Januar tersenyum melihat Resha yang terdiam. Lalu mengelus putri nya sayang.

Aka yang paham bahwa Papanya sudah membaca pikiran Resha, menepuk bahu Papanya.
"Bahasnya nanti aja, Pa. Biarin Resha istirahat."

Januar mengangguk, mengecup kening Resha.
"Braga.. saya tunggu dibawah" ujarnya dibalas anggukan Braga.

Kini giliran Aka mencium pipi adiknya diikuti Akes, dan setelah itu Sanca. Braga? nantilah kalo udah halal oke, sabar Braga.

"Lo juga mau cium adek gue Ga?" pertanyaan gila Sanca membuat Aka menatap tajam adiknya.

Braga mendengus tak menanggapi. Melirik sekilas ke arah Resha yang ternyata pipinya sudah merona.

"Sweet dream, Queen." Aka sekali lagi mengecup kening Resha. "Ayo keluar!" Ajak Akes, mereka mengangguk dan mengikutinya dibelakang.

"Eng-Braga."

Panggilan itu membuat semua pria menoleh,membuat Resha menggaruk alisnya, malu.

Aka yang mengerti menarik Aka dan Sanca keluar. Namun, lebih dulu Aka tepis.

"Kita disini," ujarnya datar menyimpan tangannya ke saku celana.

Sanca mendengus. "Udah sih ayo, gak boleh cemburu sama adek sendiri!"

Aka mendelik. "Gak boleh berduaan!"

Resha terkekeh, menatap Aka yang juga sedang menatapnya datar.

"Sebentar kok Bang, Resha janji." Resha mengeluarkan jurus senyum manisnya, membuat Aka menghembuskan nafasnya kasar.

Braga menatap Aka. "5 menit."

Aka berdesis. "30 detik."

"2 menit," ujar Braga.

"Gak."

"Oke."

"Eh dua es batu udah deh aelah,berantem mulu." Kesal Sanca.

"Keluar sekarang." Akes menarik lengan Aka, Lalu menatap Resha. "Jangan lama, papa nungguin Braga."

Resha mengangguk.

Aka mendengus dan langsung keluar. Akes terkekeh sambil mengikuti Aka keluar, sedangkan Sanca menepuk bahu Braga dan membisikkan sesuatu disana yang membuat Braga mendengus kesal.

Tinggalah Mereka berdua dikamar. Hening menyelimuti mereka, tenggelam dalam tatapan dalam yang saling menguatkan. Baru beberapa jam yang lalu mereka dipisahkan, dan Sekarang mereka dipertemukan kembali. Entah sudah dengan perasaan yang beda ataukah masih sama.

"Are you oke?" tanya Braga, menghampiri Resha.

Resha mengangguk, lalu menatap Braga.
"Lo disini dari kapan?"

"Dokter yang periksa lo, dokter pribadi keluarga gue."

Resha mengangguk lagi, memainkan jari-jarinya gugup. Ia ingin bertanya sesuatu, tapi dia ragu. Apalagi sedari tadi Braga terus menatapnya berbeda. Dulu ia sering menatapnya tajam, dengan sorot dingin. Namun kali ini, dia menatapnya dengan lembut dan teduh. Membuat perasaan Resha tidak tenang.

"Katakan," ujar Braga singkat

"Hah?" tanya Resha bingung

Braga menghela nafasnya, jika saja keadaan Resha sedang baik-baik saja. Mungkin ia akan langsung mencaci-maki gadis ini. Sungguh ia sangat kesal, jika harus mengulang sesuatu yang sudah ia katakan.

"You want to ask, just say now."

Resha menunduk, lalu kembali menatap Braga.
"You know my illners?"

Braga (Sudah terbit) Kde žijí příběhy. Začni objevovat