Bersuara

8 1 0
                                    

Bapak menulis lagi di buku catatan
Aku ini payah lagi tak berdaya
aku ini lemah lagi tak mampu bersua,
aku ini goyah lagi tak pantas merapal doa,
aku ini sejenak menunggu Tuhan membawaku pada penghakiman-Nya

Masa jayaku dilumuri dosa,
kawan-kawan panggilku aku sembunyi
kawan-kawan mati aku lari
kawan-kawan binasa aku lari tidak ada henti
pribumi kira aku pahlawan untuk negeri
goyah martabat sejak aku selamat seorang diri
hancur martabat sejak aku terima puja-puji pribumi

Namun semesta tidak berdiam melihatku berbangga diri
aku laksana elang di udara
sejenak tunjuk dada sebelum jatuh ke tanah
terseok-seok kesakitan aku mengiba
Tuhan bantu aku berkata aku tetap pantas dipuja

Bapak menangis tiada henti,
pena jatuh tidak dipungut lagi
diam menangis membelakangi
namun kudengar dia berdoa mohon ampun atas apa yang sudah dilalui

Aku banting pintu
lari menghambur memeluknya
Bapak telah tiada
dengan buku catatan pengakuan dosa di pangkuan
yang basah oleh air mata

.

Jujur aja, puisi tersebut adalah karangan yang saya tulis di work lain, dengan harapan untuk mengikuti event lomba cipta puisi daring. Maksudnya,  puisi itu kaya buat cadangan gitu. Jadi, kalau ada event lomba cipta puisi tema bebas atau yang seiringan sama puisi tersebut, ya saya kirim.

Lalu, kenapa saya posting di sini? Karena belum saya pakai atau kirim. Saya udah males gitu ikutan event kaya gitu. Bukan karena nggak masuk tiga besar, tapi karena puisi saya lolos buat dimasukin ke antalogi, dengan persyaratan saya harus beli antalogi itu seharga yang mahal buat saya.

Saya kehilangan eksistensi dalam merasa.

Mata PenaWhere stories live. Discover now