17|• Dialah Orangnya

324 14 0
                                    

Aku selalu bahagia dalam kebenaran. Baru kali ini aku bahagia dalam kebohongan. Aku membenci situasi ini karena ini sangat menyakitkan.
-

Vina masuk dengan keadaan sedikit bahagia dan sedikit sedih. Ia memang resmi menjadi pacar dari seorang Leonder, tetapi tidak sepenuhnya hati Vina merasa menang. Ia memang memiliki Leon secara hati atau pun raga. Namun, ucapan Gibran tidak ada salahnya. Bisa jadi Leon sudah memiliki seorang istri atau kekasih. Dirinya kini mengingat bagaimana bisa menjadi pacar Leon. Saat itu Leon memintanya hanya berpura-pura, bisa jadi apa yang dikatakan Gibran itu benar.

Vina pun merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur sembari memejamkan matanya. Seharian belajar di sekolah membuatnya sangat lelah. Tidak hanya tubuh yang merasa lelah, tetapi otak gadis itu juga ikut merasakannya. Ia merenungkan semua hal yang ia lakukan. Entah salah atau tidak, yang jelas dirinya ingin merasakan cinta dikehidupannya yang pertama ini. Bukan berharap ingin hidup kembali setelah mati, tetapi ia  hanya menginginkan jalan yang benar untuk saat ini. Jika memang Leon mempunyai istri, dirinya harus menerima kenyataan dan menelaah sakitnya patah hati.

Vina memang menghabiskan waktunya dengan Leon di pantai dan foto-foto itu Vina simpan di ponselnya. Foto yang diambil sebelum dirinya pingsan. Kebersamaan mereka tidak hanya di pantai. Leon juga sering menemui Vina di kafe harmoni tanpa sepengetahuan siapa pun, karena dirinya  belum sempat cerita pada Mona atau pun Siska.

Tiba-tiba Vina mengingat sesuatu dan membuka matanya.

"Ayah pasti punya jawaban dari segala pertanyaan gue," ujurnya bangkit dari tempat tidur dan membuka lemari bajunya.

Seperti sudah hafal akan ke mana tujuannya saat ini. Vina pun mengambil sebuah buku yang cukup tebal diantara tumpukan baju-bajunya.

"Ahhh, ini yang gue cari," tangkasnya lalu duduk di kursi meja belajarnya.

"Gue buka bab tentang cinta, aja," ujurnya mulai membuka buku yang ia sebut sebagai buku milik ayahnya.

Vina membuka dan membacanya dengan teliti. Vina bukan seperti Siska yang kutu buku, ia membaca buku seperlunya, jika tidak perlu maka ia tidak akan pernah membacanya.

Tak lama Vina memasang raut wajah kesal. "Kenapa gak ada jawaban dari apa yang selama ini gue pertanyakan? Apa buku ayah ini rusak? Kenapa? Ada apa? Mana jawabannya? Ya Allah Vina butuh jawaban!" serunya dengan menyandarkan tubuhnya dan mengkeataskan kepalanya.

"Woy!" seru Gibran yang datang dengan melempar sebuah bantal tepat pada kepala Vina. Entah bantal itu ia dapatkan.

Vina mengambil bantal yang terjatuh dan duduk seperti semula.

"Lo kok ke sini? Katanya latihan," ujur Vina tanpa marah.

"Tumben lo gak marah gue lempar bantal?" tanya Gibran dengan merebahkan tubuhnya ke tempat tidur Vina.

Tanpa menjawab Vina berjalan dan duduk di samping tubuh Gibran yang sudah terbaring. Wajahnya menjadi sedikit pucat karena banyak hal yang ia pikirkan sejak tadi malam.

Gibran yang tak mendengar sautan Vina pun membuka matanya dan melihat sahabatnya yang tidak biasa.

Gibran duduk dan menatap Vina. "Lo ada masalah? Masih mikirin apa yang gue ucapin tadi di sekolah?" tanya Gibran yang sangat peka.

1 Hati 2 Raga [Selesai]√Where stories live. Discover now