Ultimatum itu menyedihkan
Seperti anai-anai yang diterbangkan embusan angin
debu yang menembus masuk dalam terowongan
dan Dendladion yang diterpa pasrahLoyang kosong sebagai wadah
Rayu bagai jilatan api itu yang membakarnya
Menyusun setiap kepingnya dengan memberi sisa hitam jelagaPekik, jerit, racau
Lenyap dalam bisingnya tembakan
Ditelan umpatan yang bersaut-sautan
Tangis dan darah hasilnya
Meningginya jiwa dimintaNepotisme ibarat ludah berbuih di tanah
Menjijikkan dalam kornea
Menyusun berbagai opini dari asasi
Berdecih
Korupsi bak kehausan darah
Menyusur mengotori berkilaunya busana
Bertopeng malaikat di balik iblis
Darah
Mentah-mentah
Menulikan yang bergendang
Menutup mata
Mematikan hati yang mulanya suci
Membaurkan akal yang terinfeksiIa mendoa jiwa segera dipanggil
Di bawah lumuran angkara murka
Meminta yang putih
yang suci
Tetapi Yang Maha Penguasa menutupnya kembaliIa mati
Di bawah sesal sisa abu yang tidak berarti:-:
Trenggalek, 1 Januari 2018 : 15.21
Azizah Nurul Azmy
YOU ARE READING
Mata Pena
PoetryKumpulan puisi Candraekamatra Di tulis sejak awal 2017 sampai pertengahan 2020