dingin dan lemah mengenai boneka Pooh koleksinya. Perlahan ia membalikkan badan dan menatap ke arah Gibran dengan tatapan yang berbeda. Jujur Vina sedikit kecewa dengan Gibran, mungkin ini soal kemarin.

"Sejak kapan lo perduli sama gue?" tanya Vina.

"Gak usah baperan. Kalo lo gak mau bilang. Gue mau futsal," ucap Gibran lalu pergi meninggalkannya.

"Ck!" Vina berdecak saking kesalnya. Dia menawarkan, tetapi dia juga yang seakan menolak. Dasar cowok aneh!

"Aku futsal, Yang," ucap Reon berpamitan pada Mona.

Mona hanya mengangguk.

Vina menatap Mona yang tersenyum menatap kepergian Reon. Bisa-bisanya Mona bahagia disaat ia sendiri sedang kesusahan seperti ini? Sahabat yang luar biasa Mona ini.

"Enak, ya lo bisa mersa-mersaan sama Reon, sedangkan gue yang kesel setengah mati gak lo kasih semangat!" cemooh Vina meninggalkan Mona.

Mona pun tersadar dan baru ingat saat Vina memberintahunya. Semalam Vina banyak menceritakan tentang kejadian hidupnya. Namun, karena ia sedang bahagia dengan hubungan barunya sampai melupakan semua keluhan Vina.

Mona pun mengejar Vina dan berjalan sejajar dengan Vina.

"Sori sampai lupa lo punya banyak masalah. Gue terlalu fokus sama Reon," ucap Mona.

"Gue gak punya siapa pun lagi buat cerita selain lo!" ungkap Vina menghentikan langkahnya dan menatap Mona.

Mona menarik nafas dalam-dalam setelah berhenti melangkah bersama Vina. Satu sahabatnya ini terlalu banyak mengalami kejadian yang menyedihkan. Memang benar jika hanya dirinya dan Gibran tempat mencerita. Namun, tetap saja Gibran lebih tahu segalanya daripada dia.

"Udah, gak usah di bahas lagi," kesal Vina dan memberi keputusan pada Mona.

"Jadi ke rumah Siska, 'kan?" tanya Vina membuat Mona menatap ke arahnya dan melupakan masalah yang sangat tidak penting. Sedari tadi di sekolah Mona sudah mengajak Vina untuk ke rumah Siska. Seperti biasa, Siska sedang mengalami masalah keluarga. Itu adalah alasan setiap kali dirinya tidak masuk sekolah.

Mona mengangguk. "Iya, katanya tadi Siska sakit."

Vina manggut-manggut. Satu sahabatnya itu memang mendapatkan segalanya. Namun, tentang keharmonisan keluarga? Jangan tanyakan kepada kondisi keluarga Siska. Dari mereka bertiga. Siska lah yang mempunyai keluarga yang tidak harmonis. Namun, ibunya selalu ada disamping Siska. Vina mengalami hal yang sama. Syukurnya dia tidak memiliki seorang ayah yang Siska sebut sebagai bajingan.

-1 Hati 2 Raga-

Vina dan Mona sudah sampai di rumah yang luas bernuansa putih. Vina memutar-mutar kunci mobil milik Mona. Keduanya berjalan bersamaan. Tak ada yang berbeda dari rumah Siska. Namun, dirinya dengan Mona tidak melihat siapa pun di depan sana. Anehnya pintu rumah terbuka. Perlahan Vina menoleh ke arah lain dan mengenali mobil ayahnya Siska di sana.

1 Hati 2 Raga [Selesai]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang