23|• Tujuan Yang Sebenarnya

248 11 0
                                    

Pesta pernikahan sudah selesai. Kini, malam pernikahan Leon dan Iren akan segera di mulai. Iren sudah membayangkan betapa bahagianya dia mengawali hari bersama Leon. Namun, ekspetasinya buyar kala ia ditarik masuk dengan kasar oleh Leon ke kamar mereka. Iren dengan sangat senang dan terus berpikir jika ini adalah malam pengantinnya, ia pun menatap suaminya dengan tersenyum. Tatapan Leon sangat mengejutkannya. Tatapan yang diberikan Leon kepadanya jauh di luar dugaannya. Suaminya menatapnya tak seperti biasa.

"Leon," panggil Iren dengan tersenyum.

Leon semakin mendekat dan membuat Iren berjalan mundur sampai ia terpentok dengan tempat tidurnya. Ia mencoba melambatnya detak jantungnya, tetapi ia merasa tidak karuan ketika Leon semakin mendekat hingga napas Leon begitu terasa olehnya. Ia menutup matanya dan membiarkan Leon melakukan segalanya, itu adalah hak untuk seorang suami.

Leon menatap wajah Iren dengan matanya yang tertutup. Dirinya menatap dengan tatapan yang sangat tajam dan tangannya yang sudah beraba sesuatu di sana. Leon menarik satu bantal dan selimut dari tempat tidur. Tarikan selimut oleh tangan Leon membuat Iren membuka matanya.

"Leon?" tanya Iren.

Leon diam tak menjawab.

"Apa ini? Bukannya kita mau melakukan malam pengantin?" tanya Iren.

"Siapa bilang?" tanya Leon balik.

Iren tampak kebingungan. Ia tidak mengerti dengan tatapan Leon dan sikap Leon yang berubah menjadi dingin kepadanya. Seakan Leon yang di hadapannya adalah orang lain. Ia sudah merasa jika Leon akan menyentuhnya. Akan tetapi itu semua tidak terjadi, lelaki di hadapannya berubah acuh begitu saja. Dirinya bingung dengan perubahan secara tiba-tiba.

"Maksud kamu apa? Tanya Iren.

"Ini kamar aku. Kamu tidur di sofa atau gak di bawah sini," ucap Leon dengan menunjuk lantai dengan matanya.

Iren menatap lantai itu sebentar dan memikirkan perubahan sikap Leon. Bagaimana bisa malam pertamanya ia lakukan dengan tempat tidur yang terpisah? Apa pernikahan ini hanya sebuah permainan?

"Kenapa?" tanya Iren.

"Kenapa apa?" tanya Leon balik.

"Aku ini istri kamu Leon jadi gak mungkin aku tid-" Iren terdiam saat Leon memotong pembicaraannya. Ia mengerutkan keningnya dan menghembuskan nafas karena potongan itu.

"Siapa bilang istri?" tanya Leon memotong ucapan Iren.

"Ta-tapi tadi kita, 'kan sudah menikah," jawab Iren ragu.

"Di mata orang banyak kamu emang istri aku. Tapi di mata aku kamu itu hanyalah seorang pembunuh!" jawab Leon.

Iren terdiam. Maksud dari bentakan Leon sungguh menyayat hatinya. Ia tidak bisa memahami semua ini secara tiba-tiba.

"Maksud kamu?" tanya Iren.

Leon menarik nafas dan merasa ini bukan waktu menjawab pertanyaan Iren. Ia menganggap masih ada hari esok untuk semuanya.

Dirinya harus menghentikan ini dengan segera. Cintanya hilang. Jangan sampai semuanya selesai sebelum di mulai. Kesempatannya hanya tinggal satu kali, sebelumnya ia merusak kesempatan itu hanya karena perasaan cintanya. Leon pun sadar dan melihat Iren masih menunggu jawaban darinya, tetapi ia bersikap kembali dingin.

"Ambil bantal sama selimut kamu. Jangan naik ke tempat tidur aku dan jangan berani ganggu aku tidur," ancam Leon.

"Tapi aku kan-"

"Jangan membantah Iren!" teriak Leon.

Iren terdiam. Baru saja ia melihat sisi lain dari seorang Leon. Rasanya sangat tidak mungkin Leon membentaknya. Selama ini Leon memperlakukannya dengan sangat lemah lembut. Bahkan disela sikap cueknya Leon masih sempat perhatian kepadanya. Namun, hari ini seakan semua sikapnya berubah total. Seakan sebuah cahaya pada cermin yang memantulkan ke arah lain.
Iren menerima bantal dan selimut itu dari tangan kasar Leon. Ia menggeleng melihat tingkah Leon.

1 Hati 2 Raga [Selesai]√Where stories live. Discover now