Gelas kaca itu retak di atas perapian
lidah merah memungutnya
tanah mereka mendekamnyaAir bersorak dengan riak sebab ia tidak diminta
menjaga sang gelas kaca
yang hampir tinggal raga seolah tanpa jiwa
memainkan bidak catur beralas permadaniGelegar kelakar bersautan
gelas kaca semakin merana
tetapi tak mampu meremukkan diri
ia takutIa gelas kaca
mendambakan imajinasi yang nyatanya ilusi
seolah seluruhnya hanya delusi:-:
Ah, selesai!
Saya nulis ini di sekolah, ketika kegabutan dan malas ikut gabung teman. Saya ambil alih tempat duduk sepupu saya, yang kebetulan di bawah kipas angin.
Ah, seger.
Trenggalek, 21 Februari 2018 : 00
Azizah Nurul Azmy
YOU ARE READING
Mata Pena
PoetryKumpulan puisi Candraekamatra Di tulis sejak awal 2017 sampai pertengahan 2020